Islam Memerdekakan Manusia dari Penjajahan

Oleh: M. Taufik N.T               download versi pdf disini

Ketika perang Al Qadhisiyah, Sa’ad bin Abi Waqqash, panglima tentara Islam saat itu mengutus Rib’i bin ‘Amir menemui Rustum, pemimpin pasukan Persia, Rustum bertanya: ”Apa maksud kedatangan kalian?”. Dengan lantang Ruba’i menjawab: “Allah mengutus kami untuk membebaskan manusia dari penghambaan kepada sesama manusia kepada penghambaan kepada Allah semata. Dari belenggu dunia yang sempit kepada akhirat yang luas. Dari agama yang sesat kepada keadilan Islam”.

Ma’âsyirol Muslimin Rahimakumullah

Pernyataan Rib’i menegaskan bahwa dorongan penaklukan Islam bukan untuk mendapat materi, tidak satupun negeri yang ditaklukkan Islam kemudian menjadi negeri yang menderita, justru mereka menjadi tentram ketika hidup dibawah naungan Islam. Khalifah Umar bin Abdul Aziz pernah mengutus Yahya bin Sa’ad untuk membagi zakat di Habasyah/Ethiopia, ternyata tidak ditemukan rakyat yang mau menerima zakat karena memang mereka merasa tidak berhak menerimanya.

Ma’âsyirol Muslimin Rahimakumullah

Satu-satunya dorongan penaklukan Islam adalah tauhid, yakni keimanan kepada Allah berikut asma dan sifat-sifatNya. Tauhid yang bukan hanya sekedar percaya, namun juga disertai ketundukan totalitas pada kedaulatan Allah dalam setiap aspek kehidupannya. Allah berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ

“Hai orang-orang yang beriman, masukklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah mengikuti langkah-langkah syaithan, sesungguhnya syaithan itu musuh yang nyata bagi kalian.” (QS Al Baqarah: 208)

Ma’âsyirol Muslimin Rahimakumullah

Pada hakikatnya semua manusia adalah hamba. Setiap orang yang hatinya bergantung penuh kepada sesuatu, agar sesuatu itu menolongnya dan menempatkannya dalam posisi yang terhormat, berarti hatinya telah menghamba kepada sesuatu itu, sekalipun pada dzahirnya ia adalah penguasanya. [1]

Dalam skala individual, ada yang menjadi hamba hawa nafsunya, sebagaimana firman Allah:

أَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَهَهُ هَوَاهُ أَفَأَنْتَ تَكُونُ عَلَيْهِ وَكِيلًا

Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya. Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya? (Al Furqan: 43)

Tentang ayat ini Al Hasan berkata:

لَا يَهْوَى شَيْئًا إِلَّا اِتَّبَعَهُ

“ tidaklah mereka menyukai sesuatu melainkan mereka akan mengikutinya[2]

Bagi penghamba hawa nafsu, manfa’at dan kesenangan duniawi adalah tolok ukurnya, sesuatu akan dipandang baik asalkan bermanfaat menurut pandangannya. Bagi mereka pacaran, berduaan dengan lain jenis, bahkan berzina sah-sah saja asal suka sama suka. Bagi negara yang memakai tolok ukur ini lokalisasi perjudian, pelacuran, menjamurnya pabrik miras juga hal biasa.

Ma’âsyirol Muslimin Rahimakumullah

Dalam skala Nasional, kita juga masih menjadi hamba yg terjajah, An Nabhani dalam kitab Mafahim Siyasiyyah mengatakan bahwa penjajahan adalah penguasaan politik, militer, kultur, dan ekonomi terhadap bangsa-bangsa yang terjajah untuk dieksploitasi.

Di bidang ekonomi, penjajahan dilakukan melalui utang luar negeri yang semakin meningkat. Total bunganya saja pada 2009 sudah Rp 109,5 trilyun[3]. Dengan utang ini akhirnya mereka memaksakan kemauannya untuk menguasai sumber daya alam Indonesia, walaupun untuk itu 1800 perda harus dihapus[4].

Di bidang kebudayaan, dengan alasan HAM, homoseksual bisa berkembang bebas, bahkan difasilitasi, padahal homoseks adalah kejahatan yang hukumannya adalah mati, sebagaimana sabda Rasulullah SAW:

مَنْ وَجَدْتُمُوهُ يَعْمَلُ عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ فَاقْتُلُوا الْفَاعِلَ وَالْمَفْعُولَ بِهِ

“Siapa yang kalian dapati sedang melakukan perbuatan kaum Luth (homoseks), maka bunuhlah; pelaku dan objeknya.” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, Ahmad, Ibnu Majah dengan sanad shahih)

Di bidang hukum, penjajah kita usir, namun dengan bangga justru hukum mereka yg diterapkan. Hukum juga masih berpihak kepada pemilik modal, nenek pembantu pencuri sop buntut di rumah majikannya berbulan-bulan ditahan walaupun belum diadili, sementara banyak koruptor masih bisa melenggang bebas.

Ma’âsyirol Muslimin Rahimakumullah

Lalu bagaimana agar benar-benar merdeka?, kita akan benar-benar merdeka bila kita tidak menghamba pada hawa nafsu, tidak menghamba pada pemimpin, bukan pula menghamba pada partai, Persatuan Bangsa-Bangsa atau negara manapun, karena mereka semuanya serba lemah. Kita akan benar benar merdeka bila hanya menghamba kepada yang bukan hamba, hanya menghamba kepada Yang Maha Perkasa, yakni Allah SWT, penghambaan yang terwujud dengan ketaatan mutlak kepada-Nya, dengan menerapkan seluruh syari’ah-Nya dalam setiap aspek kehidupan kita. Inilah bentuk penghambaan yang benar-benar membuat manusia, termasuk negara akan bebas merdeka. Semoga Allah membebaskan kita semua dari semua bentuk penghambaan kepada selain-Nya.

 


[1] Lihat Ibnu Taymiyyah dalam al ‘Ubudiyyah

[2] Al Qurthuby, Al Jâmi’ Li Ahkâmil Qur’an

[3] detikFinance, diakses 11 juli 2010

[4] http://www.analisadaily.com, 1.800 Perda Dihapus karena Hambat Investasi

About Author

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Categories