
Kontroversi PSI dan Potensi ‘Duri Dalam Daging’ Kubu Jokowi
Partai PSI. Foto: cnn
MUSTANIR.COM – Sepak terjang Partai Solidaritas Indonesia (PSI) kembali menuai kontroversi. Partai politik baru peserta pemilu 2019 itu membuat ‘Kebohongan Award’ sebagai bentuk penghargaan atas narasi yang dibangun kubu Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Penghargaan itu bukanlah satu-satunya bentuk kontroversi yang dilakukan partai koalisi pasangan calon Joko Widodo-Ma’ruf Amin tersebut. Sebelumnya, beberapa sikap PSI seperti penolakan Perda Syariah juga menyulut perdebatan publik.
Pakar komunikasi politik Universitas Bunda Mulia Silvanus Alvin menilai cara-cara PSI yang memicu kontroversi di tengah publik merupakan bagian dari strategi pemasaran politik (political marketing). Hal ini, kata dia, dipicu perubahan karakter pemilih.
“Dunia politik sekarang sudah tidak lagi didominasi oleh pertarungan ideologi maupun pemikiran politik yang konvensional (terlalu serius). Terjadi perubahan yang disebabkan oleh perubahan dari target audiens atau masyarakat yang memiliki hak suara,” kata Alvin kepada CNNIndonesia.com, Selasa (8/1).
Menurut Alvin, masyarakat kini cenderung lebih suka melihat hal-hal yang berbau pertunjukan atau hiburan. Maka dari itu, kata dia, ‘Kebohongan Award’ dibuat PSI untuk mengakomodasi kepentingan itu.
“Kebohongan Awards tidak lebih dari perwujudan politainment atau gabungan politik dan entertainment dalam komunikasi politik,” katanya.
Sebagai partai baru, Alvin menilai PSI perlu melakukan gimmick political marketing demi mendapat sorotan media dan menjadi bahan perbincangan publik.
Hal ini lantaran ketatnya persaingan partai politik menuju parlemen. PSI dinilai tengah berupaya menyampaikan pesan pandangan politiknya melalui cara-cara yang diterima masyarakat.
“Karena di tengah ketatnya persaingan politik di Indonesia, masyarakat itu terbatas dalam mengakses informasi politik. Mereka tidak bisa menyerap semua informasi politik. Hanya yang menarik perhatian saja yang akan diserap mereka,” katanya.
Namun, Alvin menilai sebagai bagian dari Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Maruf, langkah yang dilakukan PSI dapat dikatakan membuat gaduh. PSI berpotensi menjadi duri dalam koalisi Jokowi.
“PSI tampak kurang bisa bersinergi dengan partai-partai pendukung Jokowi lainnya. Golkar yang menegur soal Kebohongan Award malah dibalas PSI soal kasus korupsi di partai berlambang beringin itu,” ujarnya.
Alvin pun menyarankan PSI lebih berhati-hati dalam menentukan sikap ke depan agar tidak menjadi bumerang bagi elektabilitas partai maupun Jokowi-Ma’ruf. Terutama menjaga harmoni dengan partai koalisi lain agar tidak menimbulkan kesan perpecahan.
Jokowi juga diminta agar turun tangan mengkonsolidasikan partai pendukungnya agar tetap berjalan harmoni dan menjauhkan kesan perpecahan.
“Jangan sampai gimmick Kebohongan Award ini malah memicu konflik internal di kubu Jokowi-Maruf. Oleh karena itu, tidak salah pula bila Jokowi dan atau Maruf turun tangan menegur PSI,” katanya.
Di sisi lain, pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Satria Aji Imawan menilai cara-cara yang dilakukan PSI tidak akan banyak memengaruhi hubungan dalam internal koalisi pendukung Jokowi-Ma’ruf.
“Sebab, sebagai partai baru, PSI tidak memiliki banyak massa. Kalaupun ada, sangat bisa dipetakan, misalnya milenial. Itu pun mungkin dari kelas ekonomi tertentu (atas, menengah, dan menengah atas),” kata Aji.
Aji mengindikasikan PSI tengah melacak target strategi political marketing yang tengah dijalankan, yakni menguatkan basis pemilih milenial maupun mencari segmen baru.
Meski demikian, Aji menilai strategi PSI tidak akan memengaruhi elektabilitas Jokowi-Ma’ruf. Sebab, kata Aji, yang dilakukan PSI tidak terlalu menyentuh persoalan yang bersifat substansif.
“Kecuali hal ini di-follow up atau dikerangka dengan parodi-parodi dan kelucuan politik lainnya yang bisa dilihat di sosial media beberapa waktu belakangan. Jadi untuk saat ini tidak berpengaruh, baik menaikkan maupun menurunkan (elektabilitas Jokowi-Ma’ruf),” katanya. []