Genosida Penduduk Palestina oleh Zionis Yahudi di Bawah Dukungan AS dan Inggris

MUSTANIR.net – Kabar pembantaian di Palestina telah lama didengar dan menimbulkan rasa empati dari seluruh umat muslim di dunia.

Di awal perang, rakyat Palestina diminta pindah ke zona aman, dipindah ke selatan, lalu pindah lagi ke utara, sampai di ujung kota Rafah berbatasan dengan Mesir. Ketika sekitar satu juta lebih masyarakat sipil berada di Rafah, ternyata mereka kembali diperingatkan untuk meninggalkan zona tersebut karena akan dibombardir.

Pada Senin (12-2-2024), Rafah mulai dibombardir dengan persenjataan lengkap, padahal yang mereka bombardir adalah masyarakat sipil, wanita, lansia, dan anak-anak yang kondisinya sangat lemah karena sudah empat bulan kelaparan.

Pembantaian ini menggugah keprihatinan para intelektual muslimah dari berbagai universitas di seluruh Indonesia.

Di pertengahan Februari lalu mereka berkumpul di Surabaya menggelar Focus Group Discussion (FGD) Intelektual Muslimah Indonesia yang diselenggarakan secara hybrid.

Tidak kurang dari 100 peserta menghadiri forum secara offline dan sekitar 300 peserta mengikuti secara online melalui Zoom meeting bertajuk ‘Solusi Tuntas Palestina’.

Genosida

Dalam acara ini, seorang panelis memaparkan topik berjudul ‘Genosida Palestina Butuh Solusi Hakiki, Bukan Moderasi’.

“Palestina saat ini mengalami genosida yang dilakukan oleh Zionis Yahudi, di bawah dukungan negara Amerika Serikat dan Inggris,” paparnya.

Ia menyebut, setidaknya ada tiga alasan Zionis Yahudi bisa merampas tanah Palestina.

“Pertama, politik pecah belah yang dilakukan oleh Barat pasca-Perang Dunia l. Ke dua, deklarasi Balfour. Ke tiga, deklarasi berdirinya negara Yahudi di Palestina pada 1948,” ungkapnya.

Ia melanjutkan penjelasannya, setelah mengalami kekalahan di PD l, Khilafah Utsmani runtuh pada 1924.

“Barat, diprakarsai Inggris dan Prancis, memecah kekuasaan kaum muslim sehingga tercerai-berai. Prancis dan Inggris membagi-bagi wilayah kaum muslim dan Palestina berada di bawah kekuasaan Inggris,” tuturnya.

Sebelumnya, ia menerangkan, melalui Deklarasi Balfour (1917), Inggris memberi kesempatan kepada Zionis Yahudi untuk menempati ‘kediaman nasional’ atau “rumah nasional’ di Palestina.

“Inggris mempersilakan Yahudi yang ada di luar daerah Palestina untuk masuk ke wilayah Palestina. Sehingga antara tahun 1920-1946 ada sekitar 376.415 orang Yahudi datang ke Palestina. Saat ini penduduk Yahudi di Palestina mencapai 7 juta jiwa, sedangkan penduduk Palestina hanya sekitar 5 juta. Pada akhirnya tinggal sedikt wilayah Palestina, sebagian besar dikuasai Zionis Yahudi,” bebernya.

Resolusi

Panelis mengungkapkan, untuk mengatasi genosida yang dilakukan Zionis terhadap penduduk Palestina, PBB telah menawarkan resolusi. “Ada sekitar 131 Resolusi, tapi selalu dilanggar oleh Zionis. UNHCR pun menuntut memberi solusi atas pengungsi, tapi tuntutannya tidak pernah diperhatikan oleh Zionis Yahudi,” sesalnya.

Yang lebih menyedihkan, ucapnya, pada 2020 Amerika, Zionis Yahudi, Bahrain, dan Uni Emirat Arab malah membuat perjanjian tentang normalisisasi hubungan dengan Zionis Yahudi .

“Semua berharap pada PBB, padahal PBB adalah buatan Amerika, maka Amerika dengan hak vetonya akan selalu menggagalkan resolusi yang telah dibuat oleh PBB,” tegasnya.

OKI dan Liga Arab pun, menurutnya, hanya sebatas memberi desakan kepada PBB untuk membuat resolusi, tetapi kenyataannya resolusi itu tidak pernah digubris oleh Zionis Yahudi.

“Pada faktanya, Arab Saudi dan Amerika Serikat (AS) melakukan kerja sama. Turki pun juga demikian. Berharap kepada Liga Arab juga tidak akan mampu menyelesaikan genosida Palestina, karena mereka adalah antek Amerika,” urainya.

Di kalangan intektual muslim, lanjutnya, ada pertemuan Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) 2024 untuk memberi solusi atas krisis kemanusiaan di Palestina.

“Mereka memberikan solusi dengan jalan moderasi. AICIS ke-23 yang dihadiri sepuluh negara ini menyepakati Semarang Charter yang isinya, antara lain agama yang beragam ini hendaknya tidak bisa ditafsirkan secara monolitik. Komunitas agama-agama harus bersama-sama memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat, ajaran agama harus ditafsirkan dan diterapkan dengan cara-cara yang sejuk dan moderat untuk melindungi martabat setiap individu,” terangnya.

Islam Politik

Panelis menilai, moderasi beragama itu hakikatnya adalah pemikiran yang bertujuan memerangi Islam politik.

“Sebagai intelektual hendaknya tidak terpengaruh dengan pemikiran Barat yang seolah memberi penyelesaian, tapi sesungguhnya penyelesaian yang ditawarkan adalah kembali pada kehendak Amerika sebagai pihak yang memunculkan moderasi,” ucapnya.

Moderasi beragama, sambungnya, adalah pemikiran untuk menolak Islam kafah, menolak jihad, menolak khilafah.

“Yang disebut orang moderat itu adalah yang menolak formalisasi syariat. Hal ini memang merupakan strategi barat yang dirancang oleh RAND Corporation, dituangkan dalam buku dengan judul ‘Building Moderate Muslim Network’. Jadi, berharap solusi genosida Palestina pada moderasi tidaklah tepat,” tukasnya.

Dalam pandangannya, solusi yang benar dalam menyelesaikan masalah Palestina adalah butuhnya kesatuan global bagi umat Islam sedunia.

“Yaman dan Aljazair telah mengirim militer ke Palestina, tetapi tidak mampu menghentikan kebiadaban Zionis. Oleh karenanya, yang dibutuhkan adalah kesatuan komando kaum muslim dengan seruan jihad,” imbuhnya.

Ia beralasan, perintah jihad itu kepada seluruh kaum muslim, bukan hanya kepada kaum muslim Palestina saja.

“Tidak ada kalimat yang tepat dalam menyelesaiakan genosida Palestina kecuali dengan kesatuan umat Islam sedunia,” pungkasnya. []

Sumber: Muslimah News

About Author

Categories