Beri Kompensasi ke PLN, Pemerintah Isyaratkan ‘Capek’
MUSTANIR.net – Kementerian Keuangan mengisyaratkan ‘capek’ terus menerus memberikan kompensasi ke PT PLN (Persero). Meskipun, kompensasi adalah kewajiban pemerintah kepada PLN karena tarif listrik golongan nonsubsidi tak berubah sejak 2017 lalu.
Nilai kompensasi tersebut dihitung berdasarkan selisih antara tarif listrik golongan nonsubsidi yang berlaku dengan Biaya Pokok Penyediaan (BPP) pembangkit listrik tersebut.
Pada 2018 lalu, jumlah kompensasi pemerintah yang diberikan kepada PLN tercatat Rp23,17 triliun. Kompensasi ini dicatat PLN sebagai pendapatan kompensasi, yang akhirnya bikin PLN laba Rp11,57 triliun pada tahun lalu.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Suahasil Nazara mengatakan seharusnya kompensasi itu berkurang setiap tahun. Sebab, pembayaran kompensasi pemerintah ke PLN menimbulkan risiko keuangan keuangan.
Dengan memberi kompensasi kepada PLN, artinya pemerintah harus menambah belanja setiap tahunnya. “Kami tak ingin ini (masalah kompensasi) terus berlarut-larut karena bisa memberikan risiko kepada negara dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terkait,” jelas Suahasil di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat, Selasa (25/6/2019).
Terlebih, menurutnya, tren selisih antara harga jual listrik dengan keekonomiannya terus melebar setiap tahunnya. Dalam hal ini, ia mengutip data Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Pada 2017, tarif tenaga listrik untuk golongan Rumah Tangga 1.300 Volt Ampere yang dijual PLN misalnya, ternyata sebesar 102,8 persen dari tarif keekonomiannya. Artinya, tarif listrik yang dijual PLN masih bisa menutupi biaya produksinya, dan bahkan masih bisa mendapat margin sebesar 2,8 persen.
Namun, pada tahun lalu, ternyata tarif listrik untuk golongan Rumah Tangga 1.300 VA yang dijual PLN setara dengan 93,2 persen dari tarif keekononomiannya. Artinya, pemerintah perlu mengompensasi 6,8 persen selisih tersebut.
Hal yang sama juga berlaku bagi tarif tenaga listrik golongan 2.200 VA. Pada 2017, tarif jual listrik PLN untuk golongan tersebut setara 102,8 persen dari tarif keekonomiannya.
Namun, tarif jual listrik PLN di golongan tersebut setara dengan 93,7 persen dari tarif keekonomiannya, sehingga pemerintah perlu mengompensasi selisihnya sebesar 6,3 persen dari tarif keekonomiannya.
“Meskipun kompensasi kami hanya sekian persen dari tarif keekonomiannya, tapi tetap saja itu berimplikasi ke keuangan negara,” jelas Suahasil.
Hanya saja, ia tak menyebut perlu atau tidaknya penyesuaian tarif listrik nonsubsidi pada tahun depan. Jika kondisi ini dilanjutkan terus, maka tekanan terhadap keuangan negara kian kuat.
Menurut Suahasil, pada 2020 mendatang, masih ada risiko dari volatilitas nilai tukar rupiah dan harga minyak mentah, di mana kedua faktor tersebut adalah pembentuk tarif listrik sesuai Menurut Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 41 Tahun 2017.
“Tentu kami harus membereskan masalah kompensasi ini,” pungkasnya.[]
Sumber: CNN