
Celana Bercak Darah Rama di Aksi 22 Mei
Widianto Rizki Ramadan, 17, adalah salah seorang korban tewas dari kerusuhan aksi 22 Mei 2019 lalu yang bermula dari jalan MH Thamrin di depan Gedung Bawaslu RI, Jakarta Pusat.
Tewasnya pemuda yang karib disapa Rama itu meninggalkan kesedihan di antara keluarganya, terutama sang nenek. Pasalnya, Rama yang bersekolah di Jurusan Tata Boga SMK 60 Duri Kepa Jakarta itu tinggal bersama sang nenek sejak ibunya wafat pada 2014 silam.
Dari keluarganya diketahui bahwa Rama yang merupakan anak kedua dari tiga bersaudara itu diketahui saat ini sedang menjalani Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Hotel Ciputra. Sejak kematian ibunya tahun 2014, Rama memilih tinggal dengan neneknya.
Celana Bercak Darah
Sepupu korban, Sri Sudarsih (47) mengatakan kalau Rama sempat ke daerah Petamburan usai salat subuh. Saat itu, Rama telah membuat janji dengan teman-teman rumahnya untuk melihat-lihat kondisi di daerah tersebut menyusul kerusuhan semalaman setelah aksi 21 Mei 2019.
Kemudian, lanjutnya, Rama pulang dengan kondisi celana yang sudah terkena bercak darah. Kata Sri, sepupunya itu turut menolong orang lain yang mendapati luka usai kerusuhan pada 21 mei malam hingga lepas dini hari.
Awalnya, kata Sri, setelah pulang Rama sebetulnya akan pergi ke sekolah. Namun, setelah mendapat informasi dari sang kawan bahwa sekolahnya diliburkan, Rama memutuskan kembali ke lokasi demonstrasi bersama dengan rombongan pria dewasa di sekitar rumahnya.
Melihat Rama akan pergi lagi, Sri mengungkapkan bahwa sang nenek berulang kali melarangnya. Rama, kata dia, disuruh tinggal saja di rumah.
“Sempat dilarang sama Neneknya, ‘Sudah ga usah balik lagi, mau ngapain?’ Rama menjawab, ‘Banyak orang luka, kasian’. Namanya anak ya, larangan enggak cukup. Neneknya melarang, dia ‘iya-iya’ saja, tapi tahu-tahunya dia pergi lagi,” ujar Sri saat ditemui di kediamannya, Jalan H Rausin, Palmerah, Jakarta Barat, Jum’at (24/5/2019).
Sri mengatakan wajar Rama ingin ikut dalam aksi 22 Mei, karena sang sepupu diketahui sempat ikut aksi beberapa kali termasuk rangkaian aksi bela Islam 212.
Saat aksi 22 Mei berlangsung, Sri mengungkapkan Rama banyak merekam dan menyebarluaskan peristiwa kericuhan beberapa kali di WhatsApp story. Melihat itu, pihak keluarga lantas memperingatkan dan meminta dirinya segera pulang.
“Saat aksi dia unggah video tentang kejadian di lapangan terus. Itu dia unggah di WhatsApp story. Kami lantas balas dengan chat berkali-kali yang intinya nyuruh dia pulang. Tapi, dia balas hanya sekali dengan ‘iya-iya saja’,” katanya.
Luka Tembak
Sri mengatakan berdasarkan penuturan salah seorang teman Rama, sepupunya tersebut terkena luka tembak di punggung bagian atas.
Mata Sri berkaca-kaca saat menceritakan peristiwa tersebut. Dia tidak tahu-menahu asal muasal peluru tersebut.
Teman-temannya, ujar Sri, hanya melihat Rama sudah tergeletak kala itu. Barang-barang Rama, seperti handphone dan dompet yang berisi identitas dirinya pun, hilang.
“Teman-temannya enggak dengar tembakan, tapi temannya lihat Rama sudah berdarah di bagian punggung. Terus dibawa ke Ambulans, kata temannya mereka enggak boleh ikut,” ujar Sri.
Teman-teman Rama tersebut langsung mengabarkan ke rumah soal peristiwa yang terjadi. Namun saat ditanya Rama dibawa ke rumah sakit mana, kata Sri, teman-teman sepupunya itu juga tak menjawab tepat hanya pilihan yang didengar dari petugas Ambulans.
“Rama kita enggak tahu dibawa ke RS mana, tapi menurut teman-temannya yang bertanya ke petugas ambulans, ‘Cari saja di 3 RS; RS Pelni, RS Tarakan, dan RS Budi Kemuliaan’. Setelah kejadian, teman-temannya datang ke sini (keluarga) untuk menginformasikan dan memberikan kunci motor,” tutur Sri.
Saat mendengar kabar soal Rama, pihak keluarganya segera pontang-panting ke lokasi rumah sakit tempat korban kerusuhan 22 Mei dilarikan.[]
Sumber: CNN