
Dakwah, Dulu dan Kini akan Selalu Dimusuhi
MUSTANIR.net – Allah subḥānahu wa taʿālā berfirman,
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا شَيَاطِينَ الْإِنْسِ وَالْجِنِّ يُوحِي بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُورًا وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ مَا فَعَلُوهُ فَذَرْهُمْ وَمَا يَفْتَرُونَ
“Dan demikianlah Kami jadikan bagi setiap nabi itu musuh, yaitu setan-setan (dari jenis) manusia dan (dan jenis) jin, sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia). Jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan.” (QS al-An’am [6]: 112)
Al-Hafizh ‘Imaduddin Abul Fida’ Isma’il bin ‘Umar bin Katsir menjelaskan dalam Tafsir al-Qur’an al-Azhim bahwa Allah subḥānahu wa taʿālā berfirman, “Sebagaimana Kami jadikan untukmu wahai Muhammad, musuh-musuh yang menentang, memusuhi, dan menyaingimu, Kami jadikan pula bagi setiap nabi yang ada sebelummu musuh-musuh tersebut. Oleh karena itu, janganlah engkau bersedih hati akan hal ini.” Ayat ini semakna dengan apa yang disebut di dalam ayat lain melalui firman-Nya,
فَإِنْ كَذَّبُوكَ فَقَدْ كُذِّبَ رُسُلٌ مِنْ قَبْلِكَ
“Jika mereka mendustakan kamu, maka sesungguhnya rasul-rasul sebelum kamu pun telah didustakan (pula).“ (QS Ali Imran: 184)
وَلَقَدْ كُذِّبَتْ رُسُلٌ مِنْ قَبْلِكَ فَصَبَرُوا عَلَى مَا كُذِّبُوا وَأُوذُوا
“Dan sesungguhnya telah didustakan (pula) rasul-rasul sebelum kamu, tetapi mereka sabar terhadap pendustaan dan penganiayaan (yang dilakukan) terhadap mereka.” (QS al-An’am: 34) hingga akhir ayat.
مَا يُقَالُ لَكَ إِلا مَا قَدْ قِيلَ لِلرُّسُلِ مِنْ قَبْلِكَ إِنَّ رَبَّكَ لَذُو مَغْفِرَةٍ وَذُو عِقَابٍ أَلِيمٍ
“Tidaklah ada yang dikatakan (oleh orang-orang kafir) kepadamu itu selain apa yang sesungguhnya telah dikatakan kepada rasul-rasul sebelum kamu. Sesungguhnya Tuhan kamu benar-benar mempunyai ampunan dan hukuman yang pedih.” (QS Fushshilat: 43)
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا مِنَ الْمُجْرِمِينَ
“Dan seperti itulah, telah Kami adakan bagi tiap-tiap nabi, musuh dari orang-orang yang berdosa.” (QS al-Furqan: 31) hingga akhir ayat.
Waraqah bin Naufal pernah berkata kepada Rasulullah ﷺ, “Sesungguhnya tiada seorang pun yang datang dengan membawa semisal dengan apa yang engkau datangkan, melainkan pasti dimusuhi.”
Adapun firman Allah subḥānahu wa taʿālā,
شَيَاطِينَ الإنْسِ وَالْجِنِّ
“Yaitu setan-setan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin.” (QS al-An’am: 112)
Ayat ini berkedudukan sebagai badal dari firman-Nya yang mengatakan, “aduwwan (musuh).” Dengan kata lain, para nabi itu mempunyai musuh dari setan-setan yang berasal dari kalangan manusia dan jin. Definisi setan ialah setiap orang yang berbeda dengan sejenisnya karena kejahatannya. Dan tiada yang memusuhi para rasul melainkan hanya setan-setan dari kalangan manusia dan jin. Semoga Allah melaknat dan memburukkan mereka.
Ada pun firman Allah subḥānahu wa taʿālā,
يُوحِي بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُورًا
“Sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia).” (QS al-An’am: 112)
Maksudnya, sebagian dari mereka membisikkan kata-kata yang indah-indah lagi penuh kepalsuan untuk menipu pendengarnya dari kalangan orang-orang yang tidak mengetahui duduk perkaranya.
وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ مَا فَعَلُوهُ
“Jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya.”(QS al-An’am: 112)
Yang demikian itu terjadi karena takdir Allah, keputusan, kehendak, serta kemauan-Nya, bahwa setiap Nabi mempunyai musuh dari kalangan mereka yang disebutkan di atas.
فَذَرْهُمْ
“Maka tinggalkanlah mereka!” (QS al-An’am: 112)
Maksudnya, biarkanlah mereka.
وَمَا يَفْتَرُونَ
“Dan apa yang mereka ada-adakan.” (QS al-An’am: 112)
Yaitu apa yang mereka dustakan. Dengan kata lain, biarkanlah gangguan mereka dan bertawakallah kepada Allah dalam menghadapi permusuhan mereka. Karena sesungguhnya Allah akan mencukupimu dan menolongmu dalam menghadapi mereka.
Imam Abu Jafar Muhammad bin Jarir ath-Thabari dalam Jami al-Bayan fi Tawil al-Qur’an atau lebih dikenal dengan Tafsir ath-Thabari, menjelaskan bahwa ujian yang disebutkan Allah dalam ayat ini tidak hanya menimpa Rasulullah ﷺ saja, tetapi berlaku umum bagi orang-orang yang mengikuti beliau dalam berdakwah.
Sudah menjadi sunnatullah, aktivitas dakwah akan menghadapi penolakan dan penentangan berupa fitnah dan propaganda negatif, maupun penganiayaan secara fisik. Sebagaimana dakwah yang dilakukan oleh Rasulullah Muhammad dan nabi-nabi sebelumnya.
Rasulullah ﷺ ketika mendakwahkan Islam, disebut sebagai “pemecah belah” kaumnya, “tukang sihir”, “pembohong” [QS Shad: 4], serta “majnun” [QS ath-Thur: 29]. Bahkan “pemimpi” yang menyampaikan dongeng orang-orang dulu, “asathir awwalin”. Allah berfirman,
اِذَا تُتْلٰى عَلَيْهِ اٰيٰتُنَا قَالَ اَسَاطِيْرُ الْاَوَّلِيْنَۗ
“Yang apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat Kami, dia berkata, ‘Itu adalah dongeng orang-orang dahulu.’” (QS al-Muthaffifin: 13)
Rasulullah juga menghadapi ta’dib/ penganiayaan dari orang-orang Quraisy seperti dilempari kotoran dan dipukul hingga pingsan. Begitu pula dengan para sahabat yang mengikuti beliau. Bilal bin Rabbah dijemur dan ditindih dengan batu besar. Keluarga Ammar bin Yasir disiksa dan Sumayyah istri Yasir diperlakukan dengan keji hingga syahid. Orang-orang Quraisy juga melakukan pemboikotan kepada nabi dan para sahabat dari bani Hasyim dan bani ‘Abdul Muthallib.
Mereka diboikot di lembah selama tiga tahun. Tanpa akses makanan, pakaian, dan diisolasi. Mereka tidak boleh berinteraksi dengan suku dan kabilah lain.
Sampai kemudian pertolongan Allah datang melalui para pemuda yang dipimpin oleh Muth’im bin ‘Adi. Rasulullah juga akan dibunuh, tetapi Ali bin Abi Thalib menggantikan tidur di ranjang beliau sehingga rencana pembunuhan itu pun gagal.
Begitulah dakwah nabi tidak lepas dari para pembenci yang memusuhi seperti yang dinyatakan dalam QS al-An’am ayat 112. Akan tetapi, berbagai ujian dakwah yang datang silih berganti tidak menyurutkan langkah nabi dan para sahabat untuk menyeru manusia kepada Islam.
Mereka tetap bersabar dan istikamah menghadapinya. Bahkan keimanan mereka semakin kukuh dan bertambah. Keyakinan mereka akan pertolongan Allah sampai akhirnya kemenangan pun tiba.
Hari ini, ketika kaum muslimin mengikuti dakwah beliau yaitu menyeru untuk kembali menerapkan Islam kaffah juga tidak akan lepas dari berbagai penolakan dan penentangan. Cap negatif pun disematkan terhadap dakwah Islam kafflah. Seperti radikalisme, terorisme, intoleransi, garis keras, dan sebagainya. Khilafah ajaran Islam yang mulia dianggap ancaman dan dituduh memecah belah. Bahkan para pengembannya dipersekusi. Para dai dipenjara dengan tuduhan yang mengada-ada. Semua itu dilakukan demi mengadang dakwah.
Menghadapi tantangan dan ujian dakwah harus meneladan nabi. Nabi dan para sahabat menghadapi ujian yang jauh lebih besar dari kaum muslimin hari ini. Akan tetapi, semua itu tidak menghentikan langkah dakwah, bahkan semakin meneguhkan keimanan para sahabat.
Kaum muslimin pun semestinya begitu, berbagai ujian dan tantangan dakwah era sekarang harus membuat kaum muslim senantiasa menetapi thariqah nabi dan tidak goyah sedikit pun oleh rayuan dunia, baik materi atau jabatan. Ini karena meski begitu kerasnya mereka menghalangi, cahaya Islam akan semakin terang. Sebagaimana dalam firman-Nya,
يُرِيدُونَ أَن يُطْفِـُٔوا۟ نُورَ ٱللَّهِ بِأَفْوَٰهِهِمْ وَيَأْبَى ٱللَّهُ إِلَّآ أَن يُتِمَّ نُورَهُۥ وَلَوْ كَرِهَ ٱلْكَٰفِرُونَ
“Mereka berkehendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahaya-Nya, walaupun orang-orang yang kafir tidak menyukai.” (QS at-Taubah: 32).
Wallahualam bissawab. []
Sumber: Kartinah Taheer