Demokrasi Bohong Lagi

Demokrasi Bohong Lagi

Demokrasi Bohong Lagi

MUSTANIR.net – Pesta Rakyat telah usai Jokowi resmi dilantik sebagai Presiden RI untuk keduakalinya. Namun hajatan 5 tahunan ini masih terdengar riuhnya. Setelah pelantikan, Presiden mengumumkan deretan nama para mentri yang akan membantu diperiode kedua kepemimpinannya. Ada yang menarik ketika Presiden merilis nama-nama mentri. Munculnya nama Prabowo cukup menyita perhatian khayalak.

Prabowo yang semula hadir sebagai lawan politik dalam memperebutkan kursi nomor satu kini justru berdiri di dalam barisan Presiden. “Tugas yang diberikan Presiden ke saya adalah untuk ikut membantu, memperkuat TNI. Supaya kita bisa semuanya menjaga kedaulatan dan keutuhan wilayah NKRI,” ujar Prabowo.

Sementara Sekretaris Jenderal organisasi relawan Projo, Handoko  mengaku sempat berdiskusi dengan Presiden Jokowi soal keputusannya mengajak Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto ke koalisi pemerintah. Menurutnya, salah satu alasan Jokowi mengajak Prabowo adalah demi stabilitas politik.

Pemilu Demokrasi kemarin telah menciptakan atmosfir panas di negeri ini. Bukan hanya soal visi misi capres dan partai politik pendukung kedua paslon, isu sensitif agama pun turut meramaikan. 

Demokrasi, terbukti bohong lagi

Bukan rahasia lagi bahwa sentimen kepada Islam terus terjadi di negeri ini, persekusi para ustadz, mengkriminalisasi ajaran dan simbol-simbol Islam membuat umat muslim yang merupakan umat mayoritas merasa jenuh. Hadirnya sosok calon pemimpin baru seolah menjadi harapan akan adanya perubahan. Majunya Prabowo sebagai lawan bagi pertahana yang memfigurkan diri berjalan bersama dengan umat berhasil menarik simpati dari umat Islam diwakili sejumlah Ulama lewat ijtimanya yang menyatakan dukungan kepada Prabowo.

PA 212 juga sempat meminta kepada Prabowo untuk membawa Imam Besar FPI kembali ke tanah air semasa ia mencalonkan diri. Tapi hari ini masyarakat memahami bahwa Prabowo harus menjalankan visi-misi Presiden Joko Widodo (Jokowi).

“Prabowo sudah banyak janji kepada umat. Apalagi, ia pernah berjanji akan tenggelam bersama rakyat yang memilihnya,” ungkap Juru Bicara PA 212.

Namun kini, umat Islam kembali gigit jari. Sosok yang digadang mampu membawa perubahan, menjaga ulama dan melindungi aktivitas dakwah Islam justru terlihat mesra merapat kepada penguasa. Alih-alih berjuang bersama umat Islam dan mewujudkan perubahan, berjuang lewat jalan konstitusi, umat justru dikhianati, demokrasi terbukti bohong lagi.

“Tak ada kawan dan tak ada lawan yang abadi, yang abadi adalah kepentingan” 

Begitu pepatah menggambarkan dunia politik hari ini. Politik demokrasi yang katanya dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Nyatanya rakyat hanya dijadikan sebagai alat untuk meraih kekuasaan. Terbukti setelah berhasil memecah rakyat pada masa kampanye lalu, menjadi dua kubu yang berseteru sebab membela calon presidennya, justru pil pahit yang harus ditelan. Sebab kedua kubu itu kini berjalan beriringan. Begitulah karakter demokrasi, hanya berasaskan pada manfaat. Memandang politik sebatas jalan meraih kekuasan. Tabiat demokrasi memisahkan agama dengan aturan kehidupan, tidak mengherankan bila segala cara dilakukan meski harus melawan prinsip, berkoalisi degan pihak lawan. Asal bisa duduk manis di atas kursi jabatan.

Kekuasaan adalah Amanah

Demokrasi Sekuler seringkali tampil dengan wajah menawan, memberikan harapan manis seolah segala keinginan yang ada dalam benak umat akan terpenuhi olehnya. Padahal sejatinya sistem kompromi ini penuh taktik dan trik. Siapapun yang mau merasakan lezatnya harus mau ikut dalam aturan mainnya. Diplomasi ala politik demokrasi memaksa setiap orang yang berambisi rela melepas idealismenya, meski ia seorang muslim.

Dalam Islam politik adalah tentang mengemban amanah. Islam memandang politik sebagai paket lengkap pemancaran Akidah Islam. Siyasah atau politik didalam Islam adalah tentang “ri’ayah suunil ummah” yakni mengurusi urusan umat. Islam tidak memandang politik sesempit urusan jabatan dan kekuasaan. Melainkan bagaimana seorang penguasa mampu mengemban amanah dalam mengayomi dan memelihara umat. Tanggung jawab kepemimpinan tak terbatas pada urusan dunia, tetapi lebih jauh lagi. Tentang keterikatan iman, ketaatan kepada Allah SWT.

“Dunia adalah ladang akhirat. Agama tidak akan sempurna kecuali dengan dunia. Kekuasaan dan agama adalah kembaran. Agama adalah tiang sedangkan penguasa adalah penjaganya. Bangunan tanpa tiang akan roboh dan apa yang tidak dijaga akan hilang. Keteraturan dan kedisiplinan tidak akan terwujud kecuali dengan keberadaan penguasa” (Imam Al Ghazali)

Begitu ungkapan Imam Al Ghazali, menggambarkan agama dan kekuasan bagai dua hal yang tak dapat dipisahkan.

Allah SWT berfirman:

“Sungguh, Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia hendaknya kamu menetapkannya dengan adil. Sungguh, Allah sebaik-baik yang memberi pengajaran kepadamu. Sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Melihat. Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan ulil amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu, lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS. An-Nisa’ [4] : Ayat 58-59)

Amanah hanya akan diserahkan kepada orang adil, yaitu orang yang hanya akan menjadikan Alquran dan sunnah Nabi SAW sebagai pedoman dalam menjalankan kekuasaan. Seseorang yang menjadikan keridhoan Allah saja sebagai tujuannya. Karenanya ia paham memposisikan diri sebagai pelayan bagi umat. Tanggung jawabnya membawa umat untuk bertakwa pada syariah.

Tak ada koalisi yang bersifat melukai. Sebab didalam Islam politik adalah tentang menjalankan kehidupan berdasarkan nilai-nilai syariat yang agung. Maka sudah semestinya bagi seorang muslim untuk menyandarkan harapan hanya kepada Islam. Agama paripurna yang memiliki solusi dalam meriayah. Segala permasalahan kehidupan, stigma negatif pada Islam dan kepincangan peradilan hukum di negeri ini hanya bisa disingkirkan melalui penegakkan syariat Allah.

Islam menawarkan solusi bukan sebatas janji. Tak akan kecewa seorang muslim yang menaruh harapannya pada ketaatan.[]

Oleh : Mala Hanafie

 

About Author

Categories