Distopia Orwell dan Kode Keras untuk Indonesia
MUSTANIR.net – George Orwell menyajikan sebuah distopia politik dalam novelnya yang berjudul Nineteen Eighty-Four. Sulit rasanya membayangkan bahwa kita hidup di dalam dunia yang disajikan Orwell dalam novelnya tersebut. Bercerita tentang Winston Smith yang hidup dalam sebuah superstate bernama Oceania yang pernah porak-poranda akibat perang yang berkepanjangan.
Oceania menganut sistem satu partai, dengan Ingsoc (English Socialism) sebagai partai satu-satunya yang berkuasa di Oceania. Pemimpin Ingsoc dikenal sebagai Big Brother yang tidak diketahui apakah dia adalah tokoh rekaan partai atau benar-benar ada. Jelasnya Big Brother digambarkan sebagai sosok yang selalu mengawasi lewat telescreen yang ada di tiap ruangan termasuk di kamar tidur Winston dan tempat-tempat publik (kantor, cafe, bar dan bioskop).
Struktur masyarakat Oceania terbagi atas tiga kelas:
Kelas pertama, Inner Party yaitu kader-kader dalam partai atau biasa disebut sebagai The Party. Merekalah yang memerintah, menentukan kebijakan, mengawasi dan menghukum. Mereka menguasai seluruh aspek kehidupan masyarakat di bawahnya pada semua level.
Kelas berikutnya adalah kelas Outer Party atau kelas menengah yang dikendalikan sepenuhnya oleh partai. Sepenuhnya dalam artian bahwa kelas ini dikendalikan pikiran, perasaan, dan gerak geriknya demi kepentingan partai. Mereka dipekerjakan sebagai buruh yang bertugas sebagai pegawai administratif atau bagian teknis pelaksana kebijakan partai. Winston adalah salah satu yang termasuk pada kelas ini.
Kelas terakhir adalah The Proles, mereka hidup sebagai buruh kasar untuk industri-industri Oceania. Mereka hidup sangat memprihatinkan. Tapi mereka sedikit beruntung karena mereka tidak diawasi sedemikian ketat oleh partai. Partai menjaga mereka tetap bodoh dengan menyajikan kesenangan-kesenangan (prolefeed) seperti olahraga, judi, pornografi, pelacuran, alkohol, dan zat adiktif. Sehingga kekuatan proletar tidak menjadi ancaman berarti bagi partai.
Winston bekerja pada Newspeak, sebuah subbagian dari Ministry of Truth (Minitrue) yang bertugas untuk mengoreksi segala bentuk propaganda partai (berita, seni, dan hiburan), termasuk mengoreksi tata-bahasa, diksi, termasuk merekonstruksi sejarah. Inilah kunci dari pengendalian masyarakat Oceania. Minitrue melakukan distorsi terhadap sejarah (termasuk menghilangkan tokoh-tokoh pemberontak dari sejarah), melarang cetakan-cetakan yang bertentangan dengan ideologi negara, merevisi kamus, dan sebagainya.
Kelas menengah atau Outer Party merupakan sasaran pengawasan partai. Merekalah yang berpotensi menimbulkan pemberontakan, karena mereka terdidik. Telescreen yang menampilkan wajah Big Brother yang mengawasi dipasang di mana-mana. Helikopter dan polisi yang setiap saat berpatroli. Oceania adalah betul-betul sebuah “superstate under the CCTV and drones”.
Winston termasuk salah satu pribadi yang memberontak terhadap partai. Namun pemberontakannya itu bukan merupakan pemberontakan bersenjata dan berdarah-darah. Di bawah kontrol ketat partai, satu-satunya yang bisa dilakukan oleh Winston adalah dengan tidak mematuhi aturan partai. Winston bertemu dengan Julia, seorang wanita Outer Party. Julia adalah seorang yang pragmatis dan hanya berusaha hidup untuk hari ini. Dalam taraf tertentu, Julia adalah seorang pemberontak juga. Namun, tidak seperti Winston yang memikirkan kebebasan masyarakat secara keseluruhan, Julia malah memikirkan bagaimana caranya mendapatkan kesenangan pribadi tanpa harus tertangkap oleh polisi. Winston kemudian jatuh cinta kepada Julia (ini sudah merupakan kejahatan luar biasa) yang kemudian menghianatinya dan menuntunnya pada kekejaman Minitrue.
Thoughtcrime
Sebagai novel pasca apokaliptik, Nineteen Eighty-Four menyajikan cerita dengan latar belakang dunia pasca perang besar, di mana masyarakat dikonstruk kembali oleh kekuatan-kekuatan besar yang tersisa. Partai Ingsoc mencoba memperoleh kekuasaan tidak terbatas atas masyarakatnya semata-mata demi kekuasaan itu, bukan demi motif lainnya.
Bagaimana partai dapat memperoleh kekuasaan itu? Mereka mengendalikan masyarakat, orang per orang. Capaian mereka bukan hanya pengendalian fisik melalui kepatuhan dan kedisiplinan, melainkan juga melalui pikiran dan perasaan. Penderitaan adalah satu-satunya cara partai untuk mengendalikan manusia.
Oleh karena itu, bentuk kejahatan pertama yang akan ditindak oleh partai adalah kejahatan pikiran (thoughtcrime). Kejahatan pikiran adalah tindakan kriminal (berpikir) di luar jalur yang sudah ditentukan oleh partai. Kejahatan ini termasuk mempertanyakan dan meragukan segala hal yang berkaitan dengan eksistensi partai berkuasa. Partai berkuasa melihat bahwa pemikiran adalah sumber pemberontakan, oleh karena itu segala sarana yang bisa memantik pemikiran di luar jalur partai termasuk sejarah, seni, hiburan, pengetahuan, disensor dan dikendalikan oleh penguasa, termasuk sebuah buku karangan Emmanuel Goldstein.
Winston mendambakan sebuah dunia di mana orang bisa bebas untuk berfikir di luar jalur penguasa. Sebagaimana yang dia tuliskan dalam catatan rahasianya, “Freedom is the freedom to say that two plus two make four. If that is granted, all else follows.” Selain mendambakan itu, Winston juga jatuh cinta terhadap Julia, di mana jatuh cinta merupakan kejahatan luar biasa di Oceania. Ingsoc memiliki program untuk memutus habitus berpikir dan berperasaan dengan cara menghilangkan hubungan kekeluargaan.
Doublethink
Winston dan Julia kemudian ditangkap oleh thoughtpolice (thinkpol). Winston kemudian dibawa ke Ministry of Love (Miniluv) untuk disiksa. Winston harus dibebaskan dari pemikirannya yang bertentangan dengan jalur partai hanya melalui kekerasan dan penyiksaan. Algojo yang menyiksa Winston merupakan salah satu anggota Inner Party bernama O’Brien.
Proses penyiksaan ini bertujuan untuk melatih kemampuan doublethink Winston. Doublethink sendiri adalah:
“…kemampuan memegang dua keyakinan yang saling bertentangan dalam pikiran seseorang secara bersamaan, dan menerima keduanya. Intelektual partai tahu ke arah mana ingatannya harus diubah; karena itu ia tahu bahwa ia bermain tipuan dengan kenyataan; tetapi dengan latihan dari keraguan, dia juga memuaskan dirinya sendiri bahwa kenyataan tidak dilanggar. Prosesnya harus sadar, atau tidak akan dilakukan dengan ketepatan yang cukup, tetapi juga harus tidak disadari, atau akan membawa perasaan kepalsuan dan karenanya bersalah.”
Partai mengetahui dengan pasti bahwa untuk menguasai masyarakat, realitas itu perlu didistorsi. Melalui hegemoninya, Ingsoc melakukan distorsi kenyataan lewat proses kekerasan dan penderitaan seperti pada Winston. Sambil disiksa dengan cara-cara inkuisi Spanyol, Winston diinterogasi dan secara psikologis karakternya dimatikan. Dia dipaksa untuk mempercayai dan ‘mengamini’ apa pun kata partai termasuk jika dua ditambah dua sama dengan tiga atau lima, atau bisa saja keduanya secara bersamaan, asalkan itu demi kepentingan partai.
Winston akhirnya dipaksa untuk menerima dua buah kenyaataan yang kontradiktif secara bersamaan, sebagaimana masyarakat Oceania juga demikian. Letak masalah adalah alam pikir manusia. Mereka bisa mengontrol Winston dan Oceania karena mereka menguasai pikiran. Realitas ada di dalam pikiran, sementara material itu bisa diubah seturut pikiran.
Sebenarnya doublethink ini tergambar dalam hampir keseluruhan cerita. Misalnya ideologi partai Ingsoc, English Socialism, di mana pada praktiknya partai Ingsoc tidak menjalankan prinsip-prinsip sosialisme, malahan menjalankan sebuah sistem pemerintahan Oligarchical-Collectivism, di mana semua aspek negara diatur dan dikusai oleh sebagian kecil elit partai, sehingga dapat dikatakan sebagai, sebuah kelas berkuasa yang menjalankan kekuasaannya secara totaliter.
Demikian halnya dengan nama-nama kementrian Oceania, Ministry of Peace (Minipax) yang menyelenggarakan perang berkepanjangan (perpetual war) dengan dua superstate lainnya, Eastasia dan Eurasia. Sementara Ministry of Plenty berurusan dengan logistik pangan negara, yang secara berkala memberitakan kenaikan ransum dan peningkatan kesejahteraan, tetapi pada kenyataannya, terjadi pemotongan rangsum, dan penurunan kesejahteraan.
Ministry of Truth berkaitan dengan berbagai macam penyensoran terhadap berita dan sejarah, serta menyampaikan kebenaran sesuai dengan keinginan partai. Ministry of Love berhubungan dengan pengawasan, penangkapan, penyiksaan, dan berusaha merubah pembangkang menjadi penurut melalui cara-cara kekerasan dan siksaan psikologis.
Kode Keras
Meskipun novel ini adalah karya fiksi, namun Orwell terinspirasi oleh banyak kejadian nyata dalam perpolitikan dunia pada waktu itu (kurun waktu Perang Dunia I dan Perang Dunia II). Orwell sebenarnya mengalamatkan kritikannya kepada pemerintahan USSR di bawah Stalin yang kontra revolusi, opresif, dan sangat birokratis. Tokoh Goldstein yang dulunya merupakan anggota Inner Party sebenarnya adalah Leon Trotsky yang diasingkan oleh Stalin kemudian dibunuh karena melakukan perlawanan terhadap kebijakan Stalin. Orwell mengambil peristiwa masa lalu untuk menceritakan masa depan.
Bagaimana dengan kita di Indonesia saat ini? Justru distopia politik Orwell ini paling tidak jika tidak mau disebut sudah terjadi, sedang mengarah ke sana, ke arah pemerintahan birokratis yang opresif. Meskipun di Indonesia ada banyak partai politik, namun akhirnya mereka semua hampir sama, hanya mementingkan golongan mereka saja.
Terdapat juga tiga lapisan masyarakat, pertama yaitu mereka yang memerintah, yang jumlahnya paling sedikit tetapi menghabiskan anggaran yang besar. Mereka inilah kelas penguasa yang berusaha mempertahankan kekuasaannya dengan cara apapun.
Kemudian lapisan ke dua, yaitu kelas menengah. Mereka ini sering diidentikkan dengan kaum terpelajar (mahasiswa, siswa, murid, guru, dosen, peneliti, dan segala profesi yang menuntut seseorang untuk berilmu dan berpengetahuan atau berijazah). Mereka inilah obyek pengawasan pemerintah karena mereka ‘berpotensi’ untuk melawan. Oleh karena itu, sebisa mungkin lingkaran perlawanannya itu diperkecil, kalau bisa jangan ada perlawanan sedari pikiran (thoughtcrime).
Makanya jangan heran, bahwa akhir-akhir ini terjadi beberapa kasus penyitaan buku-buku. Pemerintah sadar, bahwa sarana untuk berpikir kritis, seperti buku-buku harus dimusnahkan jika hendak mengendalikan kelas menengah ini. Bahkan tindakan anti-Gutenberg ini malah mendapat dukungan dari oknum-oknum yang seharusnya tidak anti-Gutenberg, seperti misalnya pustakawan.
Lapisan terakhir, yaitu yang paling banyak adalah rakyat jelata. Mereka ini sebenarnya jika bersatu merupakan kekuatan yang besar. Tetapi, kekuatan itu ditidurkan lewat berbagai macam asupan (prolefeed) yang bikin ngantuk, atara lain hiburan yang tidak sehat (judi, pornografi, tayangan-tayangan rendahan di televisi–termasuk drama politik), olahraga yang dipolitisasi, zat adiktif dan alkohol, dan segala macam yang menyangkut kesenangan massa.
Secara tidak langsung juga kita dipaksa untuk menerima doublethink. Sebagai negara dengan sistem demokrasi kita dicekoki selalu bahwa negara akan melindungi hak-hak sipil warganya terutama yang menyangkut hak berkumpul, berekspresi dan berpendapat, tetapi di saat yang bersamaan terjadi pemberangusan terhadap agama, pelarangan diskusi-diskusi, pembubaran paksa demonstarsi-demonstrasi, pelemahan terhadap lembaga mahasiswa.
Negara menuntut kita untuk bermoral dan mengikuti Pancasila sebagai kaidah kehidupan berbangsa dan bernegara. Tetapi, di saat yang bersamaan negara juga membiarkan berbagai macam stasiun televisi swasta menayangkan tontonan-tontonan yang bertolak belakang dengan moralitas dan Pancasila. Kita dipaksa untuk merima keduanya sekaligus dan menganggapnya sebagai kebenaran karena itu titah negara.
Mungkin agak berlebihan dan reduksionis penggambaran mengenai Indonesia yang beragam ini. Namun, Orwell mengirimkan kode keras dari masa lalu untuk kita agar belakangan ini semakin waspada dan mawas diri. Kontradiksi sudah banyak terjadi. Tetapi belum mencukupi untuk menggerakkan sebuah aksi massa. Bangunan bawah belum goyang, sehingga bangunan atas masih tegap. Perut masih kenyang, sehingga mata masih mengantuk. Mungkin sebentar lagi menuju ke sana. []
Sumber: Ign. Priyono, HI FISIP Unhas