Gerakan Yahudi Dönmeh dan Cita-cita Negara di Palestina

MUSTANIR.net Dönmeh secara epistemologi berasal dari bahasa Turki yaitu ‘dunamak’ yang artinya kembali, balik (murtad). Dönmeh berarti pula berkarakter plin-plan. Dalam konteks pemahaman agama, Dönmeh adalah mazhab yang didirikan oleh seorang yang bernama Sabbatai Ẓevi. Dönmeh dalam konteks politis adalah kelompok Yahudi-muslim yang mempunyai eksistensi politis sendiri secara khusus. Jika dikatakan Yahudi Dönmeh maka mereka adalah orang-orang Yahudi yang bermukim di negeri-negeri Islam, terkhusus mereka yang pada sekitar abad ke 17 Masehi menempati kawasan Salonika. Namun pemerintahan Utsmani memberi istilah Dönmeh kepada mereka karena menganggap mereka adalah orang-orang yang dari ajaran agama Yahudi kembali kepada Islam. Istilah Dönmeh yang pada akhirnya dilekatkan kepada mereka kelompok Yahudi Andalusia yang meminta perlindungan kepada Utsmani dengan berpura-pura memeluk Islam.

Ada pemahaman di kalangan Yahudi pada saat itu bahwa di sekitar tahun 1648 M akan muncul al Masih al Muntandzhir. Al Masih ini dipercaya akan muncul memimpin orang-orang Yahudi sedunia sekaligus memimpin dunia di bawah naungannya, dan al Quds atau Palestina akan menjadi pusat ibukota pemerintahan Yahudi ini. Sabbatai Ẓevi menunggangi kepercayaan itu dan menyatakan bahwa al Masih tersebut adalah dirinya dan ia mendapatkan dukungan dari kalangan masyarakat Yahudi. Dukungan yang kuat datang dari kelompok Yahudi di Palestina, Mesir, mereka yang berada di kawasan Eropa Timur. Perlahan gerakan ini mendapat dukungan semakin kuat dari Yahudi di seluruh pelosok negeri. Bahkan yang semakin memperkuat adalah mereka dari kalangan para kapitalis yang ditunggangi misi politik dan ekonomi. Hinggga akhirnya gerakan ini masif hampir ke seluruh daratan Eropa. Kalangan Yahudi yang datang dari daerah Adrianopel, Sophia, Yunani dan Jerman. Mereka datang sebagai delegasi yang datang ke Izmir. Sabbatai Ẓevi menemui mereka dan di sana mereka memberi gelar kepada Sabbatai sebagai ‘Malik al Mulk’ yang berarti ‘Raja Diraja’.

Gerakan yang Sabbatai Ẓevi lakukan lebih kental dengan nuansa politis dibanding dengan misi agama. Sabbatai membagi dunia ini menjadi 38 bagian, di setiap bagiannya ia tentukan seorang raja untuk mewujudkan kerja-kerja misi gerakan Yahudi Dönmeh ini. Hal tersebut adalah langkah awal untuk mewujudkan ambisinya menguasai dunia secara keseluruhan. Ia terobsesi dengan kekuasaan Nabi Sulaiman a.s bahkan dengan lantang ia mengatakan bahwa dia adalah keturunan Sulaiman bin Daud penguasa manusia dan Sabbatai akan menjadikan al Quds Sebagai istana kerajaannya.

Semakin hari semakin menjadi-jadi pemimpin gerakan ini membuat pemerintah Utsmani menjadi risih. Sabbatai Ẓevi menyebut dirinya dalam khutbah-khutbahnya sebagai ‘Sultan Saladin’ dan juga bahkan menyebut dirinya adalah ‘Sulaiman bin Daud’. Sontak kalangan pendeta-pendeta pun resah dengan ulahnya itu. Hingga para pendeta ini menyampaikan yang menjadi keresahannya kepada pihak pemerintah Utsmani. Mereka mengadukan bahwa Sabbatai diam-diam melakukan gerakan pemberontakan sebagai salah satu jalan untuk meraih mimpinya mendirikan pemerintahan Yahudi di Palestina.

Pemerintah Utsmani melalui menterinya yang dikenal dengan ketegasannya yaitu Ahmad Koburolo memerintahkan untuk menangkap pemimpin gerakan Sabbatean itu. Maka dijebloskanlah Sabbatai Ẓevi ke dalam penjara. Setelah 2 bulan di dalam penjara, Sabbatai dipindahkan ke sebuah benteng di Semenanjung Gallipoli, daerah yang dekat dengan Selat Dardanella. Walaupun dipenjara, pengaruhnya tak terbendung. Yahudi dari berbagai negeri senantiasa berkunjung untuk menemui Sabbatai Ẓevi di penjara. Sultan Utsmani memberikan izin kepada istri dan sekretaris pribadi. Akhirnya penjara seperti bukan penjara saja. Akhirnya Sabbatai diadili di Adrianopel. Dalam masa proses pengadilan, Sultan membentuk dewan ilmiah administratif yang diketuai oleh Wakil Perdana Menteri Utsmani. Ulama besar yang ikut menjadi bagian dari dewan ilmiah ini adalah Muhammad Afandi Wanali yang juga menjabat sebagai imam istana.

Di dalam pengadilan hakim bertanya kepada terdakwa Sabbatai Ẓevi, “Kau menyatakan dirimu adalah al Masih. Maka perlihatakanlah pada kami mukjizatmu. Kami akan melepas pakaianmu dan kami arahkan anak panah yang akan dilakukan oleh pemanah hebat ke tubuhmu. Jika anak panah tidak menyentuh tubuhnmu, sultan akan menerima pengakuanmu.” Pertanyaan hakim ini merupakan sebuah tantangan kepada Sabbatai Ẓevi sekaligus strategi membongkar kebohongan Sabbatai Ẓevi. Sabbatai menolaknya dan dia mengaku bahwa itu adalah fitnah. Hakim pun membuat keputusan untuk membebaskan Sabbatai Ẓevi dan menawarkan kepadanya untuk masuk ke dalam Islam menjadi seorang muslim. Sabbatai pun masuk Islam dan mengganti namanya menjadi Muhammad Aziz Afandi. Setelah masuk Islam, ia meminta izin kepada sultan untuk mengajak orang-orang Yahudi mengikuti langkahnya masuk ke dalam agama Islam, dan sultan pun memberikan izin. Izin ini lambat laun diselewengkan. Alih-alih mengajak Yahudi masuk ke dalam Islam, namun yang dilakukannya adalah semakin gencarnya ia mengajak orang-orang untuk mengimani bahwa dirinya adalah al Masih. Bahkan ia menyerukan betapa pentingnya kesatuan di kalangan Yahudi. Secara penampilan luar, ia mengaku dan menampikan diri seolah-olah sebagai orang Islam. Namun secara hakikat mereka memendam keimanan Yahudi dengan penyelewengan kesesatannya. Di depan orang-orang Utsmani, mereka menampakkan keshalihan dan ketakwaan. Namun secara diam-diam mereka bekerja dengan gigih dalam kerangka gerakan Zionisme.

Pada akhirnya pemerintah Utsmani tidak tinggal diam atas apa yang dilakukan oleh Sabbatai Ẓevi. Dan memberikan perintah untuk menangkap kembali Sabbatai Ẓevi. Sabbatai Ẓevi tertangkap basah bersama beberapa pengikutnya di Quri Jasyimah. Dalam tempat peribadatan mereka sedang memakai pakaian Yahudi dan dikelilingi oleh perempuan yang sedang menenggak minuman keras dan menyanyikan lagu-lagu ruhani Yahudi serta di dalamnya dibacakan Mazmur. Setelah ditangkap, karena khawatir jika Sabbatai dipancung maka para pengikutnya di Spanyol mungkin akan melakukan khurafat dengan memercayai bahwa Sabbatai Ẓevi telah diangkat ke langit sebagaimana yang terjadi pada Isa bin Maryam, Sabbatai Ẓevi pun dihukum dengan cara dibuang ke Dulasajanu, sebuah kota di Albania. Hal ini dilakukan ketika musim panas pada tahun 1673 M. Akhirnya ia meningggal di tempat itu setelah 5 tahun berada di tempat pembuangan. Namun aqidah Sabbatean ini terus hidup di dalam kelompok Salonika (sebuah wilayah yang sekarang menjadi bagian Yunani Timur). Pengikutnya senantiasa memegang aqidah ini dan semakin liar dalam melakukan makar-makar, fanatisme, dan melakukan berbagai tindakan yang bertentangan dengan moral manusia. Jumlah mereka semakin bertambah hingga mencapai 50.000 dan mereka senantiasa merongrong kehilafahan Utsmani pada saat itu.

Sabbatai Ẓevi membentuk aqidah Dönmeh dalam 18 materi. Di materi yang ke 16 dan ke 17 sangat terlihat sisi kejahatan mereka. Materi tersebut berisi tentang kewajiban orang-orang Dönmeh untuk senantiasa mengikuti adat dan kebiasaan orang Turki bahkan mereka rela untuk ikut berpuasa pada bulan Ramadhan. Tindakan ini dilakukan demi meminimalisir kecurigaan terhadap gerakan mereka. Namun di materi yang ke 17, mereka dilarang dengan keras untuk menikah dengan orang Turki (kaum muslimin).

Sabbatai Ẓevi adalah Yahudi yang memelopori kepercayaan gerakan untuk kembalinya orang-orang Bani Israel ke Palestina. Maka dalam konteks cita-cita mereka untuk menempati Palestina bisa dikatakan bahwa ini adalah misi politik bukan hanya misi keagamaan. Begitu jelas secara politis mereka berkehendak menduduki bahkan ingin menjadikan al Quds sebagai pusat kendali pemerintahan mereka.

Gerakan ini mempunyai peran besar dalam menghancurkan tatanan masyarakat Utsmani. Mereka senantiasa menyerukan kekufuran berupa pemikiran-pemikiran sesat yang aneh. Mereka senantiasa mengajak penghapusan jilbab wanita-wanita muslimah. Mereka pun menyerukan free-sex laki-laki dan perempuan di sekolah-sekolah. Pemikiran-pemikiran mereka banyak memengaruhi kalangan muda Utsmani. Mereka pun memainkan peran dalam mendukung setiap kekuatan yang memusuhi Sultan Abdul Hamid II. Mereka meracuni pemikiran perwira militer muda. Mereka memegang kekuatan media dengan menguasai koran dan jurnal. Mereka pun masuk dengan menyusup mencengkeram perekonomian dan sektor-sektor lain dalam tubuh pemerintahan Utsmani.

Mereka pun melakukan kerjasama dengan para anggota senior Freemasonry untuk menyingkirkan Sultan Abdul Hamid II dari kursi pemerintahan. Akhirnya dibuatlah skenario perpecahan di kalangan militer. Dengan menggunakan istilah-istilah seperti demokrasi, kemerdekaan, kebebasan, dan gerakan anti terhadap Abdul Hamid II yang mereka anggap sebagai pemerintah yang diktaktor. Namun di sisi yang sebenarnya bahwa Abdul Hamid II adalah penghalang bagi mereka untuk berhijrah ke Palestina. Karena sepanjang pemerintahan Sultan Abdul Hamid II tak ada kata kompromi terkait urusan itu.

Maka jelaslah hari ini kita menyaksikan berdirinya negara Israel di atas tanah Palestina. Ini adalah merupakan salah satu bagian yang tak lepas dari bagian manifesto keberhasilan gerakan mereka. Ironi dan sangat menyesakkan dada realita yang terjadi adalah sudah tak terbantahkan lagi bahwa hari ini kita telah kehilangan jumlah nyawa umat muslim yang sangat banyak di sana yang telah syahid digempur oleh Israel dari generasi ke generasi.

Gerakan Yahudi Dönmeh tidak hanya berhenti di situ. Setelah meruntuhkan khilafah dan mendirikan Israel di Palestina, mereka senantiasa melakukan gerakan yang menjadi cita-cita Sabbatai Ẓevi yang kemudian pengaruh ini dikenal dengan Sabbatean. []

Sumber: Haerudin Muhammad Zain

About Author

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Categories