
Generasi Muda Muslim Perlu Meningkatkan Kecerdasan Ideologis
MUSTANIR.net – Rektor UINSA Surabaya Profesor Akhmad Muzakki menyatakan, dalam dunia politik modern, “penjualan” ideologi agama tidak lagi efektif. Menurutnya, ideologi yang relevan sekarang adalah ideologi kesejahteraan, bukan ideologi agama (13-8-2023).
Pasalnya, generasi saat ini tidak merasakan masa lalu, imbuhnya, seperti masa penjajahan dan sebagainya. “Generasi sekarang memiliki pandangan positif tentang masa depan. Pada 2024, partai politik atau politisi yang mampu memberikan jaminan peningkatan kesejahteraan akan mendapatkan dukungan mereka,” jelasnya.
Absurd
Pengamat politik dan generasi Endiyah Puji Tristanti menegaskan, ini pernyataan absurd. “Generasi muda muslim perlu kritis dan meningkatkan kecerdasan ideologisnya supaya tidak ikut terseret dalam distraksi pemikiran politik kaum intelektual generasi tua yang telah terkooptasi pemikiran sekuler,” pesannya kepada redaksi MNews pada Selasa (22-8-2023).
Apabila yang dimaksud ideologi agama adalah ideologi Islam, lanjutnya, maka selama ini di Indonesia belum ada partai politik intraparlemen yang mengampanyekan ideologi Islam.
Jadi, yang lebih absurd itu, tuturnya, menawarkan ideologi kesejahteraan sebagai pengganti kampanye ideologi agama. Menurutnya, menawarkan gagasan ideologi kesejahteraan lebih tepat dimaknai sebagai sikap malu-malu mengakui bahwa ideologi sekuler kapitalisme telah nyata-nyata menyebabkan hilangnya harapan kesejahteraan masyarakat dunia.
“Kapitalisme gagal mewujudkan kesejahteraan, ini fakta! Para akademisi pengemban ideologi kapitalisme merasa malu mengakui kegagalan sistem dan ideologi yang mereka puja,” paparnya.
Lagi pula, imbuhnya, parpol itu selama ini hanya bisa mengampanyekan janji kesejahteraan kepada generasi tua. Kesulitan ekonomi generasi muda sekarang, terangnya, karena kegagalan parpol memenuhi janji-janji politiknya di masa lalu untuk mewujudkan kekuasaan yang berkhidmat kepada rakyat. Jadi, simpulnya, bagaimanapun kesulitan ekonomi generasi tua tetap akan dialami juga oleh generasi muda, sebab kegagalan ekonomi bersifat ideologis dan sistemis.
“Nah, parpol kontestan pemilu yang menghindari mempersoalkan ideologi yang diterapkan negara, bahwa memang negara menerapkan ideologi kapitalisme, mustahil bisa menghadirkan kepada generasi muda model ideologi yang bisa menyejahterakan. Ujungnya gimmick,” tegasnya.
Distraksi Pemikiran Politik
Endiyah mengungkapkan, pemikiran semacam ini merupakan distraksi pemikiran politik. “Narasi bahwa ideologi agama tidak lagi efektif dan ideologi kesejahteraan yang relevan, ini narasi yang menunjukkan ambyar-nya kadar intelektualitas. Terjadi distraksi pemikiran politik yang sangat jauh pada sebagian intelektual muslim,” ungkapnya.
Sebagian kaum intelektual muslim kehilangan objektivitas, tuturnya, saat merespons kegagalan sistem ekonomi kapitalisme dalam mewujudkan kesejahteraan bagi dunia. “Terutama intelektual dan akademisi yang telah terkooptasi ideologi Barat sekuler. Mereka tidak pernah mengkritik sistem ekonomi kapitalisme yang sedang diterapkan, padahal ideologi kapitalisme yang menghasilkan kemiskinan, kelaparan, pengangguran dan penderitaan masyarakat dunia,” tambahnya.
Sebaliknya, ia menyatakan, para akademisi itu justru menghujat ideologi Islam. Menurutnya, Islam direndahkan, tidak punya kemampuan menyelesaikan berbagai masalah dunia yang diciptakan oleh kapitalisme. “Padahal, saat ini ideologi dan sistem Islam tidak diterapkan. Bahkan, ideologi Islam dihalangi, tidak diberi ruang untuk diterapkan dan didakwahkan di tengah umat,” kritiknya.
Sikap pengingkaran terhadap Islam sebagai ideologi dan sikap menghamba pada ideologi Barat inilah, tegasnya, yang membawa mereka bersikap tidak adil terhadap Islam ideologi dan politik yang semestinya menjadi keyakinannya.
Kepentingan Elektoral
Endiyah menganggap ini hanya merupakan kepentingan elektoral. “Penolakan ideologi agama untuk meraup suara pemuda disebabkan saat ini agama dianggap sudah tidak punya daya tarik, generasi muda lebih memerlukan kesejahteraan daripada agama. Ini menampakkan dua kondisi yang sangat buruk,” jelasnya.
Pertama, terangnya, menggambarkan bahwa ideologi Islam sudah tidak memiliki makna penting bagi generasi muda, padahal Islam adalah way of life. “Generasi tanpa visi ideologi pasti tergelincir di masa depan. Negara yang mereka bangun selamanya hanya akan menjadi negara pengekor kehilangan kemandirian,” cetusnya.
Ke dua, imbuhnya, Islam hanya menjadi alat politik elektoral bagi partai politik sekuler. Agama dianggap penting bila menguntungkan secara politik, ulasnya, sebaliknya agama dikriminalisasi apabila tidak menghasilkan keuntungan bagi para kriminal politik. “Selanjutnya berlaku untuk para ulama, pesantren, masjid, dan sumber daya Islam lainnya seperti zakat, wakaf, dan sebagainya. Semua itu diperhatikan oleh parpol hanya menjelang pemilu. Selebihnya dicampakkan,” tukasnya.
Begitu buruknya pemikiran sekularisme dan politik sekuler itu, jelasnya, generasi muda muslim perlu diingatkan agar menjauhi politik sekuler, politisi sekuler, parpol sekuler, dan pemikiran sekularisme. “Generasi muda muslim perlu diajak untuk memahami politik Islam agar tidak mengikuti jejak intelektual dan akademisi yang mabuk sekularisme,” ucapnya.
Kembali kepada Politik Islam
Oleh karena itu, Endiyah mengingatkan semua pihak untuk kembali kepada politik Islam sebagai bentuk memaknai politik secara benar. “Untuk itu, perlu kembali memaknai politik dengan benar. Politik adalah aktivitas mengurusi urusan rakyat yang dilakukan oleh penguasa dan kontrol rakyat terhadap kebijakan penguasa dalam mengurusi rakyat sehingga kesejahtaraan menjadi tanggungjawab penguasa/negara,” paparnya.
Tingginya angka pengangguran muda, contohnya, harus disorot bagaimana kebijakan negara menyediakan lapangan pekerjaan. “Negara bersungguh-sungguh atau berlepas tangan. Apakah negara hanya memberikan gagasan tentang pentingnya bekerja dan entrepreneur muda. Sudahkah negara menyiapkan support sistem dan lingkungan ekonomi yang sesuai Islam. Sudahkan support sistem politiknya menutup celah hegemoni oligarki dan korporasi global sebagaimana desain Islam,” ulasnya.
Intinya, ia menegaskan, intelektual, akademisi kampus dan generasi muda harus dibebaskan dari pemikiran sekularisme. Menurutnya, mereka perlu mendapatkan pembinaan Islam agar mampu meluruskan yang bengkok, dan memperbaiki yang salah.
“Mereka punya amanah memuliakan Islam. Menjelaskan kepada masyarakat tentang cara Islam mengatur kehidupan serta menyelesaikan berbagai persoalan dunia,” tukasnya. []
Sumber: Muslimah News