KPK: Kerugian Kasus BLBI Membengkak Jadi Rp4,5 Triliun

Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyatakan, kerugian negara dalam kasus korupsi BLBI melonjak menjadi Rp4,58 Triliun. | foto: CNN Indonesia


MUSTANIR.COM, Jakarta — Komisi Pemberantasan Korupsi menyatakan kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) kepada Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) milik Sjamsul Nursalim, membengkak menjadi Rp4,58 triliun.

Hal itu diketahui dari hasil audit investigatif yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan telah diterima KPK pada 25 Agustus 2017. Sebelumnya, kerugian negara dalam kasus ini ditaksir Rp3,7 triliun.

“Dari laporan tersebut nilai kerugian keuangan negara sebesar Rp4,58 triliun dari total kewajiban penyerahan aset oleh obligor BLBI kepada BPPN sebesar Rp4,8 triliun,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK, Jakarta, Senin (9/10).

Dalam kasus dugaan korupsi penerbitan SKL BLBI kepada Sjamsul Nursalim ini, KPK telah menetapkan mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung sebagai tersangka. Tindakan Syafruddin itu yang dinilai telah merugikan keuangan negara.

Febri menyatakan, berdasarkan hasil audit investigatif BPK, ditemukan indikasi penyimpangan dalam pemberian SKL kepada BDNI, yakni surat tersebut tetap diberikan meski Sjamsul Nursalim belum menyelesaikan kewajiban utangnya secara menyeluruh.

“SKL diduga diterbitkan, sementara masih ada kewajiban yang harus diselesaikan. Itu lah yang dibahas secara rinci dalam audit investigatif tersebut,” ujarnya.

Febri membeberkan nilai kewajiban yang masih harus diselesaikan Sjamsul Nursalim, sebesar Rp4,8 triliun atas kucuran dana BLBI pada kurun waktu 1998, saat Indonesia dilanda krisis ekonomi.

Total tagihan itu terdiri dari Rp1,1 triliun yang ditagihkan kepada petani tambak, sementara sisanya Rp3,7 triliun tidak dilakukan pembahasan dalam proses restukturisasi oleh BPPN, dan tak ditagihkan kepada bos PT Gajah Tunggal Tbk tersebut.

Namun, kata Febri, setelah dilelang oleh PT Perusahaan Pengelolaan Aset (PPA), aset sebesar Rp1,1 triliun yang dibebankan pada petani tambak hanya bernilai Rp220 miliar. “Sisanya Rp4,58 triliun menjadi kerugian negara,” ujarnya.

Kesulitan Periksa Sjamsul Nursalim

Penyidik KPK masih kesulitan meminta keterangan Sjamsul Nursalim, selaku pihak yang diduga diuntungkan dalam penerbitan SKL BLBI kepada BDNI itu. Dua kali, Sjamsul Nursalim dan Istrinya Itjih Nursalim mangkir dari pemeriksaan lembaga antirasuah.

“Kami sudah melakukan pemanggilan dua kali, namun tidak datang dalam proses pemeriksaan, karena yang bersangkutan berada di luar negeri,” tutur Febri.

Febri menyebut pihaknya saat ini ingin fokus terlebih dahulu menyelesaikan penyidikan terhadap Syafruddin, yang sudah ditetapkan sebagai tersangka. Selain itu, penyidik KPK juga fokus menelusuri aset-aset yang disinyalir berkaitan dengan Sjamsul Nursalim.

“Yang pasti dalam penanganan kasus BLBI ini kita memprioritaskan aset recovery, pengembalian aset yang berasal dari kerugian keuangan negara, untuk itulah penelusuran aset-aset dan penelusuran kekayaan yang terkait dengan kasus ini akan kita lakukan,” katanya. (cnnindonesia.com/10/10/2017)

Komentar:
Mereka para koruptor inilah yang lebih mengancam kedaulatan negara. Merekalah yang layak dikatakan anti pancasila karena perbuatan mereka telah jelas-jelas merugikan negara. []

About Author

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Categories