MUI Meminta Program BPJS Disesuaikan Dengan Prinsip Syariah

kh-maruf-amin-mui-300x87

MUI Meminta Program BPJS Disesuaikan Dengan Prinsip Syariah

Mustanir.com – Pemerintah sudah berupaya meningkatkan kemudahan bagi masyarakat mengakses fasilitas kesehatan. Salah satunya, dengan menerbitkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN) dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Badan Penyelengaraan Jaminan Sosial ( UU BPJS).

Namun demikian, menurut Wakil Ketua Umum MUI, KH. Ma’ruf Amin, kebijakan pemerintah tersebut masih perlu pengkajian lebih jauh dari tinjauan syariat Islam. Apakah konsep dan praktik BPJS Kesehatan yang dilandasi perundang-undang itu telah memenuhi prinsip syariah. “Jika belum, para ulama akan memberikan solusi agar BPJS Kesehatan bisa memenuhi prinsip syariah,” kata Ma’ruf kepada MySharing, di kantor MUI Pusat Jakarta, Selasa (23/6). Seperti dilansir mysharing.

Menurut Ma’ruf, misalkan jika ditinjau dari perpesktif ekonomi Islam dan fikih muamalah.Jika merujuk pada fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI), ada beberapa literatur. Yakni apa yang dijalankan BPJS Kesehatan belum dirasa mencerminkan konsep ideal jaminan sosial dalam Islam.

Ma’ruf pun mencontohkan, dalam hal keterlambatan pembayaran iuran pada pekerja penerima upah. Dalam hal ini, peserta BPJS Kesehatan dikenakan denda administratif sebesar dua persen perbulan dari total iuran yang tertunggak. Dimana, pembayaran ini paling banyak untuk waktu tiga bulan, dan denda tersebut dibayarkan bersamaan dengan total iuran yang tertunggak.

Sementara itu, keterlambatan pembayaran bagi peserta bukan pekerja penerima upah dan bukan pekerja dikenakan denda sebesar dua persen perbulan dari total iuran yang tertunggak. Denda yang dibayarkan paling banyak untuk waktu enam bulan yang dibayarkan bersamaan dengan total iuran tertunggak.

“Apakah denda administatif sebesar dua persen perbulan dari iuran yang dikenakan pada peserta akibat terlambat pembayaran itu tidak bertentangan dengan prinsip syariah?,” tegasnya.

Lebih lanjut Ma’ruf menuturkan, pada Ijtima Ulama Komisi Fatwa se Indonesia ke 5 di Tegal, Jawa Tengah pada awal Juni lalu, para ulama berpendapat bahwa penyelengaraan BPJS Kesehatan terutama terkait dengan akad antar pihak, belum sesuai dengan prinsip syariah. Padahal penyelengaraan jaminan sosial dan kesehatan adalah tanggungjawab pemerintah untuk merealisasikannya.

Namun demikian, tegasnya, harus ada parameter yang jelas dan disepakati mengenai operasionalisasi standar minimum atau taraf hidup yang layak dalam konteks pelayanan kesehatan. “Pemerintah harus bisa memastikan keberadaan dana jaminan sosial tersebut,” ujarnya.

MUI, tegas Ma’ruf, mendorong pemerintah untuk membentuk, menyelenggarakan dan melaksanakan layanan jaminan sosial berdasarkan prinsip syariah. “MUI mengapresiasikan adanya BPJS Kesehatan, tinggal konsep diselaraskan dengan prinsip syariah. Tujuan pembentukannya sudah sesuai dengan ajaran Islam,” imbuhnya.

MUI menilai konsep BPJS Kesehatan yang mengedepankan azas tolong menolong sudah baik. Dalam Al-Qur’an, menurut Ma’ruf, tolong-menolong untuk mewujudkan adanya kemaslahatan adalah hal yang baik. Ini berdalil dengan Al-Qur’un surat at-Taubah ayat 71.

Ayat ini sebagai dalil ketetapan berbuat baik dalam lingkungan sosial. Semua itu ditujukan untuk merealisasikan jaminan yang bersifat umum yang mencakup seluruh umat Islam dan masyarakat. Sehingga mereka hidup dibawah kemuliaan Islam dalam keadaan aman, damai dan saling menolong antar sesama.

Dalam hadist juga disebutkan,:“Engkau melihat orang-orang yang beriman di dalam saling cinta kasih dan belas kasih seperti satu tubuh. Apabila kepala mengeluh (pusing), seluruh tubuh tidak bisa tidur dan demam (HR Bukhari). Hadits ini juga sebagai dalil agar umat Islam tolong menolong, seperti konsep dasar yang dijalankan BPJS Kesehatan.

Kembali Ma’ruf menuturkan, para ulama pun berijtima bahwa mereka yang saling menolong, menanggung, menjamin dan bersepakat untuk melindungi orang-orang yang lemah adalah hal makruf yang diperbolehkan. Demikian pula menolong orang-orangg yang terzalimi serta membantu orang-orang teraniaya. Sikap tersebut, kata Ma’ruf, tercermin bagaimana sikap para sahabat yang tolong menolong ketika masa peceklik pada zaman Umar bin Kahttab RA.

Pada zaman Umar bin Abdul Aziz juga terdapat masa dimana tidak ditemukan lagi orang miskin. Ketika itu muzakki (orang yang berzakat) sangat kesulitan menemukan mustahik atau orang yang merima zakat. Maka, menurut Ma’ruf, secara logika, sistem jaminan sosial berpedoman pada azas tolong menolong. Masing-masing induvidunya saling menjamin satu sama lain. Mereka merasakan kecintaan, persaudaraan, dan mendahulukan kepentingan orang lain.

Maka, tambah Ma’ruf, melalui Ijtima ulama tersebut melahirkan dua rekomendasi untuk pemerintah. Yaitu pemerintah dihimbau agar membuat standar minimum atau taraf hidup layak dalam kerangka jaminan kesehatan. Jaminan tersebut harus berlaku bagi setiap penduduk. Pemerintah juga dihimbau untuk segera membentuk aturan, sistem dan memformat modus operasional BPJS Kesehatan agar sesuai dengan prinsip syariah. (muslimdaily/adj)

Komentar Mustanir.com

Bagaimana bisa BPJS disesuaikan dengan Islam? Jika hukum BPJS ini saja adalah Haram. Dalam Islam jaminan sosial seharusnya adalah milik rakyat yang diberikan oleh negara secara gratis. Karena memang tugas negara-lah yang menjamin, kesehatan, pendidikan dan keamanan bagi penduduknya.

Hal itu sebagaimana telah dicontohkan oleh kaum muslimin di masa lalu, ketika kaum muslimin masih berada ditengahnya seorang Khalifah. Dalam demokrasi, negara hanya pintar dalam memeras rakyat melalui pajak dan iuran-iuran.

About Author

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Categories