geotimes.co.id

Otokritik untuk Pegiat Ekonomi Islam di Masa Pandemi

MUSTANIR.net – Ekonomi Islam yang sering ‘digadang-gadang’ lewat Lembaga Keuangan Syariah, Ziswaf, dan narasi makro-ekonomi itu kadang seperti mengawang-awang tak berpijak ke bumi. Sebab ia kehilangan ‘partner’ sejatinya.

Mari baca kembali strategi ekonomi Islam dari masa Rasulullah ﷺ hingga Utsmaniyah berlanjut ke kesultanan di nusantara. Ekonomi Islam berhasil diterapkan sebab didukung politik Islam sejati. Disinilah urgensinya kita butuh kembali membangkitkan ruh politik ekonomi Islam yang hakiki.

Rakyat hari ini sudah lapar betul perutnya. Termasuk para residivis narapidana yang baru dibebaskan pemerintah itu juga (mungkin bisa jadi) karena tidak diterima di rumah dan kampungnya, tidak punya jaminan pekerjaan yang baik, selain tentu pembinaan agama di penjaranya gagal, adalah karena mereka juga lapar. Lapar yang membutakan mata hati mereka sehingga terjerumus ke lembah kejahatan kembali. Kriminalitas muncul berentetan seperti jamur di musim penghujan.

Bahkan tak sedikit sekarang masyarakat yang mulai berani protes ketika ‘diceramahi’ soal sabar, doa, sedekah, ukhuwah. “Kami butuh makan, Pak! Kami butuh uang buat bayar kontrakan, cicilan, biaya sekolah/kuliah! Kami butuh bantuan yang nyata sekarang bukan pidato dan wacana!” Begitu teriak mereka.

Dalam masa krisis ini memang harus dipahami betul situasi dan kondisi umat saat kita berdakwah, agar tidak terkesan NATO (No Action Talk Only).

Jika menggunakan pendekatan teori gurunda Ustaz Dr. Hendri Tanjung tentang Tiga Pilar Ekonomi Islam untuk memberi solusi terhadap krisis ini rasanya masih berat. Sektor riil sebagai pilar pertamanya rapuh di negeri mayoritas muslim ini. Bahkan hampir mati perlahan sebagai konsekuensi dari kebijakan #DiRumahAja dan kini PSBB. Sebab sektor riil kita hanya bermain di hilir, ‘ecek-ecek’.

Lalu kapitalis, yang katanya muslim apalagi non-muslim, yang seringkali bermain di hulu dan menguasai sebenarnya sektor riil selalu saja mengambil kesempatan dalam kesempitan. Salah satu yang sudah biasa dan jadi rahasia umum adalah ihtikar (memonopoli komoditas urgen dan menimbunnya). []

Sumber: Anto Apriyanto, MEI

About Author

Categories