MUSTANIR.netSejak 1953 Masehi telah muncul gerakan yang bertujuan untuk membangkitkan umat Islam. Walaupun dalam berupaya mewujudkannya belum berhasil, tapi meninggalkan pengaruh yang sangat berarti bagi generasi yang akan datang untuk mengulanginya lagi.

Para aktivis gerakan Islam mendakwahkan Islam dalam bentuk umum. Mereka mencoba menginterprestasikan Islam agar sesuai dengan dengan situasi dan kondisi yang ada saat itu, atau menyesuaikan agar cocok dengan peraturan-peraturan selain Islam yang akan diambil, sehingga Islam seolah-olah sesuai dengan hal hal tersebut. Aturan Islam disamakan dengan aturan selain Islam, seperti berzina tidak apa-apa bila sama sama suka, agama itu sama, dan lain-lain.

Para aktivis Islam menyerukan kebangkitan Islam atas dasar ide nasionalisme yang kabur dan tidak jelas, malah tidak menghiraukan ajaran Islam dan identitas mereka sebagai kaum muslimin. Mereka menggunakan berbagai slogan tentang nasionalisme, ketinggian martabat dan kehormatan kaum muslimin, kearaban, kemerdekaan, dan sejenisnya, tanpa disertai kejelasan sedikit pun akan maknanya yang sesuai dengan hakikat kebangkitan.

Para propagandis nasionalisme di negara-negara ini sebenarnya sesuai dengan arahan penjajah, yang juga telah mengarahkan gerakan-gerakan nasionalisme di kawasan negeri-negeri Islam untuk melepaskan diri dari daulah Islam.

Di negara kita sendiri, para aktivis dua gerakan tersebut mengadakan polemik yang bertele-tele di koran-koran, di stasiun televisi, di YouTube, dan di majalah-majalah, untuk mencari ide mana yang lebih tepat.

Polemik tersebut telah banyak membuang waktu dan tenaga  tanpa membuahkan hasil dan kesimpulan, karena ide macam ini kenyataannya memang tidak ada wujudnya. Apalagi ide tersebut hanya rekayasa penjajah untuk memalingkan perhatian umat Islam dari daulah Islam. Oleh sebab itu, kegagalan polemik tersebut bukan hanya sebatas kegagalan mencapai kesimpulan, dan berhasil menjauhkan gambaran daulah Islam dari perhatian dan ingatan umat Islam.

Umat Islam telah didorong dan disibukkan untuk melakukan perjuangan murahan yang justru malah mengokohkan cengkeraman musuh mereka. Apalagi gerakan-gerakan tersebut amat miskin akan pemikiran-pemikiran yang mesti mereka jadikan pedoman. Islam tentunya.

Islam pada hakikatnya adalah sebuah akidah yang melahirkan peraturan untuk mengatur seluruh urusan negara dan umat, serta merupakan pemecahan untuk seluruh masalah kehidupan, yang menggabungkan fikroh dan thoriqoh secara terpadu, yang menjadi landasan peraturan dari Sang Maha Kuasa, bukan sang manusia.

Apabila kita pelajari kelompok-kelompok yang muncul di dunia ini, kita dapati bahwa metode pembentukan kelompok yang rusaklah yang merupakan sebab utama kegagalan mereka. Sebab, gerakan-gerakan tersebut tidak berdiri sebagai sebuah partai yang dilandasi oleh pemahaman yang hakiki (terhadap sebuah ideologi). Mereka sendiri hanya sekadar membentuk kelompok atau membentuk partai semu.

Kaum muslim sebelum Perang Dunia I merasa bahwa mereka mempunyai sebuah daulah Islam. Sekali pun negara ini telah lemah dan mengalami kekacauan, ia tetap menjadi pusat arahan pemikiran dan perhatian umat. Orang-orang Timur Tengah (Arab) memandang negara ini sebagai penghancur hak-hak mereka dan berkuasa secara nafsu manusia atas mereka. Tetapi pada saat yang sama, mereka juga mengarahkan mata dan hati mereka kepadanya untuk memperbaikinya, karena bagaimana pun negara ini adalah negara mereka.

Hanya saja mereka tidak memahami hakikat kebangkitan, tidak memahami metode kebangkitan. Dan kita bisa mengatakan bahwa kondisi seperti ini dialami oleh sebagian besar kaum muslimin.

Pada abad 20 M, pemikiran asing telah menyerang negeri-negeri Islam. Dengan pemikiran itu para penjajah mampu menarik ke pihak-pihak mereka sekelompok kaum muslim, serta mendorong mereka untuk mendirikan kelompok-kelompok politik di dalam wilayah daulah Islam. Kelompok ini berdiri untuk memisahkan dan memerdekakan negeri mereka dari daulah Islam, seperti saat itu Islam terpecah-pecah hanya mengikuti nenek moyang mereka, mengikuti orang pertama pembentukan kelompok mereka.

Padahal orang yang pertama membentuk kelompok ini masih mengikuti daulah Islam. Tapi setelah orang pertama meninggal, sejarah tujuan kelompoknya dilencengkan, dibelokkan. Sehingga yang tujuannya hanya tertuju kepada kesejahteraan umat Islam tetapi menjadi pembelok melawan sesama umat Islam.

Pemikiran-pemikiran asing serta perasaan nasionalisme dan patriotisme telah dihembuskan oleh kafir penjajah pada mereka. Mereka mempunyai ikatan pemikiran dan perasaan yang satu. Mereka dipersatukan dalam pemikiran yang mengantarkan mereka pada satu tujuan, yaitu memerdekakan bagi bangsa Arab, Turki, Indonesia, dan lain-lain.

Semakin besarnya kekuasaan kafir dan penjajah atas negeri-negeri Islam, terutama negeri-negeri Arab. Sampai di sini, selesailah tugas kelompok-kelompok tadi. Penjajah kemudian membagi-bagi ghanimah (rampasan perang) yang diperolehnya itu, yang wujudnya adalah lahirnya penguasa-penguasa di negeri-negeri Islam yang merupakan agen-agen para penjajah tersebut.

Setelah keberhasilan mereka dalam memisahkan negeri-negeri Islam dari daulah Islam (daulah Islam sirna), penjajah langsung menggantikan posisinya. Mereka memerintah negeri-negeri Islam secara langsung dan memperluas kekuasaannya ke seluruh negeri-negeri Islam.

Secara praktis, mereka membenarkan telah menduduki negeri-negeri Islam dan mulai menancapkan kekuasaannya pada setiap jengkal wilayah ini dengan cara tersembunyi dan kotor. Dari cara-cara itu adalah dengan menyebarluaskan pemikiran asing penjajah, uang, dan agen-agen mereka. []

Sumber: Hasyim Suparno

About Author

Categories