
Otomatisasi, Agenda Kapitalisme Global
MUSTANIR.net – Ide dasar dari kecanggihan teknologi adalah untuk memudahkan, memberikan manfaat, dan meringankan pekerjaan manusia. Hal tersebut alamiah terjadi, tetapi menjadi tidak alamiah ketika kecanggihan tersebut menimbulkan persoalan. Apalagi ketika memasuki era revolusi 4.0, otomatisasi teknologi robot betul-betul akan menggantikan kerja fisik yang berdampak pada kehidupan karena adanya pengarusan, dikembangkan dalam industri, dan menjadi keharusan.
Hal ini tidak lepas dari paradigma yang muncul di masyarakat sebagai dampak dari sistem ekonomi kapitalisme. Menurut paradigma sistem ekonomi kapitalisme, problem ekonomi di masyarakat karena kebutuhan manusia yang tidak terbatas, sementara alat pemuas terbatas, sehingga muncullah solusi untuk melakukan produksi secara besar-besaran.
Paradigma tersebut bertemu dengan prinsip ekonomi kapitalis, di mana dengan modal sekecil-kecilnya untuk memperoleh untung sebesar-besarnya. Alhasil, para pengusaha pun berpikir untuk mengganti tenaga manusia menjadi tenaga mesin demi mengejar keuntungan sebesar-besarnya.
Dalam sebuah penelitian, satu robot mampu menggantikan seribu tenaga manusia. Dengan demikian, secara otomatis manusia akan kehilangan lapangan pekerjaan. Menurut penelitian ILO, 56% tenaga kerja low skill di Indonesia rentan diganti mesin. Dengan demikian, secara otomatis penggangguran akan terus bertambah, lapangan kerja sedikit, tetapi persaingan ketat, sehingga rentan terjadi ekploitasi besar-besaran terhadap buruh, bahkan rentan terjadinya perbudakan modern.
Oleh sebab itu, pemanfaatan teknologi serta persoalan yang timbul dari pemanfaatan kecanggihan teknologi perlu menjadi perhatian serius dari negara. Pemanfaatan teknologi haruslah dikembalikan pada ide dasarnya, yaitu menjadikan teknologi sebagai alat atau sarana untuk implementasi solusi, bukan menjadikan teknologi sebagai solusi. Selain itu, tetap menempatkan manusia sebagai master teknologi yang harus bersandar kepada aturan yang bersumber dari Allah subḥānahu wa taʿālā dalam memecahkan segala persoalan.
Islam memandang bahwa teknologi merupakan hasil kecerdasan manusia dan memanfaatkannya sah-sah saja. Tetapi, syariat melarang jika hal-hal tersebut membahayakan manusia. Di dalam Islam, pemanfaatan teknologi diberi bingkai sesuai kebutuhan menurut syariat.
Perkembangan teknologi dan adopsi teknologi tersebut adalah untuk mendakwahkan Islam, menjaga institusi negara dari penjajahan, dan digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan warga negara. Selebihnya, adopsi teknologi diserahkan kepada masyarakat agar mereka sendiri yang mengukur sesuai kebutuhannya.
Negara dengan sisitem Islam memiliki tanggung jawab mengembangkan teknologi, riset, manufacturing, dan menjadi inisiator untuk melaksanakannya. Negara juga memiliki perintah atau visi politik untuk mengadopsi teknologi untuk kemaslahatan umat dan implemetasinya dilakukan oleh seorang pemimpin yang menerapkan aturan yang berasal dari Allah dan menempatkan penguasa sebagai junnah, sehingga implentasinya bisa dikawal sampai tuntas, sebagai jaminan dalam meraih kesejahteraan.
Dengan demikian, teknologi yang diadopsi haruslah sesuai dengan kebutuhan manusia bukan sebuah keharusan dan sebuah paksaan. Sudah sepatutnya pula teknologi tersebut mampu meningkatkan kualitas hidup sebuah masyarakat, bukan menggeser peran manusia lalu diganti dengan robot-robot penggerak. []
Sumber: Ustazah Fatma Sunardi, S.Si