Anggaran Pilkada serentak membengkak hingga Rp 7 triliun
Anggaran Pilkada serentak membengkak hingga Rp 7 triliun
Mustanir.com – Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) tahun 2015 ini akan berbeda dari tahun sebelumnya. Sebab, Pilkada kali ini akan digelar secara serentak di Indonesia.
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menyebut anggaran Pilkada Serentak yang bakal dihelat 9 Desember 2015 mendatang membengkak hingga mencapai Rp 7 triliun.
“Kami telah melakukan rapat bersama KPU (Komisi Pemilihan Umum) dan Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu). Semua daerah telah menganggarkan untuk pilkada. Masuk dalam kategori cukup dan tercukupi. Namun mengalami pembengkakan anggaran hampir sampai Rp 7 triliun. Ini artinya belum efisien,” tegas Tjahjo Kumolokepada wartawan usai mengisi acara Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Ikatan Sarjana Katolik Indonesia (ISKA) di Gedung Kantor Pelayanan Pastoral Keuskupan Agung Semarang, di Jalan Imam Bonjol No 172 Kota Semarang, Jawa Tengah Sabtu (30/5).
Tjahjo menjelaskan sejauh ini pihaknya mengakui masih ada beberapa daerah yang belum memiliki persepsi sama dengan Komisi Pemilihan Umum Daerah ( KPUD). “Pada prinsipnya, semua anggaran telah tersedia,” ujarnya.
Mantan Sekjen PDIP ini mengungkapkan, anggaran Pilkada Serentak itu harus ada, kalau tidak, kepala daerah bisa mendapatkan sanksi.
“Sebab, ini amanat undang-undang yang harus dilaksanakan dengan baik. Kalau memang ada penyisiran anggaran baru dari APBD, kami sudah memberikan payung hukum, sepanjang penyisiran itu tidak menyangkut anggaran pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur. Itu bisa,” katanya.
Anggaran yang tidak penting, kata dia, misal anggaran untuk rapat-rapat bisa dialihkan untuk keperluan Pilkada Serentak. Menurutnya, persoalan anggaran tidak menjadi kendala.
“Namun hanya proses pentahapan antara uang itu cair, termasuk besarannya per-item masih menjadi kendala. Karena masih ada beberapa daerah yang belum ada kata sepakat,” ujarnya.
Mengenai pembengkakan anggaran hingga mencapai Rp 7 triliun tersebut, Tjahjo mengaku juga masih menjadi pertanyaan pihaknya.
“Kurang lebih 30 persen lebih besar dari anggaran Pilkada 5 tahun sebelumnya. Ternyata ada pembengkakan, sebab masing-masing daerah memiliki kondisi geografis berbeda,” katanya.
Hal lain yang menyebabkan pembengkakan di antaranya harus membeli kendaraan, atau tidak menyewa. “Tapi ini baru tahap awal. Kami berharap nanti bersama-sama mencari solusi agar pilkada semakin efektif dan efesien,” imbuhnya.
Selain itu Tjahjo berharap, setiap gubernur, wali kota, bupati, harus mampu mendeteksi daerah rawan yang berpotensi menjadi gangguan. Baik rawan korupsi, rawan konflik, rawan kecelakaan, rawan bencana, maupun rawan tindak kejahatan.
“Harus terus melakukan konsolidasi dengan pihak kepolisian, TNI, dan BIN di daerah. Jangan sampai pemerintah, intelijen, kecolongan. Maka harus bisa mendeteksi sejak dini. Saya yakin, setiap gangguan bisa terdeteksi,” pungkasnya. (merdeka/adj)
Komentar Mustanir.com
Pemilihan kepala Daerah dalam sistem demokrasi memanglah mahal. Hanya mahalnya anggarannya ini tidak diikuti dengan baiknya perekonomian dan kesejehteraan masyarakat. Tercatat bahwa sebagian besar kepala daerah saat ini menjadi tersangka kasus korupsi.
Indonesia yang mayoritas muslim, sekali lagi, tidak cocok dengan demokrasi yang wataknya memang sudah memberikan kesempatan untuk melakukan korupsi. Kaum muslimin harus kembali kepada Syariat Islam.