Awas Penyakit Berbahaya Bernama Lalai

lalai-dalam-shalat

Awas Penyakit Berbahaya Bernama Lalai

Mustanir.com – KELALAIAN adalah musibah terbesar yang menimpa manusia. Menurut para ulama, kelalaian adalah salah satu bentuk kekufuran.

Dan Kami jadikan untuk isi neraka Jahannam kebanyakan dari jin dan manusia. Mereka punya hati, tetapi tidak digunakan untuk memahami (ayat-ayat Allah), mereka punya mata (tetapi) tidak digunakan untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka punya telinga (tetapi) tidak digunakan untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu bagaikan binatang ternak, bahkan lebih sesat. Mereka itulah orang-orang yang lalai. (al-A`raf: 179)

Lalai merupakan penyakit yang sangat berbahaya. Orang yang terjangkit penyakit ini akan memperhatikan segala sesuatu selain agama. Ada yang perhatiannya terfokus pada mobilnya, ada juga yang terpaku pada makanan dan minumannya, ada yang hanya memperhatikan pakaian berikut semua urusan kehidupannya.

Banyak orang yang mengetahui perangkat komputer, tapi tidak mengetahui jalan menuju Allah. Dia siap mengorbankan seluruh waktunya kecuali untuk beribadah secara istiqamah. Dia bersedia berbicara selama sepuluh jam, namun tidak untuk berzikir kepada Allah. Dan dia mau membaca majalah dan surat kabar yang dikehendaki, namun tidak untuk membaca buku.

Anda tidak akan terlalu sulit menemukan orang lalai yang kondisinya sangat mencengangkan. Dia tidak mau diberi tahu, tidak sudi diajari ilmu agama, dan juga tidak mau diingatkan. Dia hidup dalam kubangan kelalaian dan tidur pulas dalam buaian kealpaan.

Salah satu penyebab kelalaian adalah berdiam diri di pedalaman. Tapi bukan berarti lantas kami akan menyeru penduduk pedalaman untuk pindah ke kota. Tidak! Yang akan kami serukan adalah, “Perhatikan dan jagalah agamamu.” Bukti bahwa tinggal di perkampungan dapat menyebabkan kelalaian adalah sabdanya yang berbunyi, “Tsauban, kamu jangan tinggal di daerah perkampungan. Sebab, penghuni perkampungan sama seperti penghuni kuburan.” (HR al-Bukhari).

Nilai minus tinggal di perkampungan adalah; jarangnya pengajian dan ceramah keagamaan. Inilah faktor penyebab kelalaian yang nyata. Ibnu Taimiyyah berkata, “Orang-orang pedalaman hanya mengetahui masalah agama secara global, tidak secara detail. Padahal dalam konteks agama, setiap hari, Anda harus mengetahui satu masalah, menghafal satu ayat dan satu hadis.”

Lalai di Usia 60

Adalah sesuatu yang tidak bisa dibenarkan jika Anda berusia 60 tahun, tapi pengetahuan agama Anda sama seperti dahulu. Sebab, selama kurun waktu itu, Anda sendiri tidak akan rela kalau hanya tinggal di satu rumah saja, atau hanya mengendarai satu mobil saja, atau hanya mengenakan satu pakaian saja. Karena itulah, setiap hari Anda harus selalu memperbarui urusan dunia dan agama.”

“Aku ingin menuntut ilmu, tapi aku takut lupa,” kata seseorang kepada Abu Hurairah.

“Selama takut lupa, engkau sejatinya telah kehilangan ilmu,” jawab perawi hadis terkenal itu.

Atas dasar itulah, seorang Muslim berkewajiban membentengi dirinya dari kelalaian dengan zikir dan ilmu. Meskipun sudah berusia 80 tahun, seorang Muslim harus terus belajar, menuntut ilmu, mendalami urusan agama, serta bergaul dengan para ulama.

Katakan, ‘Samakah orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui.’ (az-Zumar: 9)

Katakanlah, ‘Ya Tuhanku tambahkanlah untukku ilmu.’ (Thaha: 114)

Dan tidak ada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu. (al-Ankabut: 43)

Ketika sedang berjalan kaki pada suatu malam, mendadak turun hujan lebat. Wahab bin Munabih pun berteduh bersama beberapa orang yang sedang duduk-duduk. Wahab lantas berkata, “Segala puji bagi Allah yang telah memberiku taufik untuk bertemu dengan orang-orang pilihan yang tidak ada bandingnya ini. Aku telah melihat jenggot serta sorban mereka.”

Salah seorang di antara sekelompok pria tersebut bertanya kepada temannya, “Kapan anakmu datang? Apakah dia akan membawa harta?”

“Apa kau telah menjual barang-barangmu?”

“Aku telah berburuk sangka kepada kalian,” sambung Wahab bin Munabih.

“Kenapa?” tanya mereka.

“Perumpamaanku bersama kalian seperti seorang lelaki yang kehujanan malam hari. Ketika melihat ada pintu yang terbuka, lelaki itu segera lari karena mengira bahwa di belakang pintu itu ada rumah. Setelah melewati pintu itu, dia mendapati bahwa hujan tetap mengucur deras. Ternyata, tidak ada bangunan apa-apa di balik pintu itu.”

Ketika bertemu dengan sejumlah pemuda yang tertawa terbahak-bahak pada hari raya, al-Hasan al-Bashri bertanya kepada mereka, “Anak muda, apakah kalian telah menyeberangi shirath (jembatan di Hari Akhir) sehingga kalian semua tertawa?”

“Tidak,” jawab mereka kompak.

Ibnul Qayyim berkata, “Aku heran kepadamu. Khidhir menemani Musa, kemudian Musa menentangnya tiga kali, lalu Khidhir berkata;

Inilah perpisahan antara aku denganmu. (al-Kahfi: 78)

Pembaca yang budiman, mungkinkah Anda merasa aman, kalau setiap hari Anda sering menentang Allah, kemudian Allah berfirman kepadamu, “Inilah perpisahan antara aku denganmu.

Ketika masih kecil, Nabi Isa melewati suatu kaum, dan kaum itu berkata kepadanya, “Maukah engkau bermain-main dengan kami.”

“Allah tidak menciptakanku untuk bermain,” jawab Isa tegas.

Dan Kami berikan kepadanya hikmah selagi ia nasih kanak-kanak. (Maryam: 12)

Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu main-main (saja), dan kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami. Maka Mahatinggi Allah, Raja Yang sebenarnya tiada tuhan selain Dia, Tuhan (Yang Mempunyai) ‘arsy yang mulia. (al-Mukminun: 115-116)

Ketika generasi salaf bertemu satu sama lain, mereka berkata, “Berapa kali kau mengkhatamkan al-Qur’an? Berapakah kau membacanya hari ini? Berapakah kau bertasbih? Dan berapa kali kau shalat?”

Ini bukan riya, namun cara untuk saling memberikan motivasi.*/DR Aidh bin Abdullah al-Qarni, dari bukunya Bertaubatlah Agar Menang Dunia Akhirat.

About Author

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Categories