Penanggulangan Terorisme di Kampus dengan Moderasi Beragama?
MUSTANIR.net – Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) RI berkunjung ke UIN Sunan Ampel (UINSA) Surabaya, Kamis (2-5-2024), untuk menjalin kerja sama menindaklanjuti salah satu hasil dari Rakernas BNPT RI, yakni perlu upaya pencegahan dan penanggulangan terorisme dengan menggandeng kampus. Hal tersebut hendak diimplementasikan melalui program Kampus Kebangsaan yang akan segera digulirkan di berbagai provinsi di Indonesia.
Kepada MNews, Selasa (14-5-2024), akademisi Dr. Lizda Johar Mawarani, ST, MT menyesalkan, kerja sama ini ditujukan dalam rangka penguatan moderasi beragama di kampus.
“Dikaitkannya masalah terorisme dengan moderasi beragama karena kontra terorisme atau antikekerasan merupakan salah satu indikator dalam moderasi beragama,” ujarnya.
Ia menerangkan, maksud dari indikator antikekerasan adalah menolak tindakan seseorang atau kelompok tertentu yang menggunakan cara-cara kekerasan, baik secara fisik maupun verbal, dalam mengusung perubahan yang diinginkannya.
“Sikap antikekerasan ini digeneralisir untuk semua kekerasan secara absolut tanpa ada pengecualian. Bahkan, jihad fi sabilillah sebagai ajaran Islam dimasukkan sebagai tindak kekerasan yang dilarang,” kritiknya.
Akibatnya, ia menyayangkan, Islam dianggap berpotensi mengajarkan terorisme. “Belum lagi opini terus-menerus tentang bahaya radikalisme sehingga moderasi beragama dianggap sangat penting dan mendesak. Padahal sesunggguhnya banyak masalah lain yang jauh lebih mendesak untuk segera diselesaikan karena menyangkut kehidupan orang banyak, seperti masalah ekonomi, sosial, kesehatan, kerapuhan keluarga, maupun pendidikan generasi,” ungkapnya.
Apalagi, Lizda mengutarakan, jika ditinjau lebih lanjut, pada dasarnya Islam memandang kekerasan, seperti pembunuhan, adalah haram, kecuali yang dibenarkan oleh Allah sebagaimana firman-Nya dalam QS al-Maidah ayat 32,
“Barang siapa membunuh seseorang, bukan karena orang itu membunuh orang lain, atau bukan karena berbuat kerusakan di bumi, maka seakan-akan ia telah membunuh semua manusia. Barang siapa memelihara kehidupan seorang manusia, maka seakan-akan ia telah memelihara kehidupan semua manusia“.
Di antara alasan pembunuhan yang boleh dilakukan, sambungnya, adalah dalam rangka membela diri, dalam rangka menjatuhkan hukuman kisas (nyawa balas nyawa-penj.), juga dalam rangka berjihad di medan perang sesuai QS al-Baqarah ayat 178 dan 216.
“Jadi, jihad adalah ajaran Islam, merupakan salah satu perintah Allah subḥānahu wa taʿālā. Jihad bukan terorisme. Demikianlah jika Islam dipahami dengan benar,” tuturnya.
_Tercegah dari Memahami Agama_
Namun, ungkapnya, moderasi beragama menyebabkan umat Islam tercegah dari memahami agamanya secara benar dan mendalam.
“Moderasi beragama mengajarkan cara pandang terhadap agama yang tidak sesuai dengan seharusnya karena disandarkan pada standar sekuler sehingga agama dibatasi pada masalah ibadah dan akhlak semata,” ucapnya.
Ketika berpegang teguh pada agama, lanjutnya, justru disebut ekstrem dan dilabeli radikal dengan persepsi yang buruk sehingga umat Islam takut memperdalam agama dan abai terhadap aturan agamanya. “Lebih parah lagi, moderasi beragama dapat menyeret umat Islam dalam batas akidah yang tidak jelas,” tukasnya.
Ia mengingatkan, jauhnya agama dari kehidupan umat adalah sebuah keburukan dan menyebabkan kesengsaraan karena agama adalah panduan hidup dari Sang Pencipta yang Maha Sempurna.
“Dengan agama, niscaya kehidupan umat Islam akan sejahtera di dunia dan bahagia di akhirat. Solusi bagi sempitnya kehidupan, termasuk ketakadilan dan ancaman kerukunan antarumat beragama adalah kembali kepada aturan Allah dengan menerapkan syariat Islam secara kafah,” urainya.
Jadi, tandasnya, alih-alih menyelesaikan masalah di tengah masyarakat, kerja sama BNPT dengan kampus justru kontraproduktif karena hanya menghabiskan tenaga dan biaya, tetapi kosong dan malah menjauhkan dari penyelesaian masalah yang sesungguhnya. []
Sumber: M News