Bolehkah Kita Membuat Mazhab Sendiri Di Luar Mazhab Empat?

kumpulan-kitab

Bolehkah Kita Membuat Mazhab Sendiri Di Luar Mazhab Empat?

Assalamu ‘alaikum wr. wb.

Apakah mazhab itu hanya sebatas empat saja, ataukah bisa lebih dari empat? Bolehkah kita membuat mazhab sendiri selain dari mazhab empat yang sudah ada?

Wassalam

Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Pada dasarnya setiap muslim tidak pernah bisa dilepaskan dari mazhab. Sebab mazhab pada dasarnya adalah hasil ijtihad atas apa yang dipahami dari sumber agama, yaitu Al-Quran dan As-Sunnah. Setiap orang yang menjalankan perintah-perintah Allah di dalam Al-Quran dan perintah-perintah yang lebih detail di dalam As-Sunnah, sudah pasti dia bermazhab. Setidaknya mazhab gurunya, dimana si guru itu mengajarkan hukum-hukum yang terdapat pada sumber agama itu.

Mazhab Betulan VS Mazhab Bikin Sendiri

Kalau saya perhatikan praktek pemahaman mazhab di tengah masyarakat awam, saya sering membagi jenis mazhab ini menjadi dua jenis, yaitu mazhab amatiran dan mazhab profesional.

1. Mazhab Amatiran

Mazhab amaritan ini sebenarnya bukan mazhab betulan tetapi hanya sekedar mazhab-mazhaban. Mazhab amatiran adalah mazhab hasil bikin-bikinan sendiri, bukan hasil kerja orang-orang profesional. Tentu saja mazhab semacam ini tidak resmi, sifatnya amatiran dan hasil bikin-bikinan sendiri.

Ibarat proyek mobil nasional yang mangkrak tidak jelas nasibnya. Mobil semacam ini sudah boleh disebut mobil, tetapi sesungguhnya masih merupakan purwarupa (prototipe), yang belum boleh diproduksi massal dan belum belum laik darat.

Mobil sejenisnya ini secara teori mungkin bisa dianggap mobil, tetapi masih perlu proses panjang untuk bisa disebut mobil yang sesungguhnya.

Dalam dunia fiqih modern saat ini, banyak sekali kalangan yang rada-rada anti terhadap mazhab-mahab baku dan  profesional, lalu berupaya membangung mazhab sendiri sebagai mazhab baru. Tentu saja kehendak ini tidak bisa dilarang, sebab bermazhab dan membangun mazhab itu hak siapa saja. Yang penting kualitasnya harus bisa dijamin.

Namun untuk membangun mazhab baru yang profesional tentu saja tidak semudah yang apa yang dicita-citakan di dalam angan. Ibarat industri mobil di atas, yang sering terjadi alih-alih bikin mobil betulan, ternyata hasilnya hanya sebatas mobil prototipe belaka.

Mengapa demikian?

Karena tidak didukung dengan pengalaman lapangan, kemampuan teknis, keterbatasan sumber daya manusia, keterbatasan infrastruktur, keterbatasan marketing, keterbatasan dana dan sejuta keterbatasan yang lain.

Oleh karena itu mazhab-mazhab amatiran ini bisa lahir berjuta jumlahnya, tapi runtuh dan tumbang hanya dalam sekejap. Tidak pernah bisa menjadi mazhab profesional, karena hanya pandai berteori tetapi tidak laku di pasaran karena alasan kualitas.

2. Mazhab Profesional

Lain cerita dengan mazhab pro yang kita kenal hari ini ada empat jumlahnya, yaitu mazhab Al-Hanafiyah, Al-Malikiyah, Asy-Syafi’iyah dan Al-Hanabilah. Empat mazhab ini adalah mazhab resmi yang baku, sangat besar ukurannya dan hsil kreatifitas berjuta ahli yang profesional sepanjang lebih dari 13 abad perjalanan peradaban Islam.

Sebenarnya jumlahnya bukan hanya empat tetapi sampai belasan, kalau kita sebutkan dalam timeline sejarah fiqih. Namun yang masih eksis di hari ini menembus perjalanan waktu tersisa tinggal empat ini saja.

Empat mazhab inilah yang oleh sebagian kalangan yang jahil dan kurang ilmu seringkali dihina, dicaci maki, dan para pemeluknya selalu dianggap bodoh, tolol, terbelakang dan seringkali digoblok-goblokkan sebagai kalangan ahli taqlid.

Padahal empat mazhab itu justru menyimpan dengan warisan kekayaan intelektual ulama sepanjang sejarah Islam yang gemilang dengan sangat kokoh dan kuat. Kalau ingin tahu bagaimana kemajuan ilmu yang kita warisakan dari Rasulullah SAW, maka tempatnya ada di dalam mazhab yang empat.

Mazhab empat ini masih menyimpan dengan utuh kitab-kitab warisan (turats) yang sedemikian agung dan bersejarah, dalam jumlah yang tidak bisa kita bayangkan sebelumnya.

Sayangnya oleh kalangan orang-orang awam di hari ini, kitab-kitab warisan para ulama itu dicampakkan begitu saja dan diganti dengan hasil tebak-tebakan kalangan yang tidak paham agama. Hasil tebak-tebakan itu kemudian diberi sampul dan nama keren, yaitu fatwa resmi. Umat Islam dihalangi dari kitab-kitab turats warisan para ulama yang sesungguhnya, dan hanya diberi jatah untuk merujuk kepada fatwa-fatwa hasil tebak-tebakan yang disusun oleh mereka yang tidak paham agama.

Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc., MA

About Author

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Categories