Mahasiswa Hanya Jadi “Budak Korporat” yang Menyejahterakan Kaum Elite
MUSTANIR.net – Aktivis mahasiswa dan influencer dakwah Raden Roro Ranty Kusumaningayu, S.Si. prihatin dengan kondisi mahasiswa akhir-akhir ini. “Miris, mahasiswa hanya menjadi ‘budak korporat’ yang bekerja untuk menyejahterakan kaum elite,” tuturnya kepada M News, Jumat (16-8-2024).
Roro menyebutkan beberapa kasus mahasiswa yang begitu menyedihkan.
• Pertama, ujarnya, mahasiswa IPB bunuh diri dengan gantung diri di sebuah penginapan, padahal ia tengah melakukan pendalaman data dan pengumpulan fakta.
• Ke dua, lanjutnya, soal ulah mahasiswa Psikologi di Pekanbaru yang menabrak seorang ibu hingga tewas. Setelah diselidiki ternyata mahasiswa tersebut dalam kondisi mabuk dan positif narkoba.
• Ke tiga, ungkapnya, kasus mahasiswa ITS yang melakukan pelecehan seksual di media sosial dengan meng-upload foto dan video tidak senonoh.
“Jika kita mau kilas balik, fakta-fakta tersebut bukan yang pertama kali terjadi di dunia pendidikan, melainkan fakta yang terjadi ke sekian kalinya. Alasan mendasar, yaitu karena diterapkannya sistem pendidikan sekuler-kapitalistik yang melahirkan para “budak korporat”,” paparnya.
Sekuler Kapitalistik
Sistem pendidikan sekuler kapitalistik, menurut Roro, menihilkan nilai agama dalam berpendidikan dan menggantinya dengan nilai materi. “Penerapan sistem ini diturunkan dalam bentuk kurikulum pendidikan yang diajarkan saat ini, yaitu kurikulum MBKM (Merdeka Belajar Kampus Merdeka). Tujuan kurikulum ini, yaitu menyiapkan lulusan PT (Perguruan Tinggi) yang sesuai dengan kebutuhan pasar,” jelasnya.
Roro memandang, dalam pelaksanaannya, sistem sekuler ini mendorong mahasiswa untuk memiliki kapasitas keahlian yang diharapkan oleh pasar. “Akhirnya mahasiswa tidak lagi memperhatikan apakah aktivitasnya sesuai dengan hukum syarak atau tidak. Selama target pasar tercapai, maka jalan apa pun akan dilakukan,” urainya.
Ia juga mengungkap, meski gaji yang didapatkan tidak sedikit, faktanya nilai tersebut tetap tidak bisa menyaingi isi kantong para petinggi perusahaan. “Apalagi ditambah biaya hidup yang makin meningkat, tidak bisa seimbang dengan apa yang didapat selama bekerja. Itu pun kalau semua lulusan kampus masuk dunia kerja, lagi-lagi kita dihadapkan bahwa tidak semua lulusan kampus terserap di dunia kerja,” paparnya.
Roro mengutip data dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang menyebutkan bahwa jumlah pengangguran di Indonesia pada Februari 2024 mencapai sekitar 7,2 juta orang, dengan tingkat pengangguran terbuka (TPT) sebesar 4,82%.
Menurutnya, ini merupakan dampak besar ketika tanggung jawab yang seharusnya dikerjakan negara justru ditanggung individu. “Tentu tidak akan mampu karena penyelenggaraan pendidikan mulai dari fasilitas, jaminan kurikulumnya, hingga biaya pendidikan, semestinya ditanggung negara,” bebernya.
Ia juga mengatakan, masalahnya kondisi negara hari ini, berlepas tangan dan memilih untuk mendapatkan keuntungan yang lebih menggiurkan untuk kalangan pemangku kekuasaan. “Begitulah ketika syariat Allah ditukar dengan aturan buatan manusia. Padahal aturan dalam berkehidupan haruslah baku dengan standar benar dan salah yang jelas,” ujarnya.
Butuh Perubahan
Roro mengatakan, untuk mengatasi masalah yang menimpa mahasiswa hari ini dibutuhkan perubahan yang hakiki dan mendasar, bukan dengan memperbaiki sistem yang sudah ada. “Perubahan ini akan bisa diwujudkan ketika seluruh kaum muslim memiliki kesadaran sepenuhnya akan butuhnya penerapan syariat Islam. Kesadaran ini hanya bisa muncul dengan dakwah Islam kafah dan khilafah,” imbuhnya.
Ia mengingatkan, Gen Z dan pemuda hari ini memiliki potensi besar untuk perubahan bangsa, bahkan dunia. “Mereka generasi muda, punya semangat membara, raga yang sehat, terlebih mereka adalah muslim yang punya keimanan pada Allah,” jelasnya.
Potensi tersebut, menurutnya, harus diarahkan pada perubahan hakiki dengan menaati syariat Allah, yakni aturan yang telah dicontohkan penerapannya oleh baginda mulia Rasulullah ﷺ sebagai teladan hingga akhir zaman. “Beliau ﷺ telah membuktikan betapa syariat Allah yang diterapkan dalam khilafah dapat membawa kesejahteraan pada seluruh umat manusia,” jelasnya.
Dalam konteks pendidikan, jelasnya, ketika menggunakan sistem pendidikan Islam, maka semua warga negara dapat mengakses pendidikan secara cuma-cuma tanpa terkecuali. “Kurikulum yang diterapkan pun berdasarkan akidah Islam, artinya pengajaran tsaqafah Islam dan ilmu pengetahuan berdasarkan keimanan kepada Allah, bukan pada materi,” bebernya.
Hal tersebut sangat diperhatikan, lanjutnya, karena khalifah sebagai kepala negara bersandar pada hadis Nabi ﷺ riwayat Bukhari, yaitu “Imam (khalifah) laksana penggembala dan dia bertanggung jawab atas rakyatnya.”
Oleh karenanya, ia menguraikan, negara akan serius mengurusi seluruh urusan rakyatnya, termasuk soal pendidikan. “Tugas mahasiswa hanya fokus menuntut ilmu dan berpikir bagaimana ilmu mereka dapat bermanfaat untuk masyarakat,” tukasnya.
Hal tersebut, menurutnya, terbukti dengan lahirnya banyak ilmuan Islam di masa kekhalifahan dahulu, seperti al-Khawarizmi yang dijuluki Bapak al-Jabar, Ibnu Sina sebagai Bapak Kedokteran, Abbas Ibnu Firnas penemu pesawat, Ibnu al-Haitsam penemu optik modern, hingga Maryam al-Asturlabi yang menemukan astrolabe.
“Merekalah para ilmuan peletak dasar ilmu pengetahuan dan menjadi basis dari teknologi yang berkembang hari ini. Kemajuan kaum muslim karena penerapan syariat Islam tidak akan pernah bisa dicapai, kecuali dengan menerapkan syariat Islam itu sendiri,” pungkasnya. []
Sumber: M News