Dakwah lewat tulisan, Mengapa tidak?
“Nun. Demi pena dan apa yang mereka tulis.” (QS. al-Qalam [68]: 1).
Membaca dan menulis telah menjadi tradisi kaum muslimin sejak dulu. Banyak ulama dan tokoh Islam yang menghasilkan karya besar melalui penanya (tulisan). Mereka juga mampu menggetarkan dunia sebagai hasil ketekunannya membaca dan menulis.
Sayangnya, tradisi itu seakan hilang begitu saja. Kini, ketika dunia memasuki abad informasikonon siapa pun yang menguasai informasi akan unggul dalam persainganumat Islam justru tertinggal. Nyaris seluruh berita yang kita baca di media cetak, dan kita lihat di televisi bersumber dari kantor berita asing.
Tetapi, kita abaikan dulu permasalahan itu. Karena kita memang belum kuasa mendobraknya. Lebih baik kita mencermati situasi di sekitar kita. Bandingkan media cetak yang beredar di masyarakat. Kira-kira berapa persentase antara media yang memuat dakwah/ajaran Islam dengan media yang justru merusak dakwah Islam. Tentu kita sudah tahu jawabannya.
Berdakwah dengan Tulisan
Dakwah melalui tulisan saat ini menjadi suatu keharusan. Pun jadi kebutuhan karena dakwah lewat tulisan lebih efektif dan efisien. Mengapa? Ini alasannya:
1. Bisa menjangkau daerah yang luas.
Dakwah melalui tulisan dapat disebarkan secara luas tanpa terbentur faktor geografis. Karena madu (subjek dakwah) tidak harus bertatap muka dengan dai (penyampai dakwah) yang ada di suatu tempat tertentu.
2. Tidak terbatasi oleh waktu.
Dilihat dari segi waktu, dakwah lewat tulisan sangat fleksibel. Artinya, madu dan dai tidak harus bertemu dalam satu waktu. Selain itu, materi dakwah juga awet karena berupa tulisan. Bila madu lupa dengan pelajaran yang pernah dibaca, ia bisa mencarinya kembali, Berbeda dengan dakwah lisan. Tidak berlebihan bila sebuah pepatah mengatakan, “Ilmu ibarat binatang ternak sedangkan tulisan adalah tali kekangnya.”
3. Keakuratan isi dakwah lebih terjamin.
Berdakwah melalui lisan besar kemungkinan melakukan suatu kesalahan atau kekhilafan, baik isi maupun dalil-dalil yang digunakan. Ini karena dakwah lisan hanya berpegang pada ingatan yang sifatnya terbatas. Kata-kata yang diucapkan pun seringkali tidak efektif.
Berbeda dengan dakwah melalui tulisan. Materi yang disajikan diambil dari sumber-sumber yang tepercaya. Dalam penyusunannya kita bebas membuka dan membolak-balik buku yang tidak mungkin dilakukan dalam dakwah lisan. Hal ini membuat materi yang disampaikan lebih akurat. Kata-kata yang disajikan pun telah dikoreksi berulang-ulang agar efisien dan mudah dicerna pembaca.
Inspirasi dari Para Ulama
Kiranya masih banyak kelebihan lain yang tidak mungkin dipaparkan dalam tulisan singkat ini. Lalu, mengapa kita tidak mencoba jalan ini dan turut bergabung dengan barisan orang-orang yang berjuang menegakkan agama-Nya?
Coba kita bayangkan pahala yang diterima para penulis al-Quran terdahulu seperti Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khattab,Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Zaid bin Tsabbit, Amr bin Ash, Abdullah bin Rawahah, Muhammad bin Maslamah, Mu’adz bin Jabal, Mu’awiyyah bin Abi Sufyan, dan para sahabat lainnya. Dari goresan merekalah, al-Quran yang sekarang kita baca diriwayatkan.
Kita juga harus kagum dengan perawi hadis seperti Imam Muslim, Imam Tirmidzi, Imam Buhari, dan sebagainya. Ketika hadis yang mereka riwayatkan melalui tulisan digunakan berdakwah, maka pahala bagi mereka terus mengalir walau jasadnya telah tiada.
Jadi, jangan tunggu lagi. Segera ambil pena dan goreskanlah kalimat-kalimat dakwah. Siapa tahu kelak ia menjadi jalan bagi kita untuk meraih pengampunan-Nya. Insya Allah.