Demi Palestina, Sultan Abdul Hamid Hidup Merana
Demi Palestina, Sultan Abdul Hamid Hidup Merana
“Anakku, ayah melihat orang-orang di sini sudah mulai memuji paras cantikmu. Maka mulai hari ini ayah ingin kamu sudah mengenakan hijab dengan sempurna, karena kamu sudah menjadi wanita dewasa sekarang.” Untaian kata penuh kasih sayang itu dituturkan dengan suara lembut oleh Sultan Abdul Hamid II kepada anaknya Aishah saat mereka tengah melintas di depan Masjid Hamidiye Yildiz yang terletak tidak jauh dari pintu masuk istananya.
Sultan Abdul Hamid II, lahir pada hari Rabu, 21 September 1842. Dengan nama lengkap Abdul Hamid Khan II bin Abdul Majid Khan. Sultan adalah putra Abdul Majid dari istri kedua beliau. Ibunya meninggal saat Abdul Hamid berusia 7 tahun. Sultan menguasai bahasa Turki, Arab, dan Persia. Senang membaca dan bersyair.
Sebelumnya kekhalifahan dipimpim pamannya yaitu Abdul Aziz yang berkuasa cukup lama. Sultan Abdul Aziz digulingkan kemudian dibunuh oleh musuh politik Khilafah Utsmaniyyah. Khalifah setelah Abdul Aziz adalah Sultan Murad V, putra Abdul Aziz. Namun kekuasaannya tidak berlangsung lama dan digulingkan setelah 93 hari berkuasa karena dianggap tidak becus menjadi khalifah.
Sultan Abdul Aziz mewariskan negara dalam kondisi yang carut marut. Tunggakkan hutang luar negeri, parlemen yang mandul, campur tangan asing di dalam negeri, tarik menarik antar berbagai kepentingan Dewan Negara dan Dewan Menteri serta birokrat-birokrat yang korup.
Pada 41 Agustus 1876 (1293 H), Sultan Abdul Hamid dibai’at sebagai Khalifah. Saat itu usianya 34 tahun. Dia menyadari bahwa pembunuhan pamannya serta perubahan-perubahan kekuasaan yang terjadi saat itu merupakan konspirasi global melawan Khilafah Islamiyah. Namun Sultan Abdul Hamid II dapat menjalankan roda pemerintahannya dengan baik, sering berbicara dengan berbagai lapisan masyarakat, baik birokrat, intelektual, rakyat jelata maupun dari kelompok-kelompok yang kurang disukainya (lihat Shaw, 1977:212).
Kebijaksanaannya untuk mengayomi seluruh kaum Muslimin membuat ia populer. Namanya sering disebut dalam doa-doa di setiap shalat jumat diseantero bumi. Penggalangan kekuatan kaum Muslimin dan kesetiaan mereka terhadap Sultan Abdul Hamid II ini berhasil mengurangi tekanan Eropa terhadap Utsmaniyyah.
Abdul Hamid mengemban amanah dengan memimpin sebuah negara adidaya yang luasnya membentang dari timur dan barat. Di tengah situasi negara yang genting dan kritis. Beliau menghabiskan 30 tahun kekuasaan sebagai Khalifah dengan dikelilingi konspirasi, intrik, fitnah dari dalam negeri sementara dari luar negeri ada perang, revolusi, dan ancaman disintegrasi dan tuntutan berbagai perubahan yang senantiasa terjadi.
Termasuk upaya-upaya sistematis yang dilakukan kaum Yahudi untuk mendapatkan tempat tinggal permanen di tanah Palestina yang masih menjadi bagian dari wilayah kekhalifahan Utsmaniyyah. Berbagai langkah dan strategi dilancarkan oleh kaum Yahudi untuk menembus dinding khilafah Utsmaniyyah, agar mereka dapat memasuki Palestina.
Pertama, pada tahun 1892, sekelompok Yahudi Rusia mengajukan permohonan kepada sultan Abdul Hamid, untuk mendapatkan ijin tinggal di Palestina. Permohonan itu dijawab sultan dengan ucapan “Pemerintan Ustmaniyyah memberitahukan kepada segenap kaum Yahudi yang ingin hijrah ke Turki, bahwa mereka tidak akan diijinkan menetap di Palestina”, mendengar jawaban seperti itu kaum Yahudi terpukul berat, sehingga duta besar Amerika turut campur tangan.
Kedua, Theodor Hertzl, penulis Der Judenstaat (Negara Yahudi), founder negara Israel sekarang, pada tahun 1896 memberanikan diri menemuai Sultan Abdul Hamid sambil meminta ijin mendirikan gedung di al Quds. Permohonan itu dijawab sultan “Sesungguhnya imperium Utsmani ini adalah milik rakyatnya. Mereka tidak akan menyetujui permintaan itu. Sebab itu simpanlah kekayaan kalian itu dalam kantong kalian sendiri”.
Melihat keteguhan Sultan, mereka kemudian membuat strategi ketiga, yaitu melakukan konferensi Basel di Swiss, pada 29-31 agustus 1897 dalam rangka merumuskan strategi baru menghancurkan Khilafah Ustmaniyyah. Karena gencarnya aktivitas Yahudi Zionis akhirnya Sultan pada tahun 1900 mengeluarkan keputusan pelarangan atas rombongan peziarah Yahudi di Palestina untuk tinggal disana lebih dari tiga bulan, paspor Yahudi harus diserahkan kepada petugas khilafah terkait. Dan pada tahun 1901 Sultan mengeluarkan keputusan mengharamkan penjualan tanah kepada Yahudi di Palestina.
Pada tahun 1902, Hertzl untuk kesekian kalinya menghadap Sultan Abdul Hamid untuk melakukan risywah (menyogok). Diantara risywah yang disodorkan Hertzl kepada Sultan adalah :
1. 150 juta poundsterling Inggris khusus untuk Sultan.
2. Membayar semua hutang pemerintah Ustmaniyyah yang mencapai 33 juta poundsterling Inggris.
3. Membangun kapal induk untuk pemerintah, dengan biaya 120 juta Frank
4. Memberi pinjaman 5 juta poundsterling tanpa bunga.
5. Membangun Universitas Ustmaniyyah di Palestina.
Semuanya ditolak Sultan, bahkan Sultan tidak mau menemui Hertzl, diwakilkan kepada Tahsin Basya, perdana menterinya, sambil mengirim pesan, “Nasihati Mr Hertzl agar jangan meneruskan rencananya. Aku tidak akan melepaskan walaupun sejengkal tanah ini (Palestina), karena ia bukan milikku. Tanah itu adalah hak umat Islam. Umat Islam telah berjihad demi kepentingan tanah ini dan mereka telah menyiraminya dengan darah mereka. Yahudi silakan menyimpan harta mereka. Jika Khilafah Utsmaniyah dimusnahkan pada suatu hari, maka mereka boleh mengambil Palestina tanpa membayar harganya. Akan tetapi, sementara aku masih hidup, aku lebih rela menusukkan pedang ke tubuhku daripada melihat Tanah Palestina dikhianati dan dipisahkan dari Khilafah Islamiyah. Perpisahan adalah sesuatu yang tidak akan terjadi. Aku tidak akan memulai pemisahan tubuh kami selagi kami masih hidup.”
Sejak saat itu kaum Yahudi dengan Zionisme melancarkan gerakan untuk menumbangkan Sultan. Dengan menggunakan jargon-jargon “liberation”, “freedom”, dan sebagainya, mereka menyebut pemerintahan Abdul Hamid II sebagai “Hamidian Absolutism”, dan sebagainya.
“Sesungguhnya aku tahu, bahwa nasibku semakin terancam. Aku dapat saja hijrah ke Eropa untuk menyelamatkan diri. Tetapi untuk apa? Aku adalah Khalifah yang bertanggungjawab atas umat ini. Tempatku adalah di sini. Di Istanbul!” Tulis Sultan Abdul Hamid dalam catatan hariannya.
Malam itu, 27 April 1909 Sultan Abdul Hamid dan keluarganya kedatangan beberapa orang tamu tak diundang. Kedatangan mereka ke Istana Yildiz menjadi catatan sejarah yang tidak akan pernah terlupakan. Mereka mengatasnamakan perwakilan 240 anggota Parlemen Utsmaniyyah—di bawah tekanan dari Turki Muda—yang setuju penggulingan Abdul Hamid II dari kekuasaannya. Senator Sheikh Hamdi Afandi Mali mengeluarkan fatwa tentang penggulingan tersebut, dan akhirnya disetujui oleh anggota senat yang lain. Fatwa tersebut terlihat sangat aneh dan setiap orang pasti mengetahui track record perjuangan Abdul Hamid II bahwa fatwa tersebut bertentangan dengan realitas di lapangan.
Keempat utusan itu adalah Emmanuel Carasso, seorang Yahudi warga Italia dan wakil rakyat Salonika (Thessaloniki) di Parlemen Utsmaniyyah (Meclis-i Mebusan) melangkah masuk ke istana Yildiz. Turut bersamanya adalah Aram Efendi, wakil rakyat Armenia, Laz Arif Hikmet Pasha, anggota Dewan Senat yang juga panglima militer Utsmaniyyah, serta Arnavut Esat Toptani, wakil rakyat daerah Daraj di Meclis-i Mebusan.
“Bukankah jam-jam seperti ini adalah waktu dimana aku harus menunaikan kewajibanku terhadap keluarga. Tidak bisakah kalian bicarakan masalah ini besok pagi?” Sultan Abdul Hamid tidak leluasa menerima kedatangan mereka yang kelihatannya begitu tiba-tiba dan mendesak. Tidak ada simpati di raut wajah mereka. “Negara telah memecat Anda!” Esat Pasha memberitahu kedatangannya dengan nada angkuh. Kemudian satu persatu wajah anggota rombongan itu diperhatikan dengan seksama oleh Sultan.
“Negara telah memecatku, itu tidak masalah,…. tapi kenapa kalian membawa serta Yahudi ini masuk ke tempatku?” Spontan Sultan marah besar sambil menundingkan jarinya kepada Emmanuel Carasso.
Sultan Abdul Hamid memang kenal benar siapa Emmanuel Carasso itu. Dialah yang bersekongkol bersama Theodor Herzl ketika ingin mendapatkan izin menempatkan Yahudi di Palestina. Mereka menawarkan pembelian ladang milik Sultan Abdul Hamid di Sancak Palestina sebagai tempat pemukiman Yahudi di Tanah Suci itu. Sultan Abdul Hamid menolaknya dengan tegas, termasuk alternatif mereka yang mau menyewa tanah itu selama 99 tahun. Pendirian tegas Sultan Abdul Hamid untuk tidak mengizinkan Yahudi bermukim di Palestina, telah menyebabkan Yahudi sedunia mengamuk. Harganya terlalu mahal. Sultan Abdul Hamid kehilangan takhta, dan Khilafah disembelih agar tamat riwayatnya.
Jelas terlihat bahwa saat tersebut adalah saat pembalasan paling dinanti oleh Yahudi, dimana Abdul Hamid II yang telah menolak menjual Palestina pada mereka, telah mereka tunjukkan di depan muka Abdul Hamid II sendiri bahwa mereka turut ambil bagian dalam penggulingannya dari kekuasaan. Mendung menggelayuti wajah Abdul Hamid II dan wajah Khilafah Islamiyah.
“Sesungguhnya aku sendiri tidak tahu, siapakah sebenarnya yang memilih mereka ini untuk menyampaikan berita penggulinganku malam itu.” Sultan Abdul Hamid meluapkan derita hatinya di dalam catatan hariannya. Rencana menggulingkan Sultan sebenarnya sudah disiapkan lama sebelum malam itu. Beberapa Jumat belakangan ini, nama Sultan sudah tidak disebut lagi di dalam khutbah-khutbah.
“Walaupun Anda dipecat, kelangsungan hidup Anda berada dalam jaminan kami.” Esat Pasha menyambung pembicaraan. Sultan Abdul Hamid memandang wajah puteranya Abdul Rahim, serta puterinya yang terpaksa menyaksikan pengkhianatan terhadap dirinya. Malang sungguh anak-anak ini terpaksa menyaksikan kejadian yang memilukan malam itu.
“Bawa adik-adikmu ke dalam.” Sultan Abdul Hamid menyuruhh Amir Abdul Rahim membawa adik-adiknya ke dalam kamar. “Aku tidak membantah keputusanmu. Cuma satu hal yang kuharapkan. Izinkanlah aku bersama keluargaku tinggal di istana Caragan. Anak-anakku banyak. Mereka masih kecil dan aku sebagai ayah perlu menyekolahkan mereka.” Sultan Abdul Hamid meminta pertimbangan. Sultan sadar akan tidak ada gunanya membantah keputusan yang dibawa rombongan itu. Itulah kerisauan terakhir Sultan Abdul Hamid. Membayangkan masa depan anak-anaknya yang banyak. Sembilan laki-laki dan tujuh perempuan.
Permintaan Sultan Abdul Hamid ditolak mentah-mentah oleh keempat orang itu. Malam itu juga, Sultan bersama para anggota keluarganya dengan hanya mengenakan pakaian yang menempel di badan diangkut di tengah gelap gulita menuju ke Stasiun kereta api Sirkeci. Mereka digusur pergi meninggalkan bumi Khilafah, ke istana kumuh milik Yahudi di Salonika, tempat pengasingan negara sebelum seluruh khalifah dimusnahkan di tangan musuh Allah.
Khalifah terakhir umat Islam, dan keluarganya itu dibuang ke Salonika, Yunani. Angin lesu bertiup bersama gerimis salju di malam itu. Pohon-pohon yang tinggal rangka, seakan turut sedih mengiringi tragedi memilukan itu. Di Eminonu, terlihat Galata di seberang teluk sedih. Bukit itu pernah menyaksikan kegemilangan Sultan Muhammad al-Fatih dan tentaranya yang telah menarik 70 kapal menyeberangi bukit itu dalam tempo satu malam. Mereka menerobos teluk Bosphorus yang telah dirantai pintu masuknya oleh Kaisar Constantinople. Sejarah itu sejarah gemilang. Tak akan pernah hilang.
Terhadap peristiwa pemecatannya, Sultan Abdul Hamid II mengungkap kegundahan hatinya yang dituangkan dalam surat kepada salah seorang gurunya Syekh Mahmud Abu Shamad yang berbunyi:
“…Saya meninggalkan kekhalifahan bukan karena suatu sebab tertentu, melainkan karena tipu daya dengan berbagai tekanan dan ancaman dari para tokoh Organisasi Persatuan yang dikenal dengan sebutan Cun Turk (Jeune Turk), sehingga dengan berat hati dan terpaksa saya meninggalkan kekhalifahan itu. Sebelumnya, organisasi ini telah mendesak saya berulang-ulang agar menyetujui dibentuknya sebuah negara nasional bagi bangsa Yahudi di Palestina. Saya tetap tidak menyetujui permohonan beruntun dan bertubi-tubi yang memalukan ini. Akhirnya mereka menjanjikan uang sebesar 150 juta pounsterling emas.
Saya tetap dengan tegas menolak tawaran itu. Saya menjawab dengan mengatakan, “Seandainya kalian membayar dengan seluruh isi bumi ini, aku tidak akan menerima tawaran itu. Tiga puluh tahun lebih aku hidup mengabdi kepada kaum Muslimin dan kepada Islam itu sendiri. Aku tidak akan mencoreng lembaran sejarah Islam yang telah dirintis oleh nenek moyangku, para Sultan dan Khalifah Uthmaniah. Sekali lagi aku tidak akan menerima tawaran kalian.”
Setelah mendengar dan mengetahui sikap dari jawaban saya itu, mereka dengan kekuatan gerakan rahasianya memaksa saya menanggalkan kekhalifahan, dan mengancam akan mengasingkan saya di Salonika. Maka terpaksa saya menerima keputusan itu daripada menyetujui permintaan mereka.
Saya banyak bersyukur kepada Allah, karena saya menolak untuk mencoreng Daulah Uthmaniah, dan dunia Islam pada umumnya dengan noda abadi yang diakibatkan oleh berdirinya negeri Yahudi di tanah Palestina. Biarlah semua berlalu. Saya tidak bosan-bosan mengulang rasa syukur kepada Allah Ta’ala, yang telah menyelamatkan kita dari aib besar itu.
Saya rasa cukup di sini apa yang perlu saya sampaikan dan sudilah Anda dan segenap ikhwan menerima salam hormat saya. Guruku yang mulia. mungkin sudah terlalu banyak yang saya sampaikan. Harapan saya, semoga Anda beserta jama’ah yang anda bina bisa memaklumi semua itu.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
22 September 1909Pelayan Kaum Muslimin
(Abdul Hamid bin Abdul Majid)Deru langkah tentara kedengaran melangkah menuju istana. Meriam ditembakkan sebagai tanda Sultan Mehmed V dinobatkan menjadi penguasa Utsmaniyyah. Resmilah malam itu Sultan Mehmed V menjadi Khalifah ke 99 umat Islam terhitung sejak Abu Bakr al-Siddiq ra. Tetapi khalifah yang satu ini sudah tidak memiliki kekuasaan apa-apa. Hanya boneka pengumpan yang hanya akan mempercepat pemberontakan untuk pembubaran Khilafah Utsmaniyyah.
“Entahlah, di saat hidup dan matiku tidak menentu, aku merasa begitu tenang dan aman. Seperti sebuah gunung besar yang selama ini mengendap di dadaku, ketika diangkat terasa lega!” keluh Sultan Abdul Hamid. Sultan Abdul Hamid mengusap kepala anaknya Abdul Rahim yang menangis ketakutan. Anak-anaknya yang lain turut menangis. Perjalanan dari Sirkeci Istanbul menuju ke Salonika Yunani penuh misteri.
“Sabarlah anak-anakku. Jika Allah mengkehendaki kematian bagi kita, bukankah kematian itu kesudahan untuk semua.” Sultan Abdul Hamid memberi motivasi kepada seluruh kerabatnya saat.Kereta api tengah meluncur laju. Bumi khilafah ditinggalkan di belakang. Sejarah kegemilangan 600 tahun Bani Usman, berakhir malam itu. Balutan hitam yang mustahil untuk diputihkan kembali.
Di tengah suasana malam yang sejuk, Sultan Abdul Hamid II melonjorkan kakinya di atas bangku kereta api sambil dipijit-pijit oleh anaknya Fatimah. “Sabarlah anakku, negara tidak tahu apa yang telah mereka lakukan kepada umat Muhammad ini.” Sultan mengusap wajahnya yang berlinangan air mata.
Terlalu lama Sultan dan keluarganya dikurung di istana kumuh milik Yahudi itu. Mereka dikurung dalam kamar tanpa perabotan sama sekali. Pintu dan jendela dilarang dibuka. Hari demi hari, adalah penantian kematian sebelum mati bagi Sultan dan keluarganya. Akhirnya pada tahun 1912, Sultan Abdul Hamid dipulangkan ke Istanbul, akan tetapi anak-anaknya dipisah-pisahkan, bercerai berai. Dibuang ke Perancis menjadi pengemis yang hidup terlunta-lunta di emperan jalan.
Kondisi di pembuangan Salonika atau di istana tua Beylerbeyi Istanbul sama saja bahkan lebih parah. Sultan dan beberapa anggota keluarganya yang tersisa tidak dibenarkan keluar sama sekali hatta sekedar pergi ke perkarangan istana kecuali untuk shalat Jumat di luar istana, tentunya dengan penjagaan yang super ketat. Makanan untuk Sultan dan putera puterinya ditakar sedemikian rupa, dengan kualitas makanan yang sangat rendah bahkan seluruh hartanya dirampas habis oleh tentera Ataturk. Hari-hari yang dilalui Sultan dalam pembuangan dan pengasingan sangat menyedihkan. Dia dan keluarganya selalu diancam akan dibunuh, istana tua itu akan diledakkan. Pada suatu pagi selesai shalat Subuh, Sultan memanggil puteranya, Abdul Rahman. Dialah ahli waris terpenting setelah ketiadaan Sultan nanti.
“Kita akan berikan semua harta kita kepada pihak tentara karena mereka memaksa kita menyerahkannya.” Keluh Sultan kepada Abdul Rahman dengan nada sedih.
Puteranya itu menangis terisak hebat. Dia menjadi amat takut dengan para tentara yang bengis itu. Beberapa hari kemudian di lobi Deutsche Bank, Istanbul, terjadi serah terima secara paksa semua harta Sultan, termasuk seluruh tabungan Sultan kepada pihak tentara. Sultan tinggal di istana tua sebagai penjara di Beylerbeyi selama 6 tahun dalam kondisi yang sangat memperihatinkan. Tubuh kurus kering dan mengidap penyakit paru yang akut. Sultan benar-benar diisolasi dari dunia luar, sampai-sampai untuk mengobati penyakit saja dipersulit.
“Maafkan saya, Tuanku. Mereka tidak mengijinkan saya untuk hadir lebih awal,” dokter yang merawat Sultan Abdul Hamid sambil berbisik. Nafas Sultan Abdul Hamid turun naik. Penyakit asthmanya semakin serius. Dokter sudah tidak dapat berbuat apa-apa lagi.
Sultan Abdul Hamid II menghembuskan nafas terakhir dalam penjara Beylerbeyi pada 10 Februari, 1918. Kepergiannya diratapi seluruh penduduk Istanbul karena mereka sudah sadar. Berkat kebodohan mereka membiarkan Khilafah Utsmaniyyah dilumpuhkan setelah pencopotan jabatan khilafahnya, 10 tahun yang lalu. Menangislah! tiada sejarah yang mampu memadamkan penyesalan itu. Wa Islama!
Cerita tersebut di atas diambil dari buku harian Sultan Abdul Hamid dan Kejatuhan Kekaisaran Utsmani sebenarnya dimulai sejak dari pemerintahan Sultan Mahmud II (1808 -1839) lagi. Kita bisa melihat penyebabnya dari dua sudut: Pertama adalah Pemodernan menurut arus barat (kafir atheis). Kedua adalah Meninggalkan amalan Islam.
Ada agenda tersembunyi yang perlu kita ambil pelajaranya. Sepanjang abad ke 19 terjadi proses industri dan elektronik di Eropa, ini bukan satu proses alami bahkan satu perencanaan pihak tertentu untuk mengeruk keuntungan. Apa yang terjadi? Kemajuan teknologi membawa saudara kembarnya yang menjadi protokol atau prosedur bersama – samanya yaitu obligasi, sekuritas, uang kertas dan lain – lain instrumen keuangan berbasis riba.
Mulai dari proyek konstruksi kereta yang membutuhkan modal yang besar, cara pembayaran Islam tidak bisa dipakai. Mereka berkonsentrasi di Turki sebagai pusat pemerintahan dan Mesir sebagai pusat intelektual Islam. Cara bisnis atau muamalat Islam harus dipinggirkan, artinya keputusan para Ulama dalam hal – hal bisnis tidak diperlukan lagi. Selama ini umat Islam menguasai bidang bisnis dan perdagagan sementara masyarakat Yahudi dan Kristen membayar jizyah bagi keamanan mereka dan mengizinkan mereka tidak ikut serta dalam kewajiban militer. Sayangnya setelah tugas penyusunan kembali masyarakat diserahkan kepada bankir Yahudi atas nama untuk modernisasi Khilafah Utsmani, pekara yang sebaliknya terjadi orang Yahudi dan Kristen menjadi tuan yang kaya raya sedangkan rakyat Khilafah menjadi miskin.
Sultan Mahmud II membentuk tentara diraja bermodelkan tentara Inggris. Tentara jihad diganti dengan tentara makan gaji. Sistem demokrasi diperkenalkan, jabatan wazir besar diganti dengan Perdana Menteri. Pajak dinaikkan.
Tanzimat (reformasi) diperkenalkan pada tahun 1839 oleh Sultan Abdul Mecit. Sistem pemerintahan lokal digantikan dengan model Prancis. Ini menyebabkabkan sistem bisnis Bazaar, layanan masyarakat melalui waqaf yang disebut imaret dan millet (majelis perlindungan bagi minoritas) tidak lagi berfungsi. Pendidikan dua aliran diperkenalkan, tradisional dan sekuler yang bertulang punggung kepada stok, obligasi dan lain – lain lembaga keuangan modern (baca: sistem riba, bank dan uang kertas).Ini terjadi secara tidak sadar atas nama modernisasi kekaisaran.
Undang – undang Islam atas status ahlu Zhimmah dihapus. Reformasi Tanzimat memfokuskan pada pemusatan administrasi (administrative centralization) menggantikan sistem otonomi emirat lokal. Tiga wazir yang menjayakan tanzimat adalah Rechid, Ali dan Fuad Pasha. Mereka bersahabat baik dengan bankir Yahudi bernama Camondo. Mereka menghabiskan banyak waktu mereka di Paris mempelajari teknik permodenan barat. Nasihat dari perencana keuangan Yahudi dibutuhkan untuk modernisasi kekaisaran.
Kebanyakan orang Yahudi di Istanbul tinggal di Galata. Isaac Camondo mendirikan Bank Camondo pada tahun 1802. Saudaranya Abraham-Salomon Camondo menggantikannya pada tahun 1832. Karena kontribusinya yang besar kepada tanzimat beliau dianugerahi nishan-I Iftihar dan menjadi Komandan Mejidiye pada tahun 1849.
Pada tahun 1842 uang kertas Kaima diperkenalkan menggantikan dinar dan dirham, ini membawa ke penguasaan bankir yahudi atas kedaulatan khilafah. Secara tidak sadar, bankir ini diundang untuk menciptakan sistem keuangan modern atau sistem riba dengan mereka melalui obligasi, kredit (berbunga), saham dan produksi uang kertas yang dikuasai bankir Yahudi. Reformasi keuangan memberi mereka peluang untuk membuka bank – bank baru.
Pada tahun 1845 Pemerintah Utsmani bersama Mm. Alleon dan Theodore Baltazzi mendirikan Bank of Constantinople untuk tujuan memberi pinjaman kepada pemerintah. Perang Krimea memberi peluang kepada banker Yahudi berkembang dalam kekaisaran Utsmani. Pemerintah membutuhkan dana untuk perang. Bank memberi pinjaman dengan interest. Ottoman Bank didirikan pada tahun 1856, ia menjadi satu langkah ke pembentukan bank pusat dengan dana dari luar dengan jumlah 500,00 poundsterling. Transformasi modal pribadi ke Bank Pusat akan membawa kepada system kekuasaan berada ditangan pemilknya banker – banker Yahudi Internasional.
Keluarga Rothschilds yang terlibat dalam pendirian Federal Reserve, Amerika, juga turut terlibat atas nama investasi melalui Alphonse de Rothchilds dan bapaknya James Rothschilds membuka cabang French Rothchilds Bank di Istanbul.
Kerja – kerja untuk pendirian bank pusat akhirnya berhasil dengan berdirinya La Bank Imperiale Ottomane pada tahun 1863 dengan bantuan Yahudi bernama Emil dan Isaac Pereire. Ini model yang menjadi superbank berikutnya dari Bank pusat kepada Bank Dunia dan International Monetary Fund. Bank ini menjadi bankers bank, dengan deposit dan pengumpul dan distribusi kredit. Ia akan menentukan penilaian antara Bank, memberi pinjaman, jual dan beli, mendiskusikan pembelian komoditas, memberikan dana dan terlibat dalam proyek investasi dan mengeluarkan dan mencetak uang baru.
Bank Camondo hanyalah bank biasa, Ottoman bank adalah bank dengan dana lokal berikutnya bank baru Imperial Ottoman bank menjadi Bank Pusat dengan dana internasional. Satu system penguasaan keuangan telah diletakkan batu dasarnya. Bank ini akan menyerap masuk dalam setiap aktivitas masyarakat mulai dari toko kelontong. Tidak ada aktivitas masyarakat yang dapat lepas dari Bank. Dari aktivitas jual beli, penyimpanan berikutnya dana keuangan dan investasi, semuanya melibatkan bank.
Pada tahun 1858 bankir Yahudi telah menempatkan Persyaratan pinjaman dengan jaminan tranformasi sosial kepada Pemerintah Utsmani. Ini menunjukkan sistem ekonomi hutang berkaitan dengan rekayasa sosial. Pada waktu itu jizyah sudah berkubur. Bank Yahudi bertapak, sistem politik Nasrani Kristen menjadi penggerak kekaisaran Utsmani! Hak menandatangani pemerintah tergadai kepada peminjaman uang. Tahun itu juga, undang – undang tanah baru menafikan hak Sultan. Selanjutnya tahun 1867, orang asing diizinkan membeli tanah.
Proyek kereta menghubungkan Istanbul ke Wina, Austria dikatakan akan menghubungkan dunia Islam dan Eropa. Karena proyek ini begitu besar, begitu jugalah peran penipuan besar oleh bank – bank Yahud di London, Paris dan Brussel dalam membiayai proyek ini dengan obligasi – obligasi pemerintah Utsmani. Pada tahun 1873, terjadi ‘crash 1873′ yang membawa kepada penurunan nilai obligasi – obligasi tersebut. Proyek ini bukan saja pembanggunan fisik dalam bentuk beton bangunan semata – mata. Bahkan suatu gerakan yang mengatasi ruang lingkup perbatasan nasional dan bangsa tetapi didalangi dengan angka – angka pada dokumen keuangan yan disebut saham dan obligasi.
Pada tahun 1875 Pemerintah Utsmani dinyatakan bangkrut karena tidak mampu membayar utang. Komisi Asing ditunjuk mewakil pemegang saham asing. Pemerintah harus mengenakan pajak terhadap rakyat. Serbia memberontak. Bosnia diserahkan kepada Austria dibawah bendera Utsmani. Jalan kereta api tidak siap tetapi separuh dari bisnis laut telah jatuh ke tangan Inggris.
Efek mengurangi perjalanan dari Wina ke Istanbul dari seminggu ke 40 jam adalah kejatuhan Khilafah Utsmani. Sultan Abdul Hamid menjadi Khalifah pada tahun 1876. Ia mau kembali ke pemerintahan asal Utsmani sebelum tanzimat.Ia menolak sistem Hiraki barat dan menginginkan sistem Topkapi dan imaret diperintah oleh keluarga kerajaan Utsmani kembali. Ia tidak percaya kepada pejabat – pejabat yang menjabat sebelumnya. Secara berangsur – angsur ia mengurangi peran mereka dalam pemerintahan. Ia berhasil mengurangi hutang pemerintah.
Pada tahun 1896, perwakilan Zionis telah bertemu dengan beliau. Sebagai penawaran untuk mendapatkan Palestina mereka memberi penawaran untuk memperbaiki kondisi krisis keuangan yang dihadapi oleh pemerintah Utsmani . Bagaimana seorang yang tidak mempuyai tanah airnya sendiri bisa membuat penawaran kepada pewaris salah satu kekaisaran terbesar di dunia. Jawabannya adalah satu bentuk kekuasaan baru telah muncul, kekuatan bank telah mengatasi kekuasaan negara atau kekuasaan politik. Kuasa tidak lagi dalam bentuk militer tetapi dalam bentuk jumlah angka uang dalam bank. Politik dijadikan alat untuk mengontrol masyarakat. Kekuasaan politik pulalah dijadikan alat bank untuk menjalankan proyeknya.
Sultan Abdul Hamid digulingkan pada tahun 1908. Pada tahun itu juga, kantor pertama zionis di buka di Palestina dibawah perusahaan Rohtschilds. Maka berakhirlah Kekhalifahan Utsmani meskipun ia masih belum secara resmi hingga tahun 1924. (Sumber: Dakwatuna.com)