Dolar AS Keok, Harga Minyak Tembus Level Tertinggi Sejak 2015
Kurs dolar AS terhadap keranjang mata uang lain menyentuh titik terendahnya sejak Desember 2014 dan mendorong kenaikan harga minyak. foto: cnn
MUSTANIR.COM, Jakarta — Kenaikan kembali terjadi pada harga minyak dunia pada perdagangan Kamis (25/1), waktu Amerika Serikat (AS). Kenaikan tersebut ditopang oleh pelemahan kurs dolar AS, mengetatnya pasokan global, dan terus menurunnya stok minyak mentah AS.
Dilansir dari Reuters, Jumat (26/1), harga minyak mentah berjangka acuan Brent mampu menembus level US$71,28 per barel, tertinggi sejak awal Desember 2014. Pada pukul 11:39 siang EST, harga Brent menanjak US$0,31 menjadi US$70,84 per barel.
Sementera itu, harga minyak mentah berjangka AS West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Maret naik US$0,44 atau 0,7 persen menjadi US$66,05. Sebelumnya, harga WTI merangkak ke level US$66,66, tertinggi sejak Desember 2014.
“Ledakan (kenaikan harga minyak) terakhir ini, disebabkan oleh perdagangan dolar AS,” ujar Gene McGillian, Direktur Riset Pasar Tradition Energy.
Kurs dolar AS terhadap keranjang mata uang lain menyentuh titik terendahnya sejak Desember 2014. Penurunan nilai lebih jauh dipicu oleh komentar Gubernur Bank Sentral Eropa yang mendokrak nilai tukar euro setelah komentar Bendahara AS Steven Mnuchin mengakan bahwa pelemahan kurs dolar AS “bagus bagi kami (AS)”.
Jatuhnya nilai tukar dolar AS menyebabkan harga komoditas yang diperdagangkan dengan dolar AS menjadi relatif lebih murah bagi pemegang mata uang lain. Hal ini cenderung mendorong kenaikan harga minyak.
“Depresiasi kurs dolar AS juga memungkinkan harga minyak naik lebih jauh,” ujar Analis Commerzbank Carsten Fristch.
“Hampir setiap kelompok komoditas (harganya) naik karena penurunan (nilai dolar AS) tambahan ini,” sambungnya.
Di saat bersamaan, mengetatnya pasokan global akibat kesepakatan pemangkasan produksi oleh Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC), Rusia, dan beberapa negara produsen minyak lainnya juga mendongkrak harga minyak mentah dunia.
Penurunan secara tidak sengaja pada produksi minyak Venezuela pada beberapa bulan terakhir juga memperbesar efek dari pemangkasan produksi yang dilakukan oleh OPEC dan sekutunya tersebut.
Pemangkasan sebesar 1,8 juta barel tersebut telah dilakukan sejak Januari 2018. Namun, kenaikan produksi minyak shale AS mampu menyeimbangkan efeknya mengingat kenaikan harga minyak mendorong lebih banyak investasi untuk memperbanyak produksi.
Kemudian, stok minyak mentah AS terus menurun, menggarisbawahi ide bahwa pasokan global tengah kembali seimbang setelah sebelumnya membanjir.
Data pemerintah AS menunjukkan, stok minyak mentah AS pada pekan lalu kembali merosot untuk 10 minggu berturut-turut dan membawanya ke level terendah sejak Februari 2015.
“Proses menyeimbangkan kembali pada hal fundamental berlanjut,” ujar McGillian.
Namun, ia mengingatkan bahwa kenaikan persedian nantinya berpotensi sebagai sinyal bakal turunnya harga (bearish).
Lebih lanjut, Badan Admisnistrasi Informasi Energi AS (EIA) memperkirakan produksi minyak As bisa menembus level 10 juta barel per hari (bph) pada Februari mendatang, mendekati rekor tertingginya sepanjang masa, 10,4 juta bph, yang dicetak pada tahun 1970, serta menyusul produksi minyak Arab Saudi dan Rusia.
(cnnindonesia.com/26/1/18)