Ekspansi Hukum Barat ke Negeri-negeri Muslim Dimulai Seiring Penjajahan

MUSTANIR.net – Ketua LBH Pelita Umat Chandra Purna Irawan, SH, MH mengatakan, seiring penjajahan yang dilakukan negara-negara Barat, seperti Inggris dan Prancis, hukum-hukum Barat pun dibawa untuk dipraktikkan di negeri-negeri muslim.

“Saat melakukan penjajahan, negara-negara Barat juga membawa hukum Barat untuk dipraktikkan dengan menggeser hukum Islam,” ujarnya dalam International Muslim Lawyers Conference (IMLC) bertema ‘Invasion of Western Law in Muslim Countries’ pada Sabtu (25-11-2023) yang diselenggarakan secara hibrida.

Dalam acara yang dihadiri ribuan peserta secara online dan 120 orang secara offline ini, Chandra mengungkapkan kronologis peristiwa tersebut.

“Sejak Rasulullah hijrah ke Madinah, hukum-hukum Islam itu diterapkan. Kemudian penerapan tersebut dilanjutkan oleh Khulafaur Rasyidin pada 632-661 M dan para khalifah setelahnya, yakni Kekhalifahan Umayah pada 661-750, Kekhalifahan Abbasiyah pada 750-1517, dan Kekhalifahan Utsmaniyah pada 1517-1924. Pada 1924 inilah penerapan hukum Islam berakhir akibat penjajahan oleh Inggris, Prancis, dan Rusia yang dibantu Mustafa Kemal Atatürk,” paparnya.

Ekspansi dan Imperialisme

Ketika terjadi kemunduran pada masa akhir Kekhailfahan Utsmani, lanjutnya, negara-negara Barat, seperti Inggris dan Prancis melakukan ekspansi dan imperialisme ke negeri-negeri muslim yang jauh kontrolnya dari kekhalifahan Islam. “Apalagi, wilayah Makkah dan Madinah yang dipimpin Saud memisahkan diri dari Kekhalifahan Utsmaniyah, yang kemudian menjadi Arab Saudi,” ucapnya.

Mereka, jelasnya, membawa dua jenis sistem hukum yang mereka gunakan di wilayahnya, yaitu sistem hukum Romawi atau civil law system oleh Eropa Kontinental dan sistem hukum Inggris atau common law system.

“Terminologi civil law digunakan pada masa Romawi dan Jerman yang berasal dari karya Raja Justinianus dari Romawi, Corpus Juris Civilis dan dianut negara-negara Eropa kontinental,” urainya.

Saat Prancis memenangkan perang dengan Belanda, sambungnya, maka Belanda membawa hukum itu ke negeri-negeri jajahannya. “Begitu pula Prancis terhadap negeri jajahannya. Oleh karenanya, wilayah muslim yang menerapkan civil law antara lain Turki, beberapa negara Arab, Afrika Utara, Madagaskar, dan Indonesia,” sebutnya.

Sedangkan common law yang berasal dari Inggris, ujarnya, dipraktikkan antara lain di Pakistan, Iran, Irak, Brunei Darussalam, Malaysia, Yaman, Yordania, Inggris, India, Afganistan, dan lain-lain. “Untuk wilayah Timur Tengah, penerapan sistem hukumnya tergantung dari siapa yang menjajahnya,” bebernya.

Akibatnya, ia menerangkan, Islam pun tidak lagi dijadikan law system di seluruh negeri muslim. “Bahkan, penjajah mengajarkan cara memproteksi agar hukum Islam tidak dapat diterapkan dengan menggunakan staats fundamental norm atau norma fundamental negara dan staats grund gesetz atau aturan dasar/konstitusi. Kalau hukum Islam diterapkan di suatu negara, maka dikategorikan makar. Penjajah pun telah menanamkan teori-teori hukum kepada negara jajahannya dengan dua cara tersebut,” jelasnya.

Penghapusan Hukum Islam

Hal senada disampaikan lawyer dari Turki, Mustafa Kocamanbaş. Ia mengatakan, penghapusan hukum Islam dilakukan bersamaan dengan runtuhnya Khilafah Utsmani pada 3 Maret 1924.

“Mecelle (kodifikasi hukum syariah-red.) merupakan undang-undang yang mulai berlaku pada 1878 saat periode terakhir Khilafah Utsmani. Saat khilafah runtuh, undang-undang ini masih berlaku hingga tahun 1926 di Turki, 1928 di Albania, 1932 di Lebanon, 1949 di Syria, 1953 di Irak, dan 1960 di Cyprus,” bebernya.

Kemudian diimporlah hukum Barat yang diterjemahkan tanpa ada perubahan di dalamnya. “Hukum pidana dari Italia, kewajiban sipil dari Swiss, hukum administrasi dan komersial (perdata) dari Prancis, dan hukum acara pidana dari Jerman,” ujarnya.

Padahal, ia menyatakan, hukum Barat ini berbasis pada kapitalisme yang merupakan standarisasi akumulasi intelektual dan budaya Barat yang tidak mampu menyelesaikan persoalan. “Menurut statistik, di Turki telah terjadi kejahatan serius. Dari 85 juta penduduk, 15 jutanya merupakan tersangka, juga kejahatan terhadap harta benda dan nyawa terjadi setiap 5 menit,” ungkapnya.

Bahkan, kritiknya, hukum itu diterapkan ibarat pisau yang tajam kepada umat Islam dan tumpul kepada kaum sekuler. “Faktanya, ada empat aktivis dakwah yang dipenjara hanya karena menyelenggarakan seminar, meskipun seminarnya dibatalkan. Jadi, Turki yang semula merupakan jantung peradaban Islam, kini saat orang ingin menyampaikan Islam, justru malah dipidana,” ucapnya. []

Sumber: Muslimah News

About Author

Categories