Emas Dan Sinyal Perubahan Ekonomi Dunia

Oleh: Muhaimin Iqbal

ADA dua hal yang mendorong harga emas naik hampir 8.5 % dalam satu bulan terakhir dan bisa saja ini berlanjut. Pertama perubahan yang dipicu oleh ketidak stabilan baru ekonomi dunia karena merosotnya harga minyak, dan yang kedua disebabkan oleh apa yang disebut SNB (Swiss National Bank)Black Swan – yaitu kejadian sangat langka/tidak terduga yang dilakukan oleh otoritas moneter Swiss. Keduanya menjadi pelajaran sangat penting bagi negeri ini – bila tidak ingin  menjadi korban dari adanya perubahan-perubahan paradigma ini.

Pertama yang terkait dengan harga minyak, sebagai negeri pengimpor netto minyak (net importer) untuk sementara waktu tentu kita diuntungkan dengan harga minyak dunia yang telah mengalami penurunan sekitar 58 % selama enam bulan terakhir. Harga BBM kita yang sempat melonjak tanpa alasan yang jelas akhir tahun lalu pun – kini diturunkan kembali mendekati harga sebelum lonjakan tersebut terjadi.

Masalahnya adalah semua faktor yang menyebabkan harga minyak dunia turun tersebut sesungguhnya belum tentu menguntungkan kita juga dalam jangka panjang bila kita tidak antisipasi dari sekarang. Penyebab langsung dari turun drastisnya harga minyak dunia adalah over supply minyak dunia di tengah menurunnya demand karena lesunya ekonomi.

Over supply yang nyata disebab oleh produksi yang terus digenjot oleh negara-negara produsen tanpa mengantisipasi menurunnya demand, juga oleh terbukanya kembali kran ekspor minyak dari negeri-negeri yang tadinya bergejolak seperti Iraq dan Libya.

Over supply yang sebagiannya masih persepsi adalah teknologi  yang menghasilkan sumber-sumber minyak baru seperti shale oil dan oil sands. Shale oil adalah hasil ekstraksi dari minyak yang ‘terjebak’ dalam bebatuan antara lain melalui proses pirolisa, hidrogenasi atau disolusi panas. Konon cadangan minyak jenis ini di seluruh dunia mencapai 3.3 trilyun barrel dan sekitar separuhnya ada di Amerika.

Sedangkan oil sands adalah campuran tanah pasir, lempung/tanah liat dan air yang mengandung minyak dengan viscositas tinggi yang disebut bitumen. Dengan teknologi terkini di bidang perminyakan – tergantung pada harga minyak dunia – oil sands ini bisa ditambang dan diproses menjadi minyak secara ekonomis. Konon di seluruh dunia cadangannya mencapai 2 trilyun barrel dan yang terbesar ada di Kanada, Kazakhstan dan Russia.

Dengan (potensi) sumber-sumber minyak baru dan negeri-negeri yang menguasainya tersebut sekarang kita bisa lihat dampaknya pada kekuatan ekonomi dunia kedepan. Negeri-negeri yang memiliki sumber minyak baru ini akan semakin perkasa – dan bisa semakin mediktekan kemauannya pada dunia.

Sedangkan negeri-negeri penghasil minyak konvensional, negeri-negeri petro dollar yang dahulu kekuatan minyaknya bisa menjadi kekuatan tersendiri dan percaturan geopolitic global – mereka kini  bisa kehilangan kekuatannya.

Di mana posisi kita di Indonesia ? Produksi minyak kita secara konvensional tinggal kurang dari separuh kebutuhan kita sendiri, sedangkan shale oil ataupun oil sands kita belum terdeteksi potensinya. Artinya besar kemungkinannya di masa yang akan datang kita akan semakin tergantung pada impor bahan bakar dari negeri-negeri yang lain – bila tidak ada terobosan yang luar biasa dari negeri ini.

Impor bahan bakar juga sebenarnya tidak terlalu menjadi masalah bila kita memiliki keunggulan lainnya yang significan – yang bisa dijadikan kekuatan baru bagi negeri ini – di luar minyak yang memang sudah bukan lagi menjadi kekuatan malah kelemahan bagi kita.

Inilah sebenarnya waktu  yang paling baik bagi Indonesia untuk fokus pada kekuatan yang kita (masih) miliki atau mungkin digali, sumber daya alam terbarukan berupa berbagai keanekaragaman hayati di negeri tropis – yang tumbuhannya bisa terus tumbuh dan hidup sepanjang tahun adalah salah satunya.

Artinya dari tiga kebutuhan  pokok manusia Food, Energy and Water (FEW) – kalau kita harus kehilangan kekuatan di Energy-nya, setidaknya kita harus unggul di bidang Food-nya. Sedangkan mengenai Water – kita harus bisa mengembalikan sumber daya alam yang satu ini kembali menjadi hak semua orang.

Di bidang Food-pun kita kalau tidak bisa ungggul di semua dari kelima unsurnya – Karbohidrat, Lemak, Protein, Vitamin dan Mineral –  setidaknya kita harus bisa unggul dari beberapa di antaranya. Di lemak kita bisa unggul dari sawit kita, di protein kita bisa unggul di 60-an kacang-kacangan yang tumbuh baik di negeri ini, di vitamin dan mineral kita bisa unggul dari kekayaan buah-buahan tropis dan berbagai sayur-sayuran yang sangat kaya.

Secara khusus kacang-kacangan seperti kacang tanah dan kedelai harusnya bisa berkontribusi significant dalam mengunggulkan negeri ini dari sisi biji-bijian – yang juga secara khusus  jenisnya (biji-bijian) disebutkan di Al-Qur’an untuk kita perhatikan dan kita gunakan dalam menghidupkan bumi yang mati.

Dalam hal yang terakhir ini komunitas  pembaca situs ini sudah mulai berperan yaitu melalui www.igrow.asia kita secara bersama-sama Alhamdulillah sudah menanam 45 hektar kacang tanah dan kedelai dan insyaAllah masih akan terus bertambah.

Bahkan setelah eksperimen yang 45 hektar ini nantinya insyaAllah berhail dengan baik, beberapa bulan lagi insyaAllah team kami akan meluncurkan program yang kami sebut Evergreen Project – ODOH (One Day One Hectare !) – yaitu project menanam kedelai satu hektar sehari terus menerus selama 90 hari.

Bila ini bisa dilakukan maka pada hari ke 91 dan seterusnya, modal penanamannya sudah akan menggunakan hasil dari panenan tanaman yang ditanam 90 hari sebelumnya – dst. Tentu kita harus bekerja sama dengan sejumlah pihak untuk ini, utamanya para pemilik lahan luas dan para sponsor seperti Anda-Anda yang sudah menjadi sponsor di iGrow Project.

Bergerak terjun langsung di sektor riil mengatasi masalah yang juga riil seperti ini menjadi sangat-sangat dibutuhkan ditengah gejolak ekonomi dunia sekarang ini. Sebab bukan hanya harga minyak saja yang bisa mengguncang ekonomi dunia yang kemudian juga berdampak pada kehidupan kita, keputusan otoritas moneter sebuah negeri kecil yang berpenduduk kurang dari separuh Jakarta – hanya kebetulan negeri itu bernama Swiss – itupun sudah cukup untuk membuat gonjang-ganjing pasar keuangan dan modal.

Pekan lalu kejadian yang sangat langka dan tidak terduga di dunia moneter yang disebut black swan  – disebut angsa hitam karena umumnya angsa berwarna putih – itupun terjadi. Yaitu ketika otoritas moneter Swiss memutuskan untuk tidak lagi mem-peg mata uangnya  Swiss Franc terhadap EURO pada minimum 1.2 EUR/CHF.

Kejadian pekan lalu tersebut hanya sekedar contoh betapa labilnya system keuangan dunia saat ini. Maka dibutuhkan  sektor riil yang kuat, yang tidak mudah terganggu oleh gonjang-ganjing ekonomi dunia. Bila kebutuhan makan saja terpenuh dari dalam negeri bagi negeri dengan penduduk 250 juta ini, kisruh ekonomi dunia tidak akan terlalu banyak menimbulkan masalah – karena orang yang bisa makan kenyang tidak akan mudah terhasut untuk bergejolak.

Lantas apa hubungannya ini semua dengan harga emas? Seperti ungkapan Imam Ghazali, emas itu cermin – yang mencerminkan harga-harga yang adil bagi benda-benda lainnya. Di jaman ini, emas lebih dari sekedar cermin harga – tetapi juga cermin atas kondisi ekonomi dunia. Dia seperti kapal yang terus berlayar di atas ombak, naik turunnya kapal itulah yang  mencerminkan kekuatan ombak di bawahnya.

Maka di dunia financial market emas dikenal sebagai safe haven – tempat berlabuh yang aman, yang sangat dibutuhkan ketika para pelaku pasar lagi merasa tidak aman. Maka inilah saat-nya pula Anda pegang kuat-kuat atau bahkan membangun safe haven Anda sendiri, sambil mempersiapkan cara terbaik untuk berperan secara nyata di sektor riil. InsyaAllah.*

Penulis adalah Direktur Gerai Dinar

About Author

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Categories