Imam an-Nawawi mengharamkan Ilmu Kedokteran?

kitab kuning_thumb

Imam an-Nawawi mengharamkan Ilmu Kedokteran?

Siapa yang tidak kenal dengan nama Imam an-Nawawi. Nama yang begitu populer di kalangan penuntut ilmu dan para ulama khususnya dalam madzhab Syafi’i, madzhab yang dianut oleh mayoritas kaum muslimin di Indonesia. Begitu banyak karya yang ditinggalkan oleh Imam an-Nawawi yang sampai sekarang masih dikaji oleh sekian banyak kaum muslimin, khususnya mereka yang bermadzhab Syafi’i.

Lebih Jauh Berkenalan Dengan Imam an-Nawawi

Beliau adalah Abu Zakariya Yahya ibn Syaraf an-Nawawi. Nama an-Nawawi sendiri merupakan nisbah kepada tempat kelahiran beliau yaitu Nawa. Banyak ulama yang namanya dinisbahkan kepada kota asalnya yang terkenal sehingga nama ulama itu dikenal.  Namun hal itu justru kebalikan dengan Imam an-Nawawi. Justru nama asal Imam an-Nawawi yang tidak dikenal orang itu menjadi populer dan selalu dikenal orang sampai saat ini karena dipakai nama nisbah oleh Imam an-Nawawi.

Beliau dilahirkan di sebuah daerah bernama Nawa pada tahun 631 H. Beliau besar di bawah asuhan ayah yang sangat memperhatikan tentang kehalalan rizki yang dia nafkahkan untuk keluarganya, sehingga pantaslah Allah SAW memberikan keberkahan itu kepada keluarganya. Imam an-Nawawi wafat pada tahun 676 H. Beliau meninggal dalam usia yang relatif masih sangat muda. Walaupun demikian karya-karya yang beliau tinggalkan sangat banyak sekali, yang kebanyakan dari karya beliau masih terus dikaji oleh kaum muslimin hingga saat sekarang ini.

Imam an-Nawawi, Ahli Fiqih dan Ahli Hadits

Imam an-Nawawi adalah seorang ulama yang menguasai berbagai disiplin ilmu pengetahuan. Diantara bidang-bidang ilmu yang beliau kuasai adalah fiqih dan hadits.

Dalam bidang fiqih, tidak ada seorang pun yang meragukan keilmuan imam an-Nawawi. Bahkan dalam madzhab Syafi’i beliau menempati posisi yang sangat penting sehingga beliau dianggap sebagai Muharrir dan Muhaqqiq dalam madzhab Syafi’i.

Di antara karya-karya beliau dalam bidang fiqih adalah kitab Raudhah at-Thalibin, Minhaj at-Thalibin dan juga al-Majmu’ yang merupakan Syarah (penjelasan) dari kitab al-Muhadzdzab karya imam asy-Syairazi.

Dalam bidang hadits, Imam an-Nawawi adalah pakarnya. Beliau telah menguasai kitab Shahih al-Bukhari dan juga Shahih Muslim, Kitab-kitab Sunan, Muwaththa’ Imam Malik, Musnad Imam Syafi’i dan juga Imam Ahmad, juga kitab-kitab hadits yang lain. Bahkan kebanyakan dari kitab-kitab tersebut beliau dapatkan sanadnya melalui jalur sanad terbaik yang sampai pada penulis kitab-kitab hadits tersebut.

Oleh karena itu tidaklah mengherankan jika beliau meninggalkan karya-karya dalam bidang hadits yang sampai sekarang masih terus dikaji oleh kaum muslimin. Di antara karya-karya Imam an-Nawawi dalam bidang hadits adalah kitab al-Arba’in an-Nawawiyyah, Riyadh ash-Shalihin dan juga al-Minhaj yang merupakan Syarah (penjelasan) dari kitab Shahih Imam Muslim ibn Hajjaj.

Kecintaan Imam an-Nawawi Terhadap Ilmu

Imam an-Nawawi merupakan ulama yang sangat mencintai ilmu. Beliau habiskan waktu dan umur beliau untuk menuntut dan mengajarkan ilmu. Bahkan dalam kitab Tadzkirah al-Huffadz disebutkan bahwa di awal-awal beliau menuntut ilmu, dalam sehari beliau bisa belajar dari dua belas orang guru yang berbeda dan dalam bidang ilmu yang berbeda pula.

Kecintaan Imam an-Nawawi terhadap ilmu menjadikan beliau sangat menghargai waktu. Beliau sangat takut kehilangan waktunya untuk hal-hal yang tidak berguna, bahkan untuk urusan tidur pun beliau sangat jarang tidur. Imam an-Nawawi menjawab ketika ditanya tentang tidur beliau:

إِذَا غَلَبَنِيْ النَّومُ اِسْتَنَدْتُ إِلَى الْكُتُبِ لَحْظَةً وَ أَتَنَبَّهُ

“Apabila rasa kantuk telah mengalahkanku, maka aku bersandar sejenak kepada kitab-kitabku, kemudian aku bangun lagi”.

Dalam kitab Thabaqat asy-Syafi’iyyah  yang ditulis oleh Imam as-Subki, beliau menyebutkan bahwa Imam an-Nawawi hanya makan dan minum sekali saja dalam sehari semalam. Hal yang sama juga dikatakan oleh Imam as-Sakhawi ketika beliau menulis tentang biografi Imam an-Nawawi.

Tidak ada yang dicintai oleh Imam an-Nawawi melebihi cinta beliau untuk menuntut ilmu dan mengajarkannya sebagai bukti kecintaan beliau kepada Allah SWT. Oleh karena itu beliau habiskan umur beliau untuk berkhidmah dalam bidang ilmu pengetahuan. Bahkan beliau tidak pernah menikah disebabkan kesibukan beliau dalam menuntut dan mengajarkan ilmunya.

Imam an-Nawawi dan Ilmu Kedokteran

Ada peristiwa yang menarik dari pengalaman Imam an-Nawawi ketika belajar ilmu kedokteran. Dinukil dalam kitab Tadzkirah al-Huffadz perkataan Imam an-Nawawi tentang hal itu.

وخطر لي أن أشتغل في الطب واشتريت (كتاب القانون) فأظلم قلبي وبقيت أيامًا لا أقدر على الاشتغال فأفقت على نفسي وبعت القانون فأنار قلبي

“Dan terlintas dipikiranku untuk belajar kedokteran dan aku pun membeli kitab al-Qanun, maka setelah itu gelaplah hatiku. Hal itu berlangsung beberapa hari dan aku tidak bisa mengerjakan aktifitasku sampai aku tersadar kemudian aku jual kitab al-Qanun itu dan kembali teranglah hatiku”.

Perlu diketahui bahwa kitab al-Qanun Fii at-Tibb adalah kitab yang ditulis oleh Ibnu Sina yang di dalamnya memuat tentang ilmu kedokteran. Namun Ibnu Sina adalah seorang ulama yang mendalami ilmu filsafat. Banyak kerancuan-kerancuan dari pendapat-pendapatnya. Oleh karena itu sebagian ulama mempermasalahkan tentang aqidah dari Ibnu Sina.

Begitu besar pengaruh dan efek dari kitab al-Qanun Fii at-Tibb ini terhadap diri dan hati Imam an-Nawawi hingga beliau harus menjauhkan kitab tersebut dari diri beliau. Bahkan di riwayat yang lain beliau sampai mengeluarkan semua yang berhubungan dengan ilmu kedokteran dari rumah beliau. Lantas apakah hal itu berarti Imam an-Nawawi mengharamkan untuk belajar ilmu kedokteran?

Sebagai pengikut madzhab Syafi’i bukankah apa yang dilakukan oleh Imam an-Nawawi bertentangan dengan apa yang dikatakan oleh Imam asy-Syafi’i yang dinukil oleh Ibnu ‘Asakir dalam kitab Tarikh Dimasyq? Imam Syafi’i mengatakan:

إِنَّ اْلعِلْمَ عِلْمَانِ، عِلْمُ الدِّيْنِ وَعِلْمُ الدُّنْيَا. فَالْعِلْمُ الَّذِي لِلدِّيْنِ فَهُوَ الْفِقْهُ، وَالْعِلْمُ الَّذِي لِلدُّنْيَا فَهُوَ الطِّبُّ

“Sesungguhnya ilmu itu ada dua. Ilmu agama dan ilmu dunia. Untuk ilmu agama itu adalah fiqih, sedangkan untuk ilmu dunia itu ilmu kedokteran”.

Dalam kitab Siyar A’lam an-Nubala’ karya Imam adz-Dzahabi, beliau juga menukil perkataan Imam asy-Syafi’i tetntang keutamaan ilmu kedokteran.

لاَ أَعْلَمُ عِلْماً بَعْدَ الحَلاَلِ وَالحَرَامِ أَنْبَلَ مِنَ الطِّبِّ إلَّا أَنَّ أَهْلَ الكِتَابِ قَدْ غَلَبُوْنَا عَلَيْهِ

“Saya tidak mengetahui ilmu setelah halal dan haram (fiqih) lebih mulia dari ilmu kedokteran, hanya saja ahli kitab itu telah mengalahkan kita dalam bidang itu”.

Dalam dua riwayat di atas, Imam asy-Syafi’i sangat memuji dan menganjurkan agar umat Islam belajar ilmu kedokteran. Lantas apa yang menjadikan Imam an-Nawawi yang bermadzhab Syafi’i itu malah menjauhi ilmu kedokteran dengan mengeluarkan semua yang berhubungan dengan ilmu kedokteran dari rumah beliau? Bahkan kata beliau hal itu menyebabkan hati beliau menjadi gelap? Bukankah itu sangat bertentangan dengan apa yang dikatakan oleh Imam asy-Syafi’i?

Imam as-Sakhawi mencoba untuk menjelaskan kepada kita permasalahan di atas ketika beliau menuliskan kitab tentang biografi Imam an-Nawawi. Beliau menjelaskan bahwa ilmu kedokteran  yang dipuji oleh Imam asy-Syafi’i adalah at-Tibb an-Nabawi (kedokteran ala Nabi) atau ilmu kedokteran yang bersih dari unsur-unsur ilmu filsafat. Sebagaimana kita tahu bahwa kitab al-Qanun Fii at-Tibb yang ditulis oleh Ibnu Sina, di dalamnya banyak sekali memuat tentang filsafat disamping kitab tersebut merupakan kitab yang membahas tentang ilmu kedokteran.

Apakah Imam an-Nawawi Tidak Mengerti Tentang Ilmu Kedokteran?

Walaupun Imam an-Nawawi dalam perjalanan hidupnya ketika menuntut ilmu sangat menjauhi kitab al-Qanun Fii at-Tibb karya Ibnu Sina dan mengeluarkan semua yang berhubungan dengan ilmu kedokteran dari rumah beliau, bukan berarti Imam an-Nawawi tidak mengerti tentang ilmu kedokteran. Bahkan pengetahuan beliau tentang ilmu kedokteran sangat banyak sekali. Hal itu dapat kit abaca dalam kitab al-Minhaj karya beliau ketika mensyarah hadits-hadits Nabi SAW yang berhubungan dengan kedokteran yang ada pada kitab Shahih Muslim.

Wallahu A’lam Bish Shawab

About Author

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Categories