Istri Sakit, Berdosakah Menolak Ajakan Jima’ Suaminya?
Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam atas Rasulillah –Shallallahu ‘Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.
Pada dasarnya, istri wajib memenuhi ajakan jima’ suaminya selama tidak membahayakan dirinya atau menghalanginya dari menjalankan kewajiban agamanya. Baik siang atau malam, baik dirinya sedang bersyahwat atau tidak. Jika ia enggan dan tidak mau melayani suaminya maka ia telah melakukan kemaksiatan dan nusyuz yang termasuk dosa besar.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
أَيُّمَا رَجُلٍ دَعَا زَوْجَتَهُ لِحَاجَتِهِ فَلْتَأْتِهِ وَلَوْ كَانَتْ عَلَى التَّنُّوْرِ
“Suami mana saja yang memanggil istrinya untuk memenuhi hajatnya (jima’) maka si istri harus/wajib mendatanginya (memenuhi panggilannya) walaupun ia sedang memanggang roti di atas tungku api.” (HR. Al-Tirmidzi dan al-Nasa’i. Dishahihkan Ibnu Hibban dan Al-Albani)
Dalam hadits lain,
إِذَا دَعَا الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهِ فَأَبَتْ فَبَاتَ غَضْبَانَ عَلَيْهَا لَعَنَتْهَا الْمَلَائِكَةُ حَتَّى تُصْبِحَ
“Apabila seorang suami mengajak istrinya ke ranjangnya (untuk berjima’), lalu ia menolak sehingga suaminya di malam itu murka kepadanya, maka para malaikat melaknatnya hingga pagi.” (Muttafaq ‘Alaih, dalam redaksi lain, “sehingga suaminya ridha kepadanya”)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah pernah ditanya tentang sikap suami jika istrinya enggan melayaninya setelah memintanya. Beliau menjawab, “istri haram berbuat nusyuz (membangkang) terhadap suaminya. Istri tidak boleh menolak melayani suaminya. Bahkan, apabila istri menolak dan tetap ngeyel maka suaminya boleh memukulnya dengan pukulan yang tidak menyakitkan (-yaitu yang tidak membuat luka dan cacat-pent). Istri juga tidak berhak menerima nafkah dan jatah…” (Majmu’ Fatawa: 32/279)
Istri Sakit dan Menolak Ajakan Suami
Namun jika istri sakit sehingga merasa berat melayani suaminya, apakah si istri berdosa jika menolak ajakan suaminya?
Pada dasarnya, istri wajib memenuhi ajakan suaminya dalam urusan ranjang. Namun jika ia sedang tidak enak badan atau sakit sehingga merasa berat melayani suaminya, maka si suami tidak boleh memaksanya untuk berjima’. Namun dirinya boleh menikmati (mencium atau membelai, atau lainnya) istrinya selama tidak membahayakannya.
Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,
لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ
“Tidak (boleh melakukan/menggunakan sesuatu yang) berbahaya atau membahayakan (orang lain).” (HR. Ahmad dalam Musnadnya, Malik dan Ibnu Majah)
Ini juga sebagai pengamalan terhadap firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala,
وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ
“Dan bergaullah dengan mereka secara patut.” (QS. Al-Nisa’: 19)
Sikap terbaik seorang suami adalah berlaku lembut terhadap istrinya. Tidak memaksa istrinya melakukan sesuatu yang ia merasa berat melaksanakannya. Suami tidak boleh memaksakan syahwatnya tanpa memperhatikan kondisi istrinya. Maka jika istri terlihat merasa enggan melayaninya karena sakit atau meriang, hendaknya suami mencari tahu kondisi istrinya, bersabar dan berusaha menghilangkan udzur yang ada pada istrinya. Wallahu A’lam (sumber: voa-islam)