Kebinasaan Para Penghalang Dakwah
Kebinasaan Para Penghalang Dakwah
Segala puji hanya kepunyaan Allah semata. Semoga shalawat dan salam tercurahkan pada baginda Muhammad, keluarga, shahabatnya, dan siapa saja yang komitmen mengikuti mereka.
Allah berfirman dalam Surat Al-Humazah yang maknanya,“Kecelakaan bagi setiap pengumpat dan pencela, yang mengumpulkan harta benda dan menghitung-hitungnya. Ia mengira, bahwa hartanya itu dapat membuatnya kekal. Tidak! Sekali-kali tidak! Sesungguhnya dia akan dilemparkan ke dalam neraka Huthamah. Tahukah engkau, apakah neraka Huthamah itu? (Itulah) api Allah yang berkobar-kobar yang membakar sampai ke dalam hati. Sesungguhnya api itu ditutupkan atas mereka. Padahal mereka itu (diikat) pada tiang yang panjang.”
Surat yang terdiri dari sembilan ayat, delapan puluh empat kalimat, dan saratus enam puluh satu huruf ini menggambarkan tentang celaan serta hinaan yang dijumpai di awal-awal dakwah Rasulullah ﷺ. Gambaran ini merupakan suatu peristiwa yang kerap berulang di berbagai kesempatan dan waktu. Inilah gambaran para pencela kerdil yang baru diberi sedikit harta namun kemudian terlena serta tertipu terhadap apa yang dilihatnya. Kekayaan materi itu hingga tidak mampu dikendalikannya, sehingga kekayaan itulah yang justru mengambil alih kendali.
Mereka yang tertipu oleh kekayaan materi pun berkeyakinan bahwa harta itulah segala-galanya. Harta itulah yang menciptakan kehidupan. Harta itulah yang menciptakan kebahagiaan. Harta itulah yang akan membuat mulia pemiliknya. Sedangkan kefakiran merupakan biang kehinaan dan kerendahan. Mereka itulah kaum materialis, yang tidak percaya kecuali pada apa saja yang dapat terjangkau oleh panca indera. Sedangkan selain itu, mereka anggap tidak ada!? Semoga Allah melindungi kita dari keyakinan-keyakinan bejat semacam ini.
Padahal, pada kenyataannya harta bukanlah segala-galanya. Ia tak ubahnya seperti benda-benda mati lainnya. Tidak ada keistimewaan yang mencolok yang ada padanya. Ambillah contoh harta benda berupa uang. Dengannya, kita bisa membeli kursi, namun tidak bisa membeli kenyamanan duduk. Dengannya, kita bisa membeli rumah megah, namun tidak bisa membeli kenyamanan bertinggal. Aduhai, seandainya harta benda dapat membahagiakan orang, kenapa kita jumpai banyak orang yang sudah muncapai puncak kekayaan materi namun hidupnya diakhiri sendiri dengan bunuh diri. Ada lagi yang malah gila karena hartanya. Yang lain, ada yang justru pergi ke daerah terpencil untuk hidup miskin. Manakah kebahagiaan itu? Apakah dalam harta benda?! Demi Allah, kekayaan bukan ada dalam harta benda yang nampak oleh mata.
Kebahagiaan hanya ada dalam iman. Imanlah sumber kebahagiaan hakiki. Selainnya, hanyalah kebahagiaan semu. Allah berfirman yang artinya, “Orang yang beramal shalih dalam keadaan iman, baik laki-laki maupun perempuan, sungguh Kami pasti akan memberinya kehidupan yang baik…” Dalam ayat ini, Allah tidak berjanji akan memberikan harta banyak untuk orang-orang beriman yang beramal shalih, akan tetapi Dia menjanjikan akan memberikan penghidupan yang baik. Kenapa? Karena harta benda bukanlah sumber kebahagiaan. Realita pun membuktikan demikian. Tidakkah kita jumpai orang yang memiliki rumah megah, kendaraan mewah, pasangan cantik, banyak ketuturunan namun hatinya selalu dirundung kesedihan. Bahkan selama hidupnya tidak pernah merasakan kebahagiaan sama-sekali. Namun di saat yang sama, ada orang yang ekonominya pas-pasan akan tetapi ia selalu tersenyum bahagia. Seakan-akan ia tidak pernah memikul masalah apa pun.
Harta justru bisa membuat sulit pemiliknya di akhirat. karena pada hakekatnya, harta yang haram akan dibalas neraka, sementara harta yang halal akan dihisab secara rinci.
Imam At-Tirmidzi meriwayatkan dengan sanadnya dari Shahabat Abu Barzah As-Sulami, ujarnya, Rasulullah ﷺ bersabda, “Pada hari Kiamat, kedua kaki seorang hamba tidak akan bergeser sampai ia ditanya tentang umurnya bagaimana ia habisnya, tentang ilmunya bagaimana ia pergunakan, tentang hartanya dari mana ia memperolehnya dan bagaimana ia belanjakan, serta tentang badannya bagaimana ia habiskan.”
Dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari, Rasulullah ﷺ bersabda, “Aku telah menengok ke Surga dan aku lihat mayoritas penduduknya adalah kaum fakir. Dan aku telah menengok ke Neraka dan aku lihat mayoritas penduduknya adalah kaum wanita.”
Beliau ﷺ juga pernah menyatakan, “Orang-orang fakir akan memasuki Surga lima ratus tahun sebelum orang-orang kaya.” HR At-Tirmidzi.
Kemudian, kekayaan materi terkadang justru dapat menjerumuskan pemiliknya pada kenistaan dan kehinaan. Oleh karena itu, tidak heran apabila baginda Rasulullah ﷺ sampai menyatakan, seperti yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim,“Sebenarnya termasuk yang aku khawatirkan atas kalian sepeninggalanku ialah apabila bunga dunia dan keindahannya telah dibukakan untuk kalian.”
Sayangnya, banyak orang yang hanya menganggap cobaan hanya ada pada kefakiran dan melupakan bahwa kekayaan juga termasuk ujian. Bahkan pada banyak keadaan lebih berat cobaan pada harta benda daripada kemislinan. Lihatlah pada surat ini bagaimana Allah menceritakan orang-orang yang tertipu dengan harta bendanya. Karena orang-orang tersebut tidak mampu menguasainya, sehingga mereka pun berhasil ditakhlukkan dan dikendalikan oleh harta bendanya sendiri. Inilah kondisi orang-orang kafir yang tidak memiliki iman di hatinya. Sehingga, karena harta benda itu menyebabkan mereka mencela orang-orang mukmin yang ketika di awal-awal munculnya Islam lebih banyak dipeluk kaum fakir.
Memang secara kasat mata mereka fakir, namun mereka lebih merasakan ketentraman dan kebahagiaan batin lebih daripada mereka yang tertipu dengan kekayaan materi. Lebih parah lagi di mana mereka menyangka dengan kebodohan mereka bahwa kekayaan materi yang ada pada mereka dapat membuatnya kekal. Entah kekal keberadaanya di dunia ataukah kekal namanya dikenang orang-orang sepeninggalannya.
Tidak. Sekali-kali tidak seperti apa yang mereka sangkakan. Allah dengan tegas akan kekeliruan perasangka ini. Dia bahkan akan menyeret mereka yang telah tertipu dan menghina orang-orang mukmin itu ke dalam neraka Huthamah. Nereka yang Allah persiapkan ini memiliki sifat menyala-nyala dan berkobar-kobar apinya yang dapat membakar hingga sampai ke hati sangking panasnya meski hati berada dalam dada dilindungi berbagai oragan tubuh lainnya. Kenapa disebutkan hati, bukan lainnya? Penulis At-Tafsir Al-Munir (II/662) menjelaskan bahwa karena hatilah tempat bersemayamnya keyakinan-keyakinan menyimpang dan sumber berbagai perbuatan bejat. Maka jadilah seperti ungkapan bahwa balasan itu sesuai dengan jenis perbuatan.
Mereka yang disiksa dalam nereka tersebut tidak akan bisa keluar bebas. Mereka akan terus diazab selama-lamanya, tiada ampun. “Setiap kali mereka ingin keluar darinya, mereka akan dikembalikan ke dalam.” Inilah salah satu gambaran siksa di neraka. Setelah mereka hancur karena siksaan, mereka akan dipulihkan untuk kemudian disiksa lagi hingga hancur. Dan demikian seterusnya. Sedangkan dalam ayat ini, Allah menyebutkan bahwa mereka disiksa dalam keadaan terikat pada tiang-tiang yang panjang. Makanya Allah menyatakan, “Mereka di dalamnya tidak mati, tidak pula hidup.”
Pada akhirnya, keadaan mereka berbalik derastis di akhirat. Rasulullah ﷺ pernah menggambarkan seperti yang diketengahkan oleh Imam Muslim, “Pada hari kiamat akan didatangkan seorang penduduk neraka orang yang paling merasakan nikmat di dunia kemudian dicelupkan ke dalam neraka satu celupan. Ditanyakan padanya, ‘Hai anak Adam, apa kamu melihat sedikit pun kebaikan? Apakah kamu pernah merasakan kenikmatan?’ Ia menjawab, ‘Tidak. Demi Allah.’”
Betapa sangking pedihnya siksaan neraka sehingga kenikmatan yang mereka rasakan di dunia dulu seakan-akan tidak terasakan sama sekali. Semoga Allah melindungi kitra dari sengatan api neraka. Wallahua’lam.
Artikel kali pertama dipublikasikan oleh “Buletin Al-‘Ilmu” Palembang. Walhamdulillah. sumber