
Kepahlawanan Muslimin
MUSTANIR.net – Fithrah kita sebagai manusia adalah siap untuk menerima kebaikan dari Allah, dan menjalankan tujuan penciptaan kita sebagai Khalifah di muka bumi ini. Sebagaimana yang Allah firmankan dalam Kalam-Nya yang mulia,
و إذ قال ربك للملائكة إني جاعل في الأرض خليفة
“Dan ingatlah ketika Tuhanmu berkata kepada para malaikat, ‘Sesungguhnya Aku hendak menjadikan di bumi ini seorang Khalifah.” (QS al-Baqarah: 30)
Inilah tujuan kita ada di dunia ini, menjadi Khalifah! Menjadi pemimpin yang memakmurkan bumi, dan pahlawan yang membebaskan negeri dari kezaliman. Bukanlah tugas kita di sini hanya untuk mencari makan dan bertahan hidup, tapi kita diciptakan untuk menjadi pahlawan, pemimpin, leader, yang pikirannya terpaku untuk orang lain, untuk membawa kebaikan bagi masyarakat, dan pengabdian! Lihatlah firman Allah ini,
و جعلنا منهم أئمة يهدون بأمرنا لما صبروا و كانوا بئاياتنا يوقنون
“Dan Kami jadikan para pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami selama mereka sabar dan yakin kepada ayat-ayat Kami.” (QS al-Ahzab: 23)
Jelaslah, bahwa kehadiran para pemimpin yang menjadi lentera bagi masyarakat akan datang ketika mereka mampu bersabar.
Ada kawah candradimuka yang baru saja kita lewati. Ialah Ramadhan, sebuah bulan yang menjadi madrasah bagi orang-orang beriman. Mereka menahan lapar dan haus, menahan syahwat dan amarah, dan bersabar atas kondisi yang tidak normal, sehingga oleh karenanya, mereka pantas digelari dengan gelar pahlawan dan ksatria.
Wahai para pahlawan, kalian telah berusaha menggembleng diri, semaksimal mungkin, untuk menjadi orang yang sampai di Idul Fithri dengan mengibarkan bendera kemenangan, dan bertakbir sebanyak-banyaknya! Allahu Akbar, Allahu Akbar! Allah Maha Besar dan tentu lebih besar dari lapar hausku, dari nafsu dan kelemahanku.
Oleh karena itulah, wahai para pahlawan, melalui madrasah Ramadhan ini, melalui kawah candradimuka ini; kita dilatih untuk menjadi pahlawan, menjadi ksatria, menjadi pemimpin, menjadi Khalifah… yang telah digembleng dengan kesabaran. Sebagaimana firman Allah tadi,
و جعلنا منهم أئمة يهدون بأمرنا لما صبروا و كانوا بئاياتنا يوقنون
“Dan Kami jadikan para pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami selama mereka sabar dan yakin kepada ayat-ayat Kami.” (QS al-Ahzab: 23)
Para pahlawan yang dimuliakan Allah, al-Buthulah laysa bi’l-Batholah, kepahlawanan bukanlah pengangguran. Para pahlawan adalah mereka yang melaksanakan firman Allah, “fa idza faraghta fanshob, wa ila rabbika farghab”. Ketika mereka telah selesai dalam suatu urusan, mereka tidak lantas berleha-leha, tidak beristirahat dengan santai, dan menyerahkan perjuangan kepada generasi berikutnya dengan alasan klise “sekarang giliran yang muda-muda”. Tidak!
“Fa idza faraghta fanshab”, ketika mereka telah selesai di satu urusan, maka mereka bangkit lagi, mereka tegak kembali, dan berkata “Saya siap ya Allah! Saya siap untuk mengemban perjuangan, saya siap untuk berlelah-lelah kembali. “Wa ila rabbika farghab,” sampai Engkau ridha, ya Allah. Sehingga dari sini, para pahlawan yang dirahmati Allah, “al-Buthulah laysa bi’l-Batholah”, kepahlawanan bukanlah pengangguran.
Lihatlah seorang Abu Ayyub al-Anshari radhiyallahu ‘anhu. Seorang Sahabat dekat Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam, Sahabat Anshar yang pernah serumah dengan Nabi ketika Masjid Nabawi sedang dalam proses pembangunan. Sekian lama setelah Rasulullah wafat, di usianya yang hampir 80 tahun, Abu Ayyub al-Anshari mendaftarkan diri untuk menjadi tentara Islam yang dipimpin Khalifah Yazid bin Mu’awiyah demi membebaskan Konstantinopel, ibukota Romawi Byzantium. Usia 80 tahun beliau berjihad, berjalan kaki dari Madinah hingga Turki, dan syahid di Konstantinopel.
Sepanjang 800 tahun setelah wafatnya Abu Ayyub al-Anshari, ada delapan kali operasi jihad pembebasan Konstantinopel oleh Muslimin, semuanya belum ada yang berhasil. Ketika datang Muhammad al-Fatih membawa pasukannya, berminggu-minggu usahanya menjebol benteng Konstantinopel belum berhasil, tiba-tiba dia menemukan kuburan Abu Ayyub al-Anshari dengan jenazahnya yang masih utuh di bawah tembok kota itu, dan inilah yang menjadi lecutan semangat Muhammad al-Fatih hingga beliau berhasil membebaskan Konstantinopel pada 1453.
Lihatlah Sultan Malik ash-Shalih di Pasai! Ia bukanlah orang biasa karena di makamnya tertera tulisan “al-‘Abid al-Fatih al-mulaqqab Sulthan Malik ash-Shalih”, bahwa Sultan Malik ash-Shalih adalah seorang al-‘Abid al-Fatih! Seorang ahli ibadah yang juga al-Fatih, pembebas! Sehingga ternyata negeri kita juga punya al-Fatih sebagaimana Muslimin Turki punya Sultan Muhammad al-Fatih.
Lihatlah bagaimana tanah Sunda ini diisi oleh jenazah orang-orang mulia! Lihatlah makam Syaikh Syarif Hidayatullah Sunan Gunung Jati yang terkubur nun jauh di Tatar Sunda, padahal beliau adalah keturunan Mesir! Untuk apa orang Mesir jauh-jauh datang ke Sunda ini kalau bukan untuk mempersembahkan hidupnya demi dakwah dan jihad li i’la’i kalimatillah!
Perlu juga kita ketahui, bahwa kepahlawanan bukan milik kaum laki-laki dan di medan pertempuran saja. Kepahlawanan bisa juga datang dari rumah-rumah kita, dari dapur-dapur kita, dan dari kamar-kamar kita. Kepahlawanan pun dimiliki oleh kaum wanita, yang teguh dalam agamanya, taat kepada suaminya, dan sabar dalam mendidik anak-anaknya. Dari wanitalah, tercipta generasi pahlawan!
Tahukah kalian, wahai para pahlawan, “awwalu syahid fi’l-Islam laysa min rijal”, bahwa orang yang pertama kali syahid dalam Islam bukanlah laki-laki, tapi wanita? Inilah Sumayyah binti Khayyat, ibu dari Ammar, dan suami dari Yasir. Bahwasanya ketika Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam melihat mereka sedang disiksa oleh kafir Quraisy, Nabi memberi kabar gembira, “shabran ala Yasir, fa-inna mau’idakum al-jannah,” sabarlah wahai keluarga Yasir, karena yang dijanjikan bagi kalian adalah surga.
Wahai para pahlawan, bagaimana respon Sumayyah ketika mendengar kata Nabi tadi? Apakah dia berkata, “kami tidak butuh janji-janji muluk tentang surga, kami butuhnya pertolongan yang nyata!?” Tidak!! Sungguh, justru Sumayyah malah berkata, “Ya Rasulullah, sesungguhnya surga itu telah terlihat jelas di mata kami!”
Padahal yang ada di depan matanya saat itu adalah tombak, yang kemudian ditusuk dari selangkangan tembus ke leher! Inilah keteguhan Sumayyah binti Khayyat. Inilah keteguhan seorang wanita dalam agamanya, wahai para pahlawan-pahlawan rumah kami, wahai para ibu dan istri kami. Kepahlawanan, adalah sifat sejati kita sebagai orang Islam!
Para pahlawan yang dirahmati Allah. Setelah kita memahami bahwa tujuan kita di dunia ini adalah untuk menjadi khalifah, pemimpin, ksatria, dan pahlawan; maka selanjutnya kita harus mengidentifikasi permasalahan yang terjadi hari ini.
Saya ingin bercerita tentang seseorang yang sombong dari Amerika, bernama Francis Fukuyama. Dia adalah keturunan Jepang yang menjadi ahli politik dari Amerika. Dia menulis buku yang berjudul The End of History and the Last Man dan di dalamnya ia berkata,
“Apa yang kita saksikan hari ini bukan hanya sebuah akhir dari Perang Dingin, atau berlalunya sebuah fase sejarah pasca-perang. Tetapi sebenarnya adalah akhir dari sejarah itu sendiri. Inilah titik akhir dari evolusi ideologi kemanusiaan, dan konsep demokrasi liberal Barat telah diterima secara universal sebagai bentuk akhir dari sistem pemerintahan manusia.”
Para pahlawan yang dimuliakan Allah, inilah ucapan penuh jumawa dari seorang Francis Fukuyama. Peradaban Barat beserta sistem demokrasi liberal, katanya, telah menang dan menjadi bentuk final dalam peradaban manusia. Katanya, peradaban Barat telah menang, walaupun kita telah menyaksikan segala kemunafikannya, segala standar gandanya, segala pemihakannya kepada penjajah Yahudi, segala permusuhannya kepada Muslimin di Palestina. Peradaban Barat dengan Amerika sebagai polisi dunianya telah diam atas kebrutalan yang terjadi atas Muslimin India, ketika mereka dianiaya oleh para fanatik Hindu di sana.
Kita juga telah menyaksikan segala keburukan akibat penerapan Peradaban Barat dan demokrasi liberal yang telah merusak moral pejabat-pejabat kita, menggoncangkan akhlak anak-anak kita, memiskinkan sumber-sumber daya manusia kita, dan merampok sumber daya alam kita.
Para pahlawan yang dibanggakan Allah. Ketahuilah, kaum Muslimin pernah menghadapi segala macam manusia. Dalam sejarah Islam dari masa Rasulullah sampai sekarang, selama ribuan tahun, kita sudah pernah menghadapi segala macam jenis musuh, menghadang aneka rupa corak manusia, dan telah memenangi berbagai macam pertempuran.
Kaum Muslimin pernah menghadapi Imperium Persia dan Romawi; juga menghadapi orang-orang musyrikin Makkah, Arab Badui, Afrika, Turki, Asia Tengah; pernah menghadapi kaum Mongol dan Barbar; pernah menghadapi kaum Salibis Eropa dan Byzantium; pernah menghadapi para kolonialis Belanda, Italia, Prancis, Spanyol, Portugal, Inggris, Thailand, Jepang, dan lainnya; pernah menghadapi para penyembah api, penyembah patung Sidarta, penyembah sapi, penyembah sungai, penyembah matahari, dan lainnya; pernah menghadapi Rusia, Uni Soviet, Serbia, Bolshevik, PKI; pernah menghadapi Amerika Serikat, Sekutu, NATO, dan lainnya; pernah menghadapi tentara Zionis Yahudi, agen-agen Mossad, Knight Templar, Freemason, dan lain-lain.
Segala macam manusia sudah pernah dihadapi kaum Muslimin, wahai para pahlawan. Kadang kita mengalami kekalahan, tetapi kemudian mampu mengalahkan musuh-musuh. Sungguh, fakta sejarah pasti mengungkap kebenaran risalah! Setelah merenungi sejarah tadi, kita akan tersentak dengan firman Allah yang menyebutkan:
هو الذي أرسل رسوله بالهدى و دين الحق ليظهره على الدين كله و لو كره المشركون
“Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk dan membawa agama yang benar, agar Dia menangkan atas segala agama, meskipun orang-orang musyrik tidak menyukainya.” (QS ash-Shaff: 9)
Para pahlawan yang dimuliakan Allah, yakinlah akan janji ini! Walaupun realita yang kita lihat seakan tidak memberikan peluang kepada Islam untuk bangkit kembali, tapi yakinlah: Bahwa Islam yang dibawa Nabi, akan dimenangkan di atas segala agama, di atas segala ideologi, di atas semua sistem, dan di atas semua peradaban.
Jika Theodor Herzl pernah begitu optimis dalam pendirian Der Judenstaat, Negara Yahudi, dengan mengatakan “When we will, that it is’nt a dream,” maka kita sebagai kaum yang beriman kepada Allah pasti akan malu jika tidak yakin akan tegaknya Islam, dengan berdirinya Negara Islam, yakni Khilafah ala minhajin nubuwwah. Khilafah yang akan datang, membawa rahmat bagi seluruh alam.
Para pahlawan yang dimuliakan Allah. Marilah kita berdoa, memohon dan bermunajat kepada Allah. Semoga Allah mengabulkan permohonan kita. Semoga Allah memberi kita kesabaran dan keikhlasan. Semoga Allah menguatkan ketaatan kita, melanggengkan ketakwaan kita dan meneguhkan kita untuk tetap istiqamah di jalan-Nya.
Dengan begitu Allah memberikan pertolongan-Nya kepada kita sehingga kita benar-benar meraih kemenangan sejati. Nashrun min Allah wa fathun qarib, dengan tegaknya Islam di muka bumi. []
Sumber: Nicko Pandawa