KUII: Syiah tidak diundang dan Fatwa MUI Jawa Timur tentang Syiah
Guna mensosialisasikan Fatwa MUI Jawa Timur tentang Syiah, pihak MUI Jawa Timur membagi-bagikan isi fatwa MUI di acara Kongres Umat Islam Indonesia (KUII) Ke-VI di Yogyakarta.
“Jika kita sampaikan fatwa itu lewat mimbar bisa jadi peserta kongres lupa setelah selesai disampaikan. Namun, jika dicetak dalam bentuk modul, saat peserta kongres yang berasal dari berbagai elemen itu lupa, mereka bisa membacanya kembali,” kata Mohammad Yunus sebelum rapat Pleno IV KUII dimulai, Selasa (10/02/2015) pagi.
Sebagaimana diketahui setelah acara malam ta’aruf peserta usai, Ahad (08/02/2015) malam, tampak beberapa peserta perwakilan dari MUI Jawa Timur membagi-bagikan makalah tentang fatwa MUI Jawa Timur yang menyatakan kesesatan Syiah.
Dalam kongres tersebut juga MUI tidak mengundang ABI (Ahlul Bait Indonesia). Anggota Komisi Kajian dan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, Fahmi Salim mengakui awalnya wakil Syiah dari Ahlul Bait Indonesia (ABI) ingin diundang sebagai salah satu peserta Kongres Umat Islam Indonesia (KUII) Ke-VI di Yogyakarta.
Namun menurut Fahmi, keinginan mengundang ABI dibatalkan setelah dieliminir dalam rapat pertemuan steering commitee (SC) para petinggi MUI pusat setelah ada protes satu kiai senior di MUI yang menyampaikan pernyataan tegas jika ABI tetap diundang, dirinya tidak akan hadir dalam kongres tersebut.
Senada dengan MUI Jawa Timur dua peserta KUII Ke-VI dari perwakilan Majelis Mujahidin Indonesia juga aktif membagi-bagikan Surat Edaran Pernyataan Syar’iyah Majelis Mujahidin tentang Paham Syiah.
“Hal ini kami lakukan dalam rangka untuk mensosialisasikan sikap Majelis Mujahidin terkait dengan paham Syiah. Ini momen yang tepat untuk melakukan itu, di mana seluruh ormas Islam di Indonesia berkumpul dalam forum ini,” ujar penyampaian Sekretaris Majelis Mujahidin Pusat, M. Shabbarin Syakur usai Pleno IV KUII Ke-VI di Ruang Borobudur Hotel Inna Garuda Yogyakarta, Selasa (10/02/2015) siang.
Selain surat edaran itu, Shabbarin juga membagikan edaran berupa surat terbuka ‘Menggugat Rezim Jokowi-JK dan Pedoman Menghadapi Situasi Serba Tidak Jelas’.
“Surat terbuka itu dikeluarkan di Yogyakarta pada tanggal 11 Desember 2014, salah satu isinya menggugat Presiden Jokowi bertanggung jawab secara konstitusional terhadap visinya “Meneguhkan kembali jalan ideologis’ yang mejadikan Pancasila 1 Juni 1945 dan Trisakti sebagai Ideologi penuntun, penggerak, pemersatu perjuangan dan bintang pengarah bangsa Indonesia,” kata Shabbarin.
Menurut Shabbarin, visi-misi Jokowi itu keliru sebab Pancasila 1 Juni 1945 itu tidak sama seperti dengan Pancasila saat ini, di mana pada Pancasila 1 Juni 1945 sila pertama berbunyi Persatuan Indonesia dan diakhiri Ketuhanan Maha Esa yang Berkebudayaan.