(Antara/M Agung Rajasa)

Lamunan Indonesia Zero Corona Virus

MUSTANIR.net – Jumlah pasien positif virus Corona, per 21 Maret 2020, bertambah menjadi 450 orang, dengan 38 orang diantaranya meninggal dunia. Juru bicara pemerintah khusus penanganan virus Corona, Achmad Yurianto, dalam konferensi pers, di Jakarta, Sabtu (21/3) mengatakan “Ada penambahan kasus baru sebanyak 81 orang. Sehingga total kasus adalah 450 orang.” (cnnindonesia.com) Di antara yang meninggal ada dua orang dokter dan seorang perawat yang telah terkonfirmasi meninggal akibat terpapar Virus Corona. Hal ini telah disampaikan oleh Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Sabtu malam, 21 Maret 2020. (tempo.co)

Presiden Jokowi pada 2 Maret 2020 mengumumkan kasus pertama virus Corona di Tanah Air. Ada dua warga Depok, Jawa Barat, yang dinyatakan positif virus Corona. (kompas.com)

Konfirmasi pasien 01 dan 02 ini meruntuhkan kejumawaan perangkat negara yang menyampaikan bahwa Indonesia Zero Corona Virus. Ditarik ke belakang, kurang lebih satu bulan yang lalu, Kemenkes memastikan Indonesia masih zero positif virus Corona. Sempat menjadi sorotan dunia lantaran belum mengkonfirmasi pasien positif Covid-19, menjadi pertanyaan banyak ahli, ada apa dengan Indonesia, mengapa negeri ini tak terjamah wabah?

Menteri Kesehatan RI Terawan beberapa kali menegaskan belum ditemukan kasus positif virus Corona di Indonesia. Sejumlah kasus suspect (dugaan), akhirnya terbukti negatif. Kata beliau. Ketika 238 warga negara Indonesia dievakuasi dari ground zero virus Corona 2019 n-CoV pada 2 Februari lalu, Kemenkes RI kembali mengaskan tak ada satupun dari mereka yang menunjukan gejala infeksi.

Mengutip laman the Sidney Morning Herald, WHO mengatakan, Indonesia harus berbuat lebih banyak untuk mempersiapkan kemungkinan wabah Virus Corona. WHO berharap, Indonesia bisa meningkatkan pengawasan, deteksi kasus dan persiapan di fasilitas kesehatan yang ditunjuk jika wabah tiba. (liputan6.com)

Bukannya meningkatkan kewaspadaan, pengawasan dan persiapan di fasilitas kesehatan, pejabat publik justru melontarkan opini-opini canda yang membuat gemas. Mulai “Kebal corona karena doyan nasi kucing”, “Virus Corona tak masuk, karena Indonesia izinnya berbelit-belit”, bahkan sampai ucapan Kemenkes yang menuai kritik “Difteri saja kita tidak takut, apalagi Corona.”

Kesan pertama pemerintah dalam merespon wabah dunia Covid-19 dinilai sok hebat dan sok jagoan oleh anggota DPR RI Fraksi Gerindra Fadli Zon. Ia mengingatkan untuk tidak bersikap sombong dan arogan dalam menyikapi kasus virus Corona (2/3/2020). (klikpositif.com)

Melonjaknya pasien positif Covid-19, tak bisa dilepaskan dari gagal fokusnya pemerintah dalam menangani masalah. Banyak tenaga ahli dan tenaga medis yang menyarankan lockdown. Namun, pemerintah mengatakan bahwa opsi kebijakan lockdown terlalu ekstrem. Presiden Jokowi menerangkan bahwa lockdown bukan hanya menutup penyebaran tetapi seluruh kehidupan ditutup, seperti masuknya bahan pokok makanan, bisnis dan sebagainya. Sehingga ia tak mengambil opsi itu.

Padahal WHO mengakui bahwa lockdown atau isolasi adalah bagian dari apa yang telah distandarkan. WHO telah menetapkan prosedur apa saja yang harus dilakukan apabila sebuah negara menetapkan karantina. Bahkan WHO memuji langkah China yang mengambil keputusan untuk mengkarantina warga Wuhan. Badan Kesehatan Dunia (WHO) yang menyebut negara itu “mengambil langkah luar biasa untuk menghadapi tantangan luar biasa.” (kumparan.com)

Untuk kebijakan lockdown, sebenarnya undang-undang telah mengatur dalam UU nomor 6 tahun 2018, pasal 53, 54 dan 55 tentang Karantina Wilayah. Syaratnya harus ada penyebaran penyakit di antara masyarakat sehingga harus dilakukan penutupan wilayah untuk menangani wabah tersebut.

Wilayah tersebut diberi tanda karantina dan dijaga aparat. Anggota masyarakat tidak boleh keluar masuk wilayah yang dibatasi. Kebutuhan dasar mereka wajib dipenuhi pemerintah. Inilah yang perlu digaris bawahi.

Tentu, melihat kekayaan alam Indonesia yang melimpah, mulai dari kekayaan laut, pertanian, bahkan sampai kekayaan tambang, Indonesia sangat mungkin untuk mencukupi kebutuhan masyarakatnya ketika lockdown. Maka, pemerintah tinggal bicara masalah distribusi. Pemerintah dengan segala perangkatnya sangat mampu melakukan hal itu.

Kalaupun tidak mengambil opsi lockdown, paling tidak pemerintah harus meningkatkan performa kesehatan Indonesia, melalui kesiapan sarana dan prasarana kesehatan. Namun, kenyataan dilapangan, pemerintah justru meningkatkan ekspor masker, ironisnya kenaikan ekspor itu terjadi di tengah kelangkaan pasokan masker di berbagai daerah terutama Jabodetabek.

Kalaupun ada distributor mematok harga selangit. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) mengungkapkan beberapa fakta di lapangan terkait penanganan kasus Covid-19 di Indonesia.

Diantaranya, RS Rujukan yang ditetapkan sudah penuh, kapasitas ruang isolasi tekanan negatif di RS rujukan tidak banyak, peralatan ventilasi non-invasif dan invasif (ventilator) juga tidak banyak di RS rujukan, APD (Alat Pelindung Diri) tenaga medis yang merawat mulai menipis dan beberapa daerah tidak tersedia dan alur rujukan ODP dan PDP masih belum jelas betul tersosialisasi.

Lepas dari itu, andaikata pemerintah sejak awal sigap tanggap menangani virus Corona sejak awal, maka jumlah kasus pasien virus Corona tidak akan sampai sebesar ini. Bahkan negara Indonesia pernah memuncaki tingkat kematian (CFR/Case Fatality Rate) sebesar 8,37% di bulan pertama wabah.

Jika Indonesia masih tidak serius, tentu saja, Zero Corona Virus di Indonesia hanya lamunan belaka. Mau sampai kapan wabah terus dibiarkan? Mau sampai berapa korban meninggal, akibat tidak sigapnya pemerintah dalam mengatasi wabah dunia ini? Mau berapa orang martir kesehatan lagi yang akan dikorbankan?

Bukankah sudah banyak masukan dan saran dari masyarakat, tenaga ahli bahkan tenaga medis agar Indonesia segera ditetapkan lockdown? Mengapa pemerintah masih menghitung kancing atas penerapan isolasi yang sudah terbukti berhasil dilakukan oleh negara China? Tidak cukupkah fenomena wabah yang terjadi di Italia akibat pemerintah terlambat menentukan lockdown menjadi pelajaran kita bersama?

Sungguh, “Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah dibanding terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.” Masihkah kita bertumpu pada pemerintah yang lalai ini? Ataukah saatnya melakukan perubahan sistem total? Cukuplah peristiwa wabah ini membuat kita sadar bahwa Allahlah yang berhak menentukan aturan-aturan kehidupan. Wallahu ‘alam bisshawab. []

Sumber: Alfiyah Kharomah, STr. Kes, Founder Griya Sehat Alfa Syifa, Anggota Help-S (Healthcare Professional for Sharia

About Author

Categories