Moderasi Beragama, Liberalisasi Islam Gaya Baru?

MUSTANIR.net – Demi menguatkan moderasi beragama, untuk ke dua kalinya, Bimas Islam Kemenag menyelenggarakan International Conference on Religious Moderation (ICROM) 2023. Kemenag bekerja sama dengan Bincang Syariah, Islami[dot]co, LP2M UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, CRCS UGM, Mojok[dot]co, dan The International Partnership on Religious and Sustainable Development (PaRD).

Acara ini melibatkan delegasi, peneliti, akademisi, dan praktisi dari negara-negara anggota ASEAN, Eropa, Afrika, dan Uni Emirat Arab, bertempat di The Rich Jogja Hotel, Yogyakarta. Dalam konferensi ini, sebanyak 300 peneliti dari dalam dan luar negeri mengirimkan karya ilmiahnya mengenai fenomena kehidupan keberagaman di Indonesia.

Menurut Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Adib, ada 70 naskah terpilih dari 300 karya ilmiah untuk dipresentasikan di ICROM 2023. Salah satu capaian yang ingin diraih Kemenag dari gelaran ICROM 2023 ialah memperkenalkan gagasan moderasi beragama pada masyarakat dunia.

Kasubdit Bina Paham Keagamaan Islam dan Penangan Konflik Dedi Slamet Riyadi menyatakan, ICROM 2023 ialah momentum mengekspor dan mengampanyekan nilai moderasi beragama ke negara lain. Juga untuk membangun harmoni keagamaan dan moderasi beragama di wilayah ASEAN.

Dirjen Bimas Islam Kamaruddin Amin menyatakan ICROM merupakan salah satu usaha untuk melibatkan partisipasi masyarakat untuk menjaga dan merawat Indonesia dari penetrasi paham-paham yang berpotensi memecah belah bangsa.

Sekilas begitu terpuji tujuan dari gelaran ICROM 2023. Namun faktanya, tersembunyi sesuatu yang membahayakan di balik gagasan moderasi beragama.

Moderasi Beragama

“Moderasi beragama adalah jawaban atas masalah keagamaan yang dihadapi masyarakat Indonesia saat ini. Mencegah agar konflik tidak meluas dan tidak melahirkan kerusakan yang lebih besar sehingga diperlukan cara pandang yang moderat. Moderasi beragama solusi terbaik untuk negeri,” sederet kalimat ini pernah dikatakan oleh Menag Yaqut Cholil Qoumas. Akan tetapi, apa iya moderasi beragama ‘sesakti itu’ hingga mampu menuntaskan beragam konflik di Indonesia?

Bukankah justru moderasi beragama adalah ‘racun’ yang dapat mematikan akidah Islam dan ‘melawan’ berbagai ajaran Islam yang bisa mengantarkan kehancuran bagi umat beragama khususnya Islam? Sungguh, umat Islam benar-benar harus mengetahui hakikat moderasi beragama.

Menurut peneliti senior dari Riau Roni Chandra, akar jaringan Islam liberal di Indonesia saat ini menampakkan wajahnya sebagai gerakan moderasi beragama. Hal itu berawal sejak Prof. Harun Nasution dilantik sebagai rektor dan menerbitkan buku Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya sebagai rujukan untuk memulai gerakan Islam liberal. Buku tersebut menjadi buku rujukan wajib bagi para mahasiswa.

Ia juga mencanangkan program pengiriman para dosen untuk belajar keluar negeri mengambil program pascasarjana ke Barat untuk mempelajari Islam di sana. Para pengikut Prof. Harun Nasution menamakannya program Pembaharuan Pemikiran Islam yang pada prinsipnya ialah program Pembaratan Pemikiran Islam. (Media Umat). Tampaknya, kerja keras Prof. Harun Nasution kini membuahkan hasil.

Liberalisasi Islam Gaya Baru?

Tidak main-main, sebanyak Rp 3,2 triliun dana yang digelontorkan pemerintah untuk program moderasi beragama. Dana sebanyak itu pun masih terbilang kecil oleh pejabat terkait. Publik tentu penasaran, ada apa sebenarnya di balik ‘proyek’ mengampanyekan moderasi beragama? Siapa yang diuntungkan?

Prof. Dr. Hamid Fahmi Zarkasyi mengatakan, “Disadari atau tidak, sebenarnya moderasi Islam adalah wajah lain dari liberalisasi Islam agar kaum muslim tidak terikat syariat Islam secara kafah. Cara berpikir umat Islam disesuaikan dengan pandangan Barat kolonial ketimbang pandangan Islam.” (Media Umat)

Direktur Harokah Research Center (HRC) Ahmad Fathoni mengatakan, “Umat Islam dikelabui dengan sebutan yang sepintas islami, yaitu Islam moderat atau Islam wasatiah, padahal istilah-istilah itu tidak pernah digunakan oleh para ulama-ulama terdahulu maupun sekarang, dan itu bukan berasal dari khazanah Islam, tapi justru disosialisasikan sampai tingkat bawah.”

Cendekiawan muslim Ustaz Ismail Yusanto juga menegaskan bahwa moderasi Islam ialah pesanan dari musuh-musuh Islam untuk memperlemah umat Islam sendiri. Oleh karena itu, makin publik mengkaji hakikat moderasi beragama, mereka akan makin mengetahui bahwa moderasi beragama merupakan liberalisasi Islam gaya baru. Moderasi tidak memiliki dasar tuntunan dalam ajaran Islam dan sejatinya malah menyingkirkan ajaran Islam yang dianggap radikal karena tidak moderat.

Islam Moderat vs Islam Kafah

Salah satu rekomendasi dari ICROM 2023 ialah mengembangkan pendidikan keagamaan yang inklusif dan toleran yang bertujuan menanamkan nilai-nilai moderasi beragama kepada generasi muda. Hal ini dapat dilakukan melalui kurikulum pendidikan agama yang inklusif terhadap keragaman paham keagamaan.

Rekomendasi di atas jelas berbahaya bagi umat Islam, terkhusus generasi muda. Moderasi beragama menciptakan kaum muslim moderat. Islam moderat berarti meletakkan diri di antara iman dan kufur, taat, dan maksiat, serta halal dan haram. Moderasi ajaran Islam yakni menyamakan akidah Islam dengan agama-agama kepercayaan umat lain.

Dengan Islam moderat, kaum muslim diminta untuk membenarkan keyakinan agama dan kepercayaan di luar Islam. Sedangkan Allah Taala berfirman, “Sungguh kaum kafir, yakni ahli kitab dan kaum musyrik (akan masuk) ke neraka jahanam. Mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah makhluk yang paling buruk.” (QS al-Bayyinah: 6) Parahnya lagi, kaum muslim dipaksa untuk menoleransi perzinaan, LGBT, pornografi, dsb.

Jelas sekali, Islam moderat bertentangan dengan Islam kafah. Totalitas dan kesempurnaan Islam tidak akan tampak, kecuali kaum muslim mengamalkan Islam secara kafah dalam seluruh segi kehidupan.

Allah subḥānahu wa taʿālā memerintahkan, “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kalian ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh setan itu musuh yang nyata bagi kalian.” (QS al-Baqarah: 208)

Khatimah

Kampanye moderasi beragama makin digencarkan, bisa jadi karena makin menggeloranya gerakan perjuangan untuk menegakkan Islam kafah di tengah umat. Umat Islam harus segera menyadari bahaya dari moderasi beragama yang akan menciptakan Islam moderat.

Islam moderat akan mengebiri ajaran Islam, menimbulkan keraguan umat terhadap Islam, menyusupkan paham pluralisme, memecah belah Islam dan umat, meminggirkan dakwah menerapkan syariat, serta memonsterisasi ajaran khilāfah dan jihād.

Imam ath-Thabari menjelaskan tentang QS al-Baqarah: 208, “Kaum mukmin diseru untuk menolak semua hal yang bukan dari hukum Islam, melaksanakan seluruh syariah Islam, dan menjauhkan diri dari upaya-upaya untuk melenyapkan sesuatu yang merupakan bagian dari hukum-hukum Islam.” (Tafsir ath-Thabari, hlm. 337)

Moderasi beragama bukan dari hukum Islam justru melenyapkan sesuatu yang merupakan bagian dari hukum-hukum Islam. Berarti umat Islam harus menolak dengan tegas gagasan moderasi beragama dan memperjuangkan Islam kafah agar tegak kembali. []

Sumber: Rindyanti Septiana, SHI

About Author

Categories