Mencari Arsitektur Syariah
Mencari Arsitektur Syariah
Oleh Dr. Fahmi Amhar
Apakah bedanya antara “arsitektur Islam” dan “arsitektur syariah”? Adakah sebenarnya istilah “arsitektur syariah”?
Arsitektur Islam jauh lebih mudah dipahami, karena sering disamakan dengan bentuk dan ornamen Timur Tengah, penggunaan bentuk kubah, kaligrafi dan penanaman pohon palem di tamannya. Sementara aristektur syariah agak lebih abstrak.
Tetapi sebenarnya orang sudah sering mengeluhkan ketika di suatu ruang publik seperti hotel, mal, terminal atau stadion, mushalanya amat sempit, pengab, atau di lokasi yang paling sulit dijangkau. Sering juga mushola itu sebenarnya tidak dari awal didesain sebagai mushala, tetapi hanya diimprovisasi karena ada kebutuhan. Ini adalah indikasi bahwa diperlukan adalah suatu arsitektur yang mendukung penerapan syariah, meskipun baru sebatas kewajiban fardhiyah (ibadah, menjaga aurat).
Tetapi minat (ghirah) yang meningkat pada Islam, baik dari sisi bentuk (arsitektur Islam ala Timur Tengah) maupun substansi (arsitektur ramah syariah) ini harus diapresiasi dan dipupuk. Persoalannya memang banyak bangunan modern yang tidak dibangun oleh arsitek Muslim atau arsitek yang sadar syariah. Lebih parah lagi jika pemilik gedung juga tidak memiliki kesadaran syariah, sehingga ketika membuat spesifikasi gedung yang akan dibangun, dia melupakan detil yang terkait syariah.
Saat ini, teknologi arsitektur modern memang sudah tidak lagi berada di tangan umat Islam. Padahal kalau berkaca pada sejarah, akan kita temukan bahwa inovasi arsitektur terbesar justru dilakukan para arsitek Muslim. Yang paling terkenal tentu saja Sinan!
Koca Mimar Sinan Ağa (15 April 1489 – 17 July 1588) adalah arsitek ketua dan insinyur untuk Sultan Sulaiman I, Salim II dan Murad III. Selama periode 50 tahun, dia bertanggung jawab pada konstruksi dan supervisi 476 bangunan. Puncak hasil karyanya adalah Masjid Selimiye di Edirne, meski karyanya yang paling top adalah Masjid Sulaiman di Istanbul. Ada sejumlah departemen di bawah perintahnya, dan dia melatih banyak asisten, termasuk Sedefhar Mehmet Ağa, arsitek sebenarnya Masjid Sultan Ahmet. Sinan dianggap arsitek terbesar dari periode klasik arsitektur, setara dengan Michelangelo di Eropa.
Sinan terlahir dengan nama Joseph sebagai anak Armenia pada 1489 di Anatolia. Hanya sedikit masa kecilnya yang diketahui. Suatu dokumen menyebut bahwa dirinya adalah anak dari “Abdülmenan” (istilah untuk ayah Nasrani tak dikenal yang anaknya menjadi Muslim). Pada 1512 dia direkrut pada korps Janissari, yaitu pasukan khusus Utsmaniyah, setelah masuk Islam. Karena usianya sudah 23 tahun, dia tidak diizinkan masuk sekolah tinggi kesultanan di istana Topkapi, tapi dikirim ke sebuah kursus ketrampilan. Semula dia belajar menukang kayu dan matematika, tapi kecerdasannya membuatnya segera menjadi asisten arsitek dan dilatih sebagai arsitek. Tiga tahun kemudian dia menjadi arsitek ahli dan insinyur. Dia juga beberapa kali terjun ke medan jihad sebagai anggota Janissari. Sebagai arsitek dia mempelajari titik-titik kelemahan suatu struktur bangunan bila ditembak. Dia mendapat kewenangan untuk merobohkan bangunan-bangunan di tiap kota yang ditaklukkan yang tidak sesuai perencanaan kota. Dia juga membantu membangun benteng dan jembatan-jembatan, antara lain di atas Sungai Donau. Dia banyak mengonversi gereja menjadi masjid di kota-kota Eropa yang ikut ditaklukannya.
Pengalamannya sebagai insinyur militer memberikan Sinan pengalaman praktis daripada sekadar teori. Pada awal karirnya, arsitektur Utsmaniyah sangat pragmatis. Bangunan hanya pengulangan dari bentuk yang telah ada sebelumnya. Mereka hanya menggabung elemen-elemen yang ada dan tidak memiliki konsep utuh. Tak ada ide baru. Lebih dari itu arsitek sering agak boros dalam menggunakan material dan tenaga. Sinan mengubah secara perlahan ini semua. Dia mentransformasi praktek arsitektur yang telah mapan, memperkuatnya, dan menambahnya dengan inovasi demi kesempurnaan.
Dia mulai bereksperimen dengan desain dan rekayasa struktur kubah tunggal dan kubah banyak. Lalu mencoba suatu struktur geometri yang benar-benar baru, yang rasional dan menyatu secara spasial. Dia memvariasi kubahnya, mengelilingnya dengan berbagai variasi semi-kubah, pilar serta galeri yang beraneka. Kubahnya berkurva, tapi dia menghindari elemen-elemen kurva pada sisa desainnya, mengubah lingkaran kubah menjadi segiempat, segienam atau segidelapan. Dia mencoba harmoni berbagai geometri. Kejeniusannya terletak pada penataan ruang dan pemecahan ketegangan desainnya. Dia menggabungkan masjidnya dalam suatu cara yang efisien dalam suatu komplek yang melayani masyarakat sebagai pusat intelektual, komunitas dan kebutuhan sosial serta kesehatan.
Pada 1550 Sultan Sulaiman al Qanuni sedang di puncak kekuasaannya. Maka dia menugaskan ke arsitek khilafah Sinan, untuk membangun masjid khilafah, sebuah monumen abadi yang lebih besar dari lainnya, dan mendominasi kawasan Tanduk Emas (Istanbul). Masjid itu akan dikelilingi empat sekolah tinggi, dapur umum, rumah sakit, rumah singgah, pemandian, dan rest area untuk para musafir. Sinan yang telah memimpin suatu departemen menyelesaikan tugas ini dalam tujuh tahun.
Menjelang akhir hayatnya, Sinan masih bereksperimen dengan menciptakan interior-interior yang elegan. Dia menghilangkan beberapa ruang yang dianggap tak perlu di atas tiang-tiang di bawah kubah utama. Ini dapat dilihat di Masjid Selimiye di Edirne. Pada saat membangunnya, dia tertantang oleh celoteh arsitek lain, bahwa “kamu tak akan dapat membangun kubah lebih besar dari Aya Sofia, apalagi sebagai Muslim”. Ketika kubah Masjid Selimiye selesai, Sinan menunjukkan bahwa kubahnya adalah yang terbesar di dunia, meninggalkan Aya Sofia yang telah berusia hampir seribu tahun. Sinan telah berusia 80 tahun ketika bangunan itu selesai.
Di “luar negeri” dia membangun masjid di Damaskus yang hingga sekarang tetap menjadi salah satu monumen terpenting kota, juga masjid Banya Basyi di Sofia, Bulgaria, yang saat ini merupakan satu-satunya masjid yang masih berfungsi. Dia juga membangun jembatan Mehmed Paša Sokolović di atas Sungai Višegrad di Bosnia Herzegovina yang sekarang masuk daftar Warisan Dunia UNESCO.
Saat wafat pada usia hampir 100 tahun, Sinan telah membangun 94 masjid besar, 52 masjid kecil, 57 sekolah tinggi, 48 pemandian umum (hamam), 35 istana, 20 rest area (caravanserai), 17 dapur umum (imaret), 8 jembatan besar, 8 gudang logistik (granisaries), 7 sekolah Qur’an, 6 saluran air (aquaduct), dan 3 rumahsakit.
Nama Sinan diabadikan sebagai nama universitas negeri di Turki Mimar Sinan University of Fine Arts in Istanbul, dan nama kawah di planet Merkurius.
Sayang, setelahnya wafatnya, tak ada lagi muridnya yang seberbakat dan seberani Sinan dalam “ijtihad arsitektur”. Dunia Islam tidak lagi menelurkan ide-ide baru arsitektur. Setelah jihad redup, arsitektur Islam kembali ke kubangan teori. Apalagi setelah negara khilafah tidak tegak lagi. Tak ada lagi “vitamin” yang mendorong agar muncul arsitek-arsitek yang inovatif dalam membantu melayani masyarakat untuk mewujudkan tujuan-tujuan syariah dalam kehidupan.