Menteri Rini Klaim Keuangan PLN Sehat, Meski Rugi Rp18 T
Menteri BUMN Rini Soemarno mengklaim walau Kuartal III kemarin PLN (Persero) rugi Rp18,46 triliun, keuangan perusahaan setrum tersebut masih sehat. foto: katadata.co.id
MUSTANIR.COM, Jakarta – Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno mengklaim kondisi keuangan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN masih sehat, meski perusahaan setrum tersebut pada kuartal III kemarin membukukan rugi bersih Rp18,46 triliun. Kesehatan tercermin dari posisi arus kas (cash flow) yang dinilai masih cukup lancar.
“Keadaan PLN itu sehat secara cash flow, yang penting kondisi perusahaan itu bagaimana cash flow-nya. Cash flow-nya sangat sehat,” ujar Rini di Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Rabu (31/10).
Rini menjelaskan dari sisi cash flow, kondisi keuangan perusahaan setrum raksasa itu tidak perlu dikhawatirkan karena pencatatan rugi bersih, meski sudah tercatat di pembukuan, merupakan kerugian yang belum direalisasikan (unrealized lost).
Perhitungan rugi bersih PLN saat ini muncul karena ada kewajiban pembayaran kontrak dengan perusahaan listrik swasta (IPP) dengan denominasi dolar Amerika Serikat (AS). Dari perhitungan tersebut, maka didapat proyeksi angka yang selanjutnya dicatatkan dalam pembukuan keuangan.
“Karena rupiah melemah, sehingga ada unrealized lost, jadi kalau sekarang bayar, maka besarannya akan begini. Tapi sekarang tidak ada yang dibayarkan, jadi belum realized (direalisasikan),” terangnya.
Lebih lanjut, Rini meminta berbagai kalangan tidak perlu terlalu mengkhawatirkan kondisi keuangan perusahaan pelat merah itu. Sebab, ia meyakini PLN bisa mengatasi masalah keuangannya.
Pemerintah kata Rini, juga tidak akan membiarkan PLN sendirian. Kementeriannya akan terus melihat perkembangan keuangan PLN agar tetap terjaga kesehatannya.
Sebelumnya, berdasarkan laporan keuangan perusahaan yang dipublikasikan di Bursa Efek Indonesia (BEI), PLN mencatatkan rugi bersih sebesar Rp18,46 triliun pada kuartal III 2018. Kerugian tersebut menanjak dari posisi kuartal II 2018 yang hanya mencapai Rp5,35 triliun dan kuartal III 2017 yang hanya sebesar Rp3,06 triliun.
Meski begitu, pendapatan usaha PLN tercatat masih menanjak dari Rp187,88 triliun pada kuartal III tahun lalu menjadi Rp200 triliun pada kuartal III ini. Namun, beban usaha tercatat melonjak dari Rp200 triliun menjadi Rp224 triliun.
Kenaikan beban usaha terutama didorong oleh peningkatan beban bahan bakar dan pelumas yang naik dari Rp85 triliun menjadi Rp101 triliun. Selain itu, beban pembelian tenaga listrik juga menanjak dari Rp53 triliun menjadi Rp60 triliun.
Alhasil, rugi usaha PLN sebelum subsidi hingga kuartal III 2018 mencapai Rp23 triliun, naik dibandingkan periode yang sama tahun lalu Rp12,43 triliun. Pemerintah pun telah menyalurkan subsidi kepada PLN mencapai Rp39,78 triliun, naik dibanding periode yang sama tahun lalu Rp36 triliun.
Dengan subsidi tersebut, PLN sebenarnya masih membukukan laba usaha setelah subsidi Rp16,69 triloiun dan laba sebelum selisih kurs dan pajak Rp9,61 triliun. Namun, adanya kerugian kurs mata uang asing bersih sebesar Rp17,33 triliun menyebabkan PLN mengalami rugi bersih. Sementara, rugi kurs PLN tahun lalu hanya sebesar Rp3,18 triliun.
Direktur Utama PLN Sofyan Basir sebelumnya juga mengklaim bahwa kondisi keuangan perusahaan yang dipimpinnya masih aman karena nilai penjualan listrik masih lebih besar dari beban operasionalnya. Selain itu, hal ini terjadi karena kondisi ekonomi saat ini memang membuat kurs mata uang meningkat terhadap rupiah.
“Kami masih memiliki laba operasional, cash flow kami tidak terganggu, yang saya bilang rugi itu adalah rugi pembukuan saja, karena kami ada nilai utang yang berubah seiring kenaikan kurs dolar. Jadi tidak perlu panik, tarif listrik tidak naik,” pungkasnya.
(cnnindonesia.com/1/11/18)