Menumbuhkan Buah Ilmu

mazhab

Menumbuhkan Buah Ilmu

Al Khātib Al Baghdadirāhimahullāhmengatakan,

فإن العلم شجرة, و العمل ثمرة. و ليس يعدّ عالما من لم يكن بعلمه عاملا

“Sesungguhnya ilmu adalah pohon, sedangkan amal adalah buahnya. orang yang tidak mengamalkan ilmunya tidaklah dianggap sebagai orang yang berilmu” (Iqtidhā-ul ‘Ilmi Al ‘Amal,hal. 18)

‘Abdullah Ibnul Mu’tazzi rāhimahullāhmengatakan,

علم بلا عمل كشجرة بلا ثمرة

“Ilmu tanpa amal seperti pohon tanpa buah”

Seorang Hamba Akan Ditanya Tentang Ilmunya

Dari Abu Barzah Al Aslami rādhiyallāhu ‘anhu, Nabi shāllallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَا تَزُولُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ القِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ أربع – و ذكر منها عليه الصلاة و السلام- : عن علمه ما ذا عمل به

“Telapak kaki seorang hamba tidak akan bergeser pada hari kiamat kelak hingga ia ditanya tentang empat hal : (salah satunya adalah) tentang ilmunya, apa yang sudah dia amalkan dari ilmunya tersebut?” (HR. Tirmidzi dan beliau berkomentar : “hadits hasan shāhih”)

Abu Darda’ rādhiyallāhu ‘anhu mengatakan,

إنما أخشى يوم القيامة أن يناديني ربي على رؤوس الخلائق,فيقول : يا عويمر! ما ذا عملت فيما علمت؟

“Sesungguhnya yang aku takutkan hanyalah ketika Rābb-ku memanggilku di hadapan seluruh manusia di hari kiamat kelak, kemudian Dia bertanya : ‘Wahai ‘Uwaimir (Abu Darda’), apa yang telah kamu amalkan dari ilmumu?”

Bayangkanlah jika kita yang mendapat giliran untuk ditanya seperti itu di hari kiamat kelak, dihadapan seluruh umat manusia dari generasi awal hingga akhir, dihadapan karib-kerabat dan teman-teman kita nanti, yang mereka tahunya diri kita adalah orang shālih yang berilmu, “Apa yang telah Anda amalkan dari ilmu yang telah Anda pelajari?” Apakah jawaban kita?Nas-alullāha wahdah as salaamah wal ‘aafiyah.

Ancaman Bagi Orang Yang Tidak Mengamalkan Ilmunya

Di dalam Al Qur’an dan As Sunnah, Allāh dan Rasul-Nya mengancam orang yang telah berilmu, bahkan mendakwahkannya, tetapi tidak mengamalkannya.

Allāh Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ (2) كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ

“Wahai orang-orang yang beriman, kenapa kalian mengatakan sesuatu yang tidak kalian kerjakan? Sungguh besar murka Allāh jika kalian mengatakan sesuatu yang tidak kalian kerjakan” (QS. Ash Shāff : 2-3)

Allāh Ta’ala berfirman,

أَتَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنْسَوْنَ أَنْفُسَكُمْ وَأَنْتُمْ تَتْلُونَ الْكِتَابَ أَفَلَا تَعْقِلُونَ

“Apakah kalian menyuruh manusia untuk berbuat kebajikan dan kalian melupakan diri kalian sendiri sedangkan kalian membaca kitab? Apakah kalian tidak berpikir?” (QS. Al Baqārāh : 44)

Dari Usamah bin Zaid rādhiyallāhu ‘anhu, Rāsulullah shāllallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda,

يُجاء بِرَجُلِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، فَيُلْقَى فِي النَّارِ، فَتَنْدَلِقُ أَقْتَابُه – أي تخرج أمعاؤه – فَيَدُورُ بِهَا كَمَا يَدُورُ الْحِمَارُ بِالرَّحَى، فَيَأتيه أَهْلُ النَّارِ، فَيَقُولُونَ: أي فُلَانُ! مَا شأنكَ؟ أَلَمْ تَكُنْ تَأْمُرُنا بِالْمَعْرُوفِ، وَتَنْهَانا عَنِ الْمُنْكَرِ؟ قال: بَلَى، كُنْتُ آمُرُكم بِالْمَعْرُوفِ وَلَا آتِيهِ، وَأَنْهَاكم عَنِ الْمُنْكَرِ وَآتِيهِ

“Pada hari kiamat, didatangkanlah seseorang kemudian ia dicampakkan ke neraka. Lalu  ususnya tercerai berai, dan ia berputar-putar seperti keledai yang memutar mesin penggiling gandum. Maka penghuni neraka pun mendatanginya dan bertanya : ‘Wahai fulan, ada apa denganmu? Bukankah kamu dulu memerintahkan kami untuk berbuat kebajikan dan melarang kami dari kemungkaran?!’ Dia menjawab : ‘Betul. Dahulu aku menyuruh kalian berbuat kebajikan sedangkan aku tidak mengerjakannya. Dan aku melarang kalian dari kemungkaran sedangkan aku malah melakukannya” (Muttafaqun ‘alaihi)

Dari Anas bin Malik rādhiyallāhu ‘anhu,

أن النبي عليه الصلاة و السلام رأى لَيْلَةَ أُسْرِيَ بِه قَوْما تُقرضُ شِفَاهُهُمْ بِمَقَارِيضَ مِنْ نَارٍ. فقَالَ: مَنْ هَؤُلَاءِ؟ قَالُوا: هَؤُلَاءِ خُطَبَاءُ مِنْ أمتك, يَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ، وَيَنْسَوْنَ أَنْفُسَهُمْ، وَهُمْ يَتْلُونَ الْكِتَابَ، أَفَلَا يَعْقِلُونَ

“Bahwasanya Nabi shāllallāhu ‘alaihi wa sallam pada hari dimana beliau melakukan isra melihat suatu kaum yang bibir mereka digunting dengan gunting dari neraka. Lalu beliau bertanya : ‘Siapakah mereka?!’ Para malaikat menjawab : ‘Mereka adalah para khāthib dari umatmu. Mereka menyuruh manusia untuk berbuat kebajikan dan mereka melupakan diri mereka sendiri sedangkan mereka membaca Al Kitab. Apakah mereka tidak berpikir?’ “ (HR. Ahmad, dinilai shāhih oleh Syaikh Al Albani dalam Ash Shāhihah no.291)

Itulah ancaman keras bagi orang-orang yang telah berilmu, bahkan mendakwahkannya, namun mereka melupakan diri mereka sendiri, tidak mengamalkan ilmu yang mereka ketahui.

Orang yang tidak mengamalkan ilmunya sebagaimana sebuah lilin. Mereka menerangi jalan manusia yang ada di sekitarnya tetapi mereka malah membakar dirinya sendiri!! Na’udzubillahi min dzalik.

Celaan Bagi Orang Yang Tidak Menyibukkan Diri Dengan Beramal

Abu Hurairah rādhiyallāhu ‘anhu berkata,

مثل علم لا يعمل به كمثل كنز لا ينفق في سبيل الله عز و جل

“Perumpamaan ilmu yang tidak diamalkan seperti harta simpanan yang tidak diinfakkan di jalan Allāh ‘Azza wa Jalla” (Diriwayatkan oleh Al Khāthib dalam Al Iqtidhā hal. 12. Syaikh Al Albani berkata, “Sanadnya mauquf, tidak ada masalah”)

Imam Ahmad rāhimahullāh ditanya tentang seseorang yang memperbanyak menulis hadits, beliau berkata,

ينبغي أن يكثر العمل به على قدر زيادته في الطلب

“Sepatutnya dia memperbanyak amalan berbanding lurus dengan semakin banyaknya dia mencari hadits” (Idem, hal. 148)

Al Hasan Al Bashri rāhimahullāh berkata,

أنزل القرآن ليعمل به, فاتّخذ الناس تلاوته عملا

“Al Qur’an itu diturunkan untuk diamalkan. Sementara orang-orang menjadikan sekedar membacanya sebagai amalan semata”

Ibnul Jauzy rāhimahullāh menjelaskan ucapan Al Hasan tersebut,

“Yakni mereka mencukupkan diri dengan sekedar membacanya saja dan tidak mengamalkan kandungannya” (Talbis Iblis, hal. 137)

Seseorang berkata kepada Ibrāhim bin Adham,

“Allāh Ta’ala berfirman,

ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ

“Berdo’alah kepada-Ku, niscaya Aku akan mengabulkannya untuk kalian” (QS. Al Mu’min : 60)

Maka bagaimana dengan kami? Kami berdo’a tetapi Allāh tidak mengabulkannya untuk kami?”

Lantas beliau menjawab, “Hal itu disebabkan 5 hal”

Orang tersebut bertanya, “Apa  saja itu?”

Beliau menjawab,

“Kalian telah mengenal Allāh, tetapi kalian tidak menunaikan hak-Nya.

Kalian membaca Al Qur’an, tetapi kalian tidak mengamalkannya.

Lalu kalian mengatakan : ‘Kami mencintai Rāsul shāllallāhu ‘alaihi wa sallam’, tetapi kalian meninggalkan sunnahnya.

Kalian mengatakan : ‘Kami melaknat iblis’, tetapi kalian malah menaatinya.

Yang kelima, kalian tidak menghiraukan aib yang ada pada diri kalian, tetapi sibuk mengurusi aib orang lain” (Jaami’ Bayanil ‘Ilmi, hal. 1220)

Sufyan bin ‘Uyainah rāhimahullāhmengatakan,

العلم إن لم ينفعك ضرك

“Jika ilmu tidak bermanfaat bagimu, maka ia akan membahayakanmu”

Al Khāthib menjelaskan,

“Maksudnya adalah jika ilmu tidak memberikan manfaat bagi seseorang, yakni dengan mengamalkannya, maka ilmu tersebut akan membahayakan dirinya karena akan menjadi bumerang baginya”

‘Abdullah bin Al Mu’tazzi rāhimahullāh mengatakan,

علم المنافق في لسانه, و علم المؤمن في عمله

“Ilmunya orang munafiq itu ada di lisannya, sedangkan ilmunya orang mukmin itu ada di amalannya”

Bersambung dengan pembahasan keutamaan amal, insya Allah…

Ya Allāh, ajarilah kami segala yang bermanfaat bagi diri kami. Dan berikanlah manfaat kepada kami dari apa yang telah Engkau ajarkan. Dan tambahkanlah ilmu kami. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Dekat.

(Disarikan dari Tsamarātul ‘Ilmi Al ‘Amal karya Syaikh ‘Abdurrāzzaq bin ‘Abdul Muhsin Al Badr hafizhāhumallāhu dengan perubahan)

About Author

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Categories