Nasionalisme Penyebab Terjadinya Tiap Kematian di Gaza

MUSTANIR.net – Menyoroti persoalan yang terjadi di Gaza, aktivis dakwah Mazin Abdul Adhim menyatakan, ada satu penyebab yang mestinya dicermati, yaitu nasionalisme.

“Nasionalisme adalah penyebab terjadinya tiap kematian dan tiap kerusakan di Gaza karena nasionalismelah yang membuat garis sekat di sekelilingnya. Palestina telah terpisah oleh nasionalisme,” jelasnya dalam Online Khilafah Conference 2025, Ahad (9-2-2025).

Dalam pemaparannya berjudul ‘Nationalism and the Regime: Frontline Enemies of Islam’, ia menguraikan bahwa pertanyaan tentang penyebab persoalan di Gaza terus berulang, bahkan cenderung klise. Untuk itu, menurutnya, perlu pemikiran yang lebih dalam untuk mengetahui akar persoalan sebenarnya.

“Di Gaza, sniper membunuh anak-anak, terdengar tangisan para ibu, gelaran bom yang terus menerus, kerusakan bangunan yang sedemikian parah, dan berbagai kehancuran lainnya, tetapi miliaran manusia di dunia hanya bisa menyaksikannya. Ada yang peduli dan ingin bisa berbuat sesuatu, tetapi tidak bisa melakukannya. Di pihak lain, ada yang seharusnya bisa menghentikan genosida di Gaza, tetapi tidak melakukannya,” bebernya.

Ia mengulas, bantuan makanan dan humanitarian yang diberikan tidak dapat menghentikan kengerian di sana. “Padahal sebenarnya ini sesuatu yang mudah jika negara-negara di sekitarnya, seperti Mesir, Turki, dan Yordania mengirimkan bala tentaranya untuk menyelamatkan Gaza, tetapi ini tidak dilakukan. Sistem yang ‘diam’ ini sungguh mengherankan,” ucapnya.

Bahkan, sambungnya, kita sering mendengar kengerian terhadap kaum muslim di Sabra-Shatila, Kashmir, dan tempat lainnya, tetapi sistem yang diterapkan hari ini hanya diam.

“Pertanyaannya, mengapa orang-orang yang seharusnya bisa bertindak, justru tidak bertindak? Di sisi lain, mengapa pada saat miliaran orang ingin bertindak, mereka tidak dapat melakukannya? Jawabannya hanya satu, yaitu nasionalisme,” ungkapnya.

Akibatnya, ia menerangkan, warga Palestina dianggap entitas yang terpisah. “Para tentara muslim di wilayah tidak bisa membela ke sana karena sudah berbeda negara, begitu pula dengan sumber daya alam lainnya. Mengirimkan makanan dan obat-obatan untuk membantu warga Gaza pun menjadi sulit akibat nasionalisme,” paparnya.

Ia mengingatkan, jangan hanya terfokus pada AS, Zionis, dan sekutunya karena mereka jelas musuh yang nyata, tetapi yang harus tetap dicermati dan diingat bahwa penyebab dari setiap kematian, kehancuran, tangis, dan derita di Gaza adalah nasionalisme. “Jadi, kalau kita marah terhadap apa yang terjadi di Gaza, jangan lindungi nasionalisme,” tegasnya.

Penjaga Nasionalisme

Mazin mengungkapkan, penjaga nomor satu ‘kanker’ di dalam tubuh umat ini adalah aturan dan siapa pun pihak yang berada di belakangnya untuk mempertahankan nation-state. Mazin pun mempertanyakan ketika ada muslim yang membela nasionalisme.

“Dari mana nation-state itu datang? Apakah Rasulullah datang ke Madinah untuk mendirikan nation-state? Begitu pula pada masa Khalifah Abu Bakar raḍiyallāhu ʿanhū, apakah membuat aturan baru dengan membagi umat ke dalam sekat-sekat seperti masa jahiliah dengan sukuismenya? Kemudian hingga masa Utsmaniyah, apakah mereka melakukannya? Apakah konsep ini dari Allah subḥānahu wa taʿālā? Jawabannya, tidak! Lalu, mengapa begitu loyal kepada nasionalisme?” ujarnya.

Ia menerangkan, konsep nasionalisme dan nation-state ini muncul setelah Perang Dunia I dari pihak-pihak yang tersekat-sekat wilayahnya. “Ironinya, mereka sendiri sebenarnya ingin bersatu dalam satu negara, sebagaimana terjadi di Eropa. Berbagai cara mereka lakukan, tetapi gagal dan tetap tersekat-sekat,” imbuhnya.

Kemudian, ungkapnya, konsep beracun (nasionalisme) inilah yang disuntikkan ke tubuh umat Islam karena mereka melihat kaum muslim bisa bersatu dan memiliki banyak sumber daya.

“Mereka melihat hanya satu jalan untuk membuat kaum muslim lemah, yakni membagi-baginya dengan sistem politik yang sama dengan yang mereka gunakan. Sistem yang mereka gagal di dalamnya untuk bersatu. Ketika mereka gagal untuk bersatu, mereka pun ingin kaum muslim tidak bersatu,” jelasnya.

Untuk itu, bagi muslim yang meyakini Rasulullah ﷺ, jelasnya, dapat meneladan Rasulullah ﷺ saat mendirikan dan membangun negara Islam, dilanjutkan oleh Khulafaur Rasyidin, bani Umayyah, Abbasiyah, dan Utsmaniyah.

Sayangnya, ada kaum muslim yang justru menjalankan nasionalisme ini dengan penuh kebanggaan. Padahal, yang memberikan konsep nasionalisme itu adalah pihak yang telah membunuh jutaan muslim saat PD I, yang mengambil alih sumber daya milik kaum muslim, dan ‘memerangkap’ para tentara kaum muslim,” ucapnya.

Ia menegaskan, pendudukan di Gaza terjadi karena hal ini. “Bahkan, setiap kaum muslim yang membawa bendera nation-state merupakan bagian dari penyebab apa yang terjadi di Gaza. Aturan nasionalisme yang beracun ini bisa berjalan akibat adanya kaum muslim yang juga mengusungnya,” sesalnya.

Oleh karenanya, Mazin mengaku heran ketika kaum muslim mengatakan meneladan Rasulullah ﷺ, tetapi justru mengusung nasionalisme. “Ini benar-benar sudah membodohi diri sendiri karena malah mengikuti kaum kolonial, musuh-musuh Islam, dan hukum-hukum yang dibawa kolonial,” urainya.

Satu Tubuh

Ia menerangkan, Rasulullah ﷺ menggambarkan kaum muslim ibarat satu tubuh. “Ini memiliki makna yang sangat dalam bahwa kaum muslim itu saling terhubung. Bagaimana jika bagian tubuh itu dipisahkan atau dipotong? Jika tangan kita dipotong, lalu dada kita sakit, maka tangan itu tidak bisa membantu. Itulah yang terjadi saat umat Islam dipisah-pisah oleh nasionalisme sehingga tidak bisa bergerak seperti yang seharusnya,” jabarnya.

Jadi, ia menekankan, solusi bagi umat Islam adalah menyatukan kembali tubuh tersebut. “Untuk bisa menyatukannya, maka harus melepas nasionalisme, termasuk aturan tentang nasionalisme dan pihak yang melindunginya, bahkan jika pelindungnya adalah kaum muslim sendiri, dengan ia melakukannya secara sadar maupun tidak,” jelasnya.

Untuk itu, sambungnya, sebagai bentuk kasih sayang kepada sesama muslim, maka muslim tersebut harus diingatkan bahwa menyebarkan nasionalisme sesungguhnya telah menyebarkan racun dan infeksi di tubuh umat sehingga semestinya nasionalisme ini dilawan.

Kemudian, tuturnya, agar tubuh itu bisa bersatu kembali dan bergerak bersama hanya ada satu jalan, yaitu khilafah, tidak ada sistem lain yang tersedia. “Seluruh tentara kaum muslim akan bergerak bersama dan semua sumber daya akan digerakkan bersama,” katanya.

Aturan Allah Subḥānahu wa Taʿālā

Mazin mengungkapkan, terdapat kelompok dakwah ideologis internasional yang menyerukan hal ini dan agar kaum muslim kembali menyerahkan urusan sistem politik kepada aturan Allah Azza wa Jalla. “Ini karena Allah tidak hanya memberikan pengaturan dalam hal ibadah, akhlak, interaksi antarmanusia, atau transaksi bisnis,” tuturnya.

Apalagi, ulasnya, situasi yang dihadapi di Gaza adalah persoalan politik yang harus dicari penyelesaiannya dan Allah telah memberikan solusinya. “Dalam hal ini, Rasulullah ﷺ telah mengingatkan agar meninggalkan nasionalisme sebagaimana Rasulullah ﷺ melarang sukuisme dengan segala bentuknya. Ini karena sukuisme dan nasionalisme adalah hal yang sama,” ujarnya.

Kemudian, lanjutnya, Rasulullah memerintahkan kaum muslim untuk bersatu dalam satu sistem politik, yaitu khilafah, sebagaimana sabdanya, “Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu perisai yang (orang-orang) akan berperang mendukungnya dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)-nya.” []

Sumber: Online Khilafah Conference 2025

About Author

Categories