
Negara Korporasi
MUSTANIR.net – Dalam era ketika sekarang bukan lagi negara bangsa tapi negara korporasi, ada pandangan yang harus kita cermati betul karakteristiknya. Karena korporasi dalam benak kita adalah perusahaana atau sekumpulan orang-orang berduit yang uangnya tak berseri, kita menyangka politik dan kekuasaan bertumpu pada kekayaan sebagai pilar penegaknya. Sama sekali tidak.
Justru kekuasaanlah pilar penegak kekayaaan dan lahirnya orang-orang kaya. Karena tujuan sebenarnya bukan sekadar ekspansi modal atau ekspansi usaha, tapi menciptakan mekanisme agar para pemilik modal harus tunduk pada para eksekutif manajemen.
Jadi ide dasarnya, bagaimanana uang orang-orang berduit diporoti, tapi yang mengatur adalah orang-orang yang memoroti duit orang-orang berduit tadi.
Maka dari itu, dalam skema korporasi, dengan dalih untuk meningkatkan dan memperbesar modal perusahaan, perusahaan membuka kesempatan pada orang banyak untuk menanam modal atau investasi. Sehingga tidak mustahil, jumlah modal pemilik saham publik kalau ditotal bisa sama besar dengan beberapa pengusaha besar yang berkongsi dan pemegang saham utama perusahaan.
Tapi ya itu tadi. Meski jutaan atau puluhan juta pemilik saham publik dari masyarakat itu secara total punya jumlah saham yang sama besar dengan pemegang saham perusahaan, tapi mereka tidak punyak hak suara, apalagi mengorganisir diri secara kolektif sebagai pemegang saham publik. Karena pemilik saham publik itu anonim.
Nah, cara berpikir model beginilah yang mengilhami desain demokrasi kita pasca reformasi, yang kemudian menjelma jadi sistem politik multipartai.
Meski multipartai, para pemimpin parpollah yang menjadi eksekutif manajemen plus segelintir investor besar yang memodali berdirinya partai. Namun rakyat sebagai pemegang saham publik, diblokir oleh sistemnya untuk bersuara, bermusyawarah, apalagi melakukan gerakan terorganisir menjadi suara bulat menyikapi kinerja eksekutif manajemen, atau bahkan niat buruk para pemilik modal besar.
Kekayaan justru bertumpu pada kekuasaan. Inilah yang kadang orang suka heran, “Katanya demokrasi, kok rakyat nggak punya kekuatan sama sekali sih?” []
Sumber: Hendrajit