Siapa pun, Pasti Jadi ‘Boneka’
MUSTANIR.net – Direktur Institut Soekarno Hatta, Hatta Taliwang, mengemukakan siapa pun yang terpilih dalam sistem yang sekarang ini, pasti jadi boneka. “Cuma kualitas bonekanya yang berbeda. Tentu ada boneka yang lebih baik barangkali, lebih berjiwa humanis, lebih peduli hukum barangkali. Tetapi substansinya kan pengendalian itu tetap di pemilik modal, pemilik partai. Sehingga tidak sepenuhnya apa yang jadi keinginan rakyat bisa terwujud, tidak signifikanlah,” katanya.
Sebagaimana dikemukakan Hatta Taliwang, oligarkilah yang saat ini sedang bertarung. Oligarki adalah sebuah struktur pemerintahan yang kekuasaannya berpusat hanya pada sekelompok kecil orang. Golongan ini mengendalikan kekuasaan sesuai dengan kepentingan mereka sendiri.
Ini fakta yang tak bisa diingkari. Di balik munculnya para bakal calon presiden, pengaruh elite kekuasaan —termasuk mereka yang punya uang/kapital— sangat kuat. Publik paham, saat ini tak mungkin para bakal calon bisa maju dengan kekuatan sendiri. Demokrasi yang sangat mahal membutuhkan dana yang besar. Perlu ada cukong di belakangnya.
Sebagaimana pernah disampaikan oleh Komisi Pemberanatasan Korupsi (KPK), 82 persen kepala daerah dibiayai cukong. Muncul pertanyaan, apakah mungkin bakal calon presiden bisa membiayai dirinya tanpa bantuan cukong? Sebuah informasi yang beredar, ada partai politik yang mengajukan dana kepada bakal calon sebesar Rp 1 triliun untuk biaya saksi. Itu belum termasuk biaya mahar untuk mendukung pencalonan yang besarnya ratusan miliar.
Beberapa kalangan menduga, oligarki berada di balik pemerintahan saat ini menginginkan pemerintahan ala Jokowi bisa dipertahankan. Sebab, kepentingan selama ini betul-betul dilayani oleh pemerintah. Mereka akan mencari cara bagaimana pemerintahan seperti ini akan terus berlanjut meski mungkin mengeluarkan dana yang dalam pandangan rakyat biasa sangat besar —tapi kecil di mata para taipan/konglomerat.
Demokrasi Basa-basi
Demokrasi adalah pemerintahan dari, oleh, dan untuk rakyat. Itu idealnya. Tapi saat ini, demokrasi telah dibajak oleh oligarki. Tak hanya terjadi di negeri ini, tapi juga di negeri sekaliber Amerika Serikat.
Pengamat politik dari Northwestern University, Jeffrey Winters menilai demokrasi di Indonesia dikuasai oleh kaum oligarki sehingga makin jauh dari cita-cita untuk memakmurkan rakyat. Hal itu, kata Winters, terlihat dengan makin dalamnya jurang antara si kaya dan si miskin di Indonesia.
Berkuasanya kaum oligark inilah akan menyebabkan orang-orang yang berada di luar lingkaran oligarkis akan sulit untuk mendapatkan kekuasaan secara adil karena sistem sudah didesain dan dikendalikan oleh segelintir elite tersebut. Di samping itu, kematian demokrasi atau demokrasi yang bersifat manipulatif akan berpotensi tumbuh ‘subur’ jika sistem oligarki masih beroperasi di level pemerintahan, organisasi, dan institusi yang berkenaan dengan kepentingan banyak orang.
Akan sulit mewujudkan demokrasi yang berkeadilan dan berorientasi pada kepentingan rakyat jika sistem oligarki masih dipertahankan. Demokrasi hanya digunakan sebagai wacana dan alat untuk mendapatkan kekuasaan dan sumber daya. Jadilah demokrasi berganti makna: dari, oleh, dan untuk oligarki!
Lagi-lagi posisi rakyat —mengulang berbagai pesta demokrasi sebelumnya— berperan sebagai penggembira, ikut pesta, lalu setelah itu kembali menjadi objek penderita. []
Sumber: Emje