Strategi RAND Pecah Belah Umat Islam
MUSTANIR.net – Setelah War on Terrorism (WoT), kini kita disibukkan dengan War on Radicalism (WoR). Apakah perang melawan radikalisme, sebagaimana perang melawan terorisme, benar-benar kebutuhan kita? Ataukah ada pihak lain yang sesungguhnya mengatur semuanya? Ibarat film, ada yang membuat skenario, juga ada yang bertugas mengatur, mengarahkan dan menjalankan cerita.
Jawaban atas pernyataan di atas bisa dirunut ke belakang ketika pada tahun 2003 terbit dokumen RAND Corporation berjudul Civil Democratic Islam: Partners, Resources and Strategies. Dokumen ini berisi kebijakan AS dan sekutunya atas dunia Islam. Intinya, memetakan kekuatan (mapping), sekaligus memecah belah dan merencanakan konflik internal di kalangan umat Islam melalui berbagai pola untuk mencegah kebangkitan Islam.
RAND Corp adalah pusat penelitian dan kajian strategis tentang Islam di Timur Tengah yang dibiayai oleh Smith Richardson Foundation. Berpusat di Santa Monica, California, dan Arington, Virginia, Amerika Serikat (AS). Sebelumnya, RAND adalah perusahaan bidang kedirgantaraan dan persenjataan Douglas Aircraft Company. Entah mengapa kemudian beralih menjadi think tank (dapur pemikiran) yang dana operasionalnya berasal dari proyek-proyek penelitian pesanan militer.
Tahun 2007, RAND menerbitkan lagi dokumen Building Moderate Muslim Networks. Juga didanai oleh Smith Foundation. Dokumen terakhir ini memuat langkah-langkah membangun jaringan muslim moderat pro-Barat di seluruh dunia. Baik RAND maupun Smith Foundation, keduanya berafiliasi ke Zionisme internasional.
Apa latar belakang, agenda, dan strategi pecah-belah yang termaktub dalam kedua dokumen tersebut?
Pertama: Upaya umat Islam untuk kembali pada kemurnian ajaran, setelah periode keterbelakangan dan ketidakberdayaan dunia Islam yang panjang, adalah suatu ancaman bagi Barat, yakni terhadap peradaban dunia modern dan bisa mengantarkan pada clash of civilization (benturan peradaban).
Ke dua: Agar tidak menjadi ancaman, dunia Islam harus dibuat ramah terhadap demokrasi dan modernitas serta mematuhi aturan-aturan internasional untuk menciptakan perdamaian global.
Ke tiga: Karena itu diperlukan pemetaan kekuatan dan pemilahan kelompok Islam untuk mengetahui siapa kawan dan lawan, mana yang ingin diperkuat, siapa akan dijadikan anak didik; serta pengaturan strategi dengan pengolahan sumber daya yang ada di dunia Islam.
Ke empat: Untuk tujuan di atas, umat Islam dibagi ke dalam empat kelompok, yaitu:
• Fundamentalis: Kelompok masyarakat Islam yang menolak nilai-nilai demokrasi dan kebudayaan Barat kontemporer serta menginginkan formalisasi penerapan syariah Islam.
• Tradisionalis: Kelompok masyarakat Islam konservatif yang mencurigai modernitas, inovasi dan perubahan. Mereka berpegang pada substansi ajaran Islam tanpa peduli pada formalisasinya.
• Modernis: Kelompok masyarakat Islam modern yang ingin reformasi Islam agar sesuai dengan tuntutan zaman sehingga bisa menjadi bagian dari modernitas.
• Sekularis: Kelompok masyarakat Islam sekular yang ingin menjadikan Islam sebagai urusan privasi dan dipisah sama sekali dari urusan negara.
Ke lima: Terhadap tiap kelompok ditetapkan strategi masing-masing, tetapi sasaran utamanya adalah bagaimana menghadapi kaum fundamentalis, yaitu:
Menentang kaum fundamentalis dengan cara: a) menentang tafsir mereka atas Islam dan menunjukkan ketidakakuratannya; b) mencegah upaya menunjukkan rasa hormat dan pujian atas perbuatan kekerasan kaum fundamentalis, ekstremis dan teroris; c) mengucilkan mereka sebagai pengganggu dan pengecut, bukan sebagai pahlawan; d) mendorong para wartawan untuk memeriksa isu-isu korupsi, kemunafikan dan tak bermoralnya lingkaran kaum fundamentalis dan kaum teroris; e) mendorong perpecahan antara kaum fundamentalis.
Beberapa cara untuk memojokkan kaum fundamentalis, di antaranya dengan mengulang-ulang tayangan aksi-aksi mereka yang mengandung kekerasan di televisi, sedangkan kegiatan konstruktif tidak ditayangkan; “mengeroyok” dan menyerang argumen narasumber dari kaum fundamentalis dengan format dialog 3 lawan 1 dan lainnya; lalu mempidana para aktivis Islam dengan tuduhan teroris atau pelaku kekerasan dan lain-lain.
Mendorong kaum tradisionalis untuk melawan kaum fundamentalis dengan cara: a) menerbitkan kritik-kritik atas kekerasan dan ekstremisme yang dilakukan kaum fundamentalis; b) memperlebar perbedaan antara kaum tradisionalis dan fundamentalis; c) mencegah aliansi kaum tradisionalis dan fundamentalis; e) memperuncing khilafiyah, yaitu perbedaan antar mazhab dalam Islam, seperti Hanafi-Hanbali, Wahabi-Sufi, dll.
Mendukung secara selektif kaum sekularis, dengan cara: a) mendorong pengakuan fundamentalisme sebagai musuh bersama; b) mendorong ide bahwa dalam Islam, agama dan negara dapat dipisahkan dan hal ini tidak membahayakan keimanan tetapi malah akan memperkuat.
AS dan sekutu menyediakan dana bagi individu dan lembaga-lembaga seperti LSM, pusat kajian di beberapa universitas Islam maupun universitas umum lain, serta membangun jaringan antar komponen untuk memenuhi tujuan-tujuan yang dimaksud.
AS dan sekutu sadar, mereka tengah terlibat dalam suatu peperangan total baik fisik (dengan senjata) maupun ide. Mereka ingin memenangkan perang itu dengan cara: “ketika ideologi kaum ekstremis tercemar di mata penduduk tempat asal ideologi itu dan di mata pendukung”. Tujuan utama, menjauhkan Islam dari umatnya dan membuat orang Islam supaya tak berperilaku lazimnya seorang muslim.
Departemen Luar Negeri AS dan USAID menunjuk pelaksana penyaluran dana dan kontak dengan berbagai LSM dan para individu di negeri-negeri muslim. Di antaranya yaitu The National Democratic Institute (NDI), The Asia Foundation (TAF), dan The Center for Study of Islam and Democracy (CSID). NDI sangat aktif di awal reformasi dalam turut merancang berbagai langkah, termasuk dalam penyusunan berbagai RUU, yang menentukan arah reformasi.
Ada pun kelompok-kelompok yang dijadikan sasaran perekrutan dan anak didik adalah: a) akademisi dan intelektual muslim liberal dan sekuler; b) cendekiawan muda muslim yang moderat; c) kalangan aktivis komunitas; d) koalisi dan kelompok perempuan yang mengampanye kesetaraan gender; e) penulis dan jurnalis moderat.
Para pejabat kedutaan AS di negeri-negeri muslim harus memastikan bahwa kelompok ini terlibat dan sesering mungkin melakukan kunjungan ke Paman Sam. Prioritas pembangunan jaringan muslim moderat diletakkan pada sektor: a) pendidikan demokrasi, dengan mencari pembenaran dalil dan sumber-sumber Islam terhadap demokrasi dan segala sistemnya; b) dukungan media massa dalam melakukan liberalisasi pemikiran, kesetaraan gender dan lainnya —yang merupakan “medan tempur” dalam perang pemikiran melawan Islam; c) advokasi kebijakan, untuk mencegah agenda politik kelompok Islam.
Sejak beberapa puluh tahun terakhir, khususnya sejak era reformasi, muncul banyak tokoh liberal sebagai opinion maker di tengah masyarakat, juga berkembang banyak LSM yang memproduk materi-materi dakwah atau fatwa namun isinya justru “menjerumuskan” Islam. Ini membuktikan bahwa konspirasi penghancuran Islam itu ada dan nyata. Artinya, hampir semua strategi RAND Corp berjalan.
Yang paling memprihatinkan adalah strategi itu mulus berjalan, termasuk jurus pecah belah di antaranya dengan isu radikalisme, justru lantaran menggunakan tangan-tangan (internal) kaum muslim itu sendiri. Sadarkah mereka telah menjadi pengkhianat bagi bangsa, negara dan agamanya?
Sungguh keterlaluan! []
Sumber: HM Ismail Yusanto