Pemerintah Jokowi Mengambil Utang US$ 1 Milyar Kepada Bank Dunia
Pemerintah Jokowi Mengambil Utang US$ 1 Milyar Kepada Bank Dunia
Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia Rodrigo A. Chaves mengatakan pihaknya telah meminjamkan uang US$ 1 miliar atau sekitar Rp 13 triliun kepada Indonesia pada tahun ini. Bank Dunia berencana menanamkan investasi miliaran dolar lagi. “Sekarang kami berdiskusi dengan Badan Pembangunan Nasional dan Menteri Keuangan,” katanya di Kantor Presiden, Rabu, 20 Mei 2015.
Diskusi pemberian pinjaman itu disesuaikan dengan rencana blue book program pemerintah. Chaves menginginkan pinjaman pendanaan untuk Indonesia meningkat pada tahun depan. Peningkatan itu diharapkan konsisten dengan rencana Presiden Bank Dunia Jim Yong Kim memberi pinjaman US$ 12 miliar kepada Indonesia dalam tiga tahun ke depan. [Baca Juga: Indonesia Negara Yang Dibangun Dengan Utang]
Kim mengaku telah menawarkan pinjaman US$ 12 miliar yang dikucurkan dalam tiga-empat tahun ke depan kepada Presiden Joko Widodo untuk mendukung investasi. Investasi ini ditanamkan untuk membangun infrastruktur serta sumber daya manusia di Indonesia. Kim optimistis masa depan Indonesia cerah karena memiliki banyak sumber daya alam dan pemimpin yang reformis.
Kim memuji ekonomi Indonesia yang rata-rata tumbuh 6 persen dalam sepuluh tahun terakhir. Indonesia, kata dia, juga berhasil memangkas separuh jumlah penduduk yang menderita kemiskinan ekstrem dalam 15 tahun terakhir ke angka 11,3 persen hari ini.
Tapi Kim memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5 persen tahun ini atau lebih rendah daripada tahun lalu. Meski demikian, menurut dia, banyak negara di dunia yang senang dengan tingkat pertumbuhan ekonomi sebesar 5 persen.
Ihwal dukungan pendanaan US$ 1 miliar dari Bank Dunia, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan pinjaman tersebut sesuai dengan rencana pemerintah. “Kita akan pakai sesuai dengan kebutuhan,” katanya. (tempo/adj)
Komentar
Semakin besarnya perkembangan jumlah utang yang harus ditanggung rakyat akibat semakin tingginya hasrat berutang pemerintah. Jika pemerintah tidak menghentikan hasrat berutang, mungkin saja Indonesia akan mengalami krisis utang yang kini sedang menimpa kawasan Eropa.
Menurut hukum Islam, utang itu mubah. Dari Abdur Rafi’ berkata:
“Nabi saw, meminjam lembu muda, kemudian Nabi menerima unta yang bagus, lalu beliau menyuruhku melunasi utang lembu mudanya kepada orang itu. Aku berkata:’ Aku tidak mendapati pada unta itu, selain unta yang keempat kakinya bagus- bagus.’ Beliau bersabda:’Berikan saja ia kepadanya, sebab sebaik- baik manusia adalah mereka yang paling baik ketika melunasi hutangnya.” (HR. Abu Dawud, Ahmad, dan Tirmidzi, berkata: hadist ini hasan).
Untuk itu boleh bagi tiap- tiap individu berutang kepada siapa saja yang dikehendaki, sejumlah yang diinginkan, baik dari sesame rakyat ataupun dari orang asing. Sebab, dalil masalah utang bersifat umum, dan tidak terdapat dalil yang mengkhususkannya sehingga tetap pada keumumannya. Hanya saja, apabila utang atau bantuan- bantuan tersebut membawa pada bahaya, maka utang itu diharamkan, sesuai dengan kaidah syara’:
Jika salah satu pekara mubah menghasilkan bahaya, maka perkara mubah tersebut harus dicegah.
Dengan demikian, berdasarkan uraian di atas menunjukkan bahwa utang luar negeri kepada Bank Dunia dan IMF maupun lembaga- lembaga keuangan kapitalis lainnya dari dulu hingga sekarang nyata- nyata membahayakan perekonomian Negara- Negara peminjam bahkan menimbulkan dominasi Negara atau lembaga kreditur itu kepada Negara peminjam. Dominasi lembaga atau Negara kafir atas kaum muslimin haram hukumnya. Sebagaimana firman Allah SWT:
“Dan Allah sekali- kali tidak akan memberi jalan kepada oang- orang kafir untuk menguasai (memusnahkan) orang- orang mukmin (T.QS. An- Nisaa: 141).
Lebih- lebih lagi utang luar negeri yang jelas- jelas menjadikan Negara- Negara peminjam susah sekali bisa melunasi utangnya itu memang diembel- embeli dengan beban riba yang secara tegas diharamkan oleh Islam.
Allah SWT berfirman:
Hai orang- orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkanlah sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang- orang yang beriman (TQS. Al- Baqarah: 278).
Dengan memperhatikan dan merenungkan realitas yang ada dan tuntutan hukum syariat Islam tersebut diatas, tak ada langkah yang lebih baik dan lebih tepat bagi kaum muslimin, baik penguasa maupun rakyatnya kecuali menjauhkan diri dari bahaya utang luar negeri yang setiap saat mengancam mereka. Bukan perkara mudah, tapi harus dilakukan jika tak ingin terjerat dalam penderitaan yang berkepanjangan.