
Pemilik Modal Ikut Campur dalam Proses Politik di Indonesia
MUSTANIR.net – Cendekiawan muslim Ustaz Muhammad Ismail Yusanto (UIY) menilai pemilik modal ikut campur di dalam proses politik di Indonesia, dimulai dari pencalonannya. Termasuk partai politik pun dapat dibeli oleh mereka.
“Kita tahu bahwa dengan voting atau pemilihan langsung memungkinkan pemilik modal ikut campur di dalam proses politik itu mulai dari pencalonannya, partai politik dibeli, dan sebagainya,” ujarnya dalam kanal youtube.com/uiyofficial: Pagar Laut, Bukti Oligarki Mencengkeram Negeri, Ahad (2-2-2025).
Ia menambahkan salah satu contoh paling dekat ialah Pilkada DKI Jakarta, pemilik modal dapat menentukan mana calon yang harus tampil dan mana yang tidak boleh tampil. Di Pilkada DKI terdapat calon yang dipaksa tidak bisa dicalonkan dan itu berhasil.
“Lalu di dalam Pilpres terpaksa hanya 3 pasang, terhadang presidential threshold. Siapa yang menentukan presidential threshold? Kan semua berdasarkan proses politik. Apakah berdasar kepada proses politik bersih atau tidak? Proses politik itu membuka peluang intervensi bagi pemilik modal,” ungkapnya.
Lanjutnya, ia membeberkan bagi pemenang pasti ada kompensasi yang harus dibayarkan kepada para pendukungnya termasuk pemilik modal. “Dan pemilik modal tahu bagaimana cara dia mengeluarkan uang. Bila itu terjadi, maka hukum dan kebijakan bisa diubah-ubah, tidak ada patokan,” keluhnya.
Ada pun, ia mencontohkan terkait hukum dan kebijakan yang dapat diubah ialah terkait Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batu Bara tahun 2020. UU Minerba tahun 2020 adalah perubahan dari UU Minerba tahun 2009, dan perubahan tersebut berubah 180 derajat.
“Pertanyaannya itu, mana yang benar? 2009 atau 2020. Kalau 2020, kenapa dibuat 2009 yang beda sama sekali? Kalau 2009 benar, kenapa diubah menjadi 2020? Itu kan beda sama sekali. Kalau 2009 ke utara, 2020 ke selatan,” jelasnya.
Terlebih lagi, UIY melihat bisnis saat ini yang memiliki keuntungan paling besar yakni bisnis tambang batu bara. Karena tambang batu bara, ibarat bisnis yang tinggal mengambil uang di tanah.
“Kalau bisnis sawit masih ada nanamnya, masih nunggu 5 tahun, masih ada risetnya, masih ada jagainnya, masih ada manennya. Kalau batu bara, kapan nanemnya? Tinggal keruk aja,” terangnya.
“Nah, ini kenyataan seperti ini yang memungkinkan cawe-cawenya pemilik modal. Karena dia tahu bahwa dengan kekuatan uangnya itu dia bisa minta kepada pembuat hukum, dalam hal ini anggota parlemen, untuk membuat hukum sesuai kepentingan mereka,” tambahnya.
Lebih lanjut ia menerangkan. Di dalam hukum Islam, sekali haram tidak mungkin berubah menjadi halal, dan sekali halal tidak akan pernah berubah menjadi haram. Terlebih perkara-perkara yang sifatnya qath’i.
“Seperti ketetapan bahwa milik umum itu barang tambang yang jumlahnya sangat besar itu adalah milik umum, itu tidak mungkin diubah menjadi pribadi. Bahwa wajib dikelola negara untuk kesejahteraan rakyatnya juga tidak mungkin diubah. Kalau ada yang mengubah, berarti dia menentang hukum syara’,” terangnya.
“Jadi sekuat apa pun pemilik modal, umpamanya dia bisa memengaruhi penguasa atau partai, tapi dia tidak akan bisa sampai memengaruhi untuk perubahan hukum itu,” tutupnya. []
Sumber: Taufan