Pendapat-Pendapat Ulama Tentang Isbal
Pendapat-Pendapat Ulama Tentang Isbal
Mustanir.com – Agama islam adalah agama yang sangat sempurna. Hampir semua hukum permasalahan yang ada didunia ini telah dijelaskan dan dijabarkan oleh syariat islam. Seiring dengan arus kebangkitan Islam, maka kesadaran untuk berislam secara kaaffah menjadi hal yang niscaya, baik oleh muslim maupun muslimah. Semangat mengamalkan sunah nabi adalah bagian dari cakupan kekaaffahan pemahaman Islam seseorang. Termasuk keinginan sebagian para pemuda yang memendekkan pakaian di atas mata kaki bahkan setengah betis. Tentu tidak lupa juga memanjangkan jenggot, memendekkan kumis, serta menutup aurat secara sempurna bagi para muslimah.
Fenomena ini harus disambut gembira dan diberikan dukungan. sebagai penyeimbang atas betapa kuatnya dukungan terhadap kejahiliyahan akhlak yang ada pada zaman sekarang ini. Dan hal itu juga sebagai syi’ar Islam. Namun, di tengah arus kebangkitan Islam ini, bukan berarti tidak ada masalah internal. Justru sering kali kita melihat sesama aktifis Islam saling serang hanya karena perselisihan pemahaman fiqih saja, termasuk masalah ISBAL (memanjangkan pakaian). Biasanya sikap keras dilancarkan oleh pihak yang memahami bahwa ISBAL itu haram walaupun tanpa ada rasa sombong. Sementara pihak yang diserang pun tentunya memberikan pembelaan dengan berbagai hujjah yang mereka miliki.
Memang seharusnya tidak boleh ada sikap keras dalam masalah isbal ini, dan seharusnya masing-masing dari kedua belah pihak tahu akan adanya perselisihan yang masyhur ini sejak zaman dahulu. Sebenarnya apa yang mereka perselisihkan sekarang ini adalah merupakan suatu perselisihan yang sudah didebatkan oleh para ulama dimasa lalu. Ibarat acara televisi mereka ini hanya mengadakan siaran ulang saja terhadap masalah isbal ini.
Nah, masalah isbal ini saya tulis kembali bukan untuk mencari mana yang benar dan mana yang salah. Akan tetapi lebih kepada ingin tahu siapa saja sebenarnya para ulama yang mengharamkan dan memakruhkan atau juga yang membolehkan isbal. Apakah imam Abu Hanifah, imam Malik, imam Syafi’iy dan imam Ahmad Bin Hanbal telah membahas hal ini. Bagaimana dengan ulama lainnya seperti Syaikhul islam Ibnu Taimiyah, imam Ibnu Hajar Al-Asqolani, imam An-Nawawi, Syaikh Bin Bazz, Syaikh Utsaimin dan ulama lainnya. Apa saja sebenarnya dalil-dalil yang mereka gunakan dalam masalah isbal ini. Dan ada di kitab mana saja permasalahan ini dibahas oleh para ulama ulama kita.
Mungkin ada sebagian kalangan yang bertanya-tanya. Kenapa harus merujuk kepada aqwal ulama? Kenapa gak langsung saja pakai Al-qur’an dan hadits nabi. Kan kita harus kembali kepada Al-quran dan hadits?
Untuk menjawab pertanyaan ini mudah sekali, ya memang benar kita harus kembali kepada Al-quran dan hadits nabi. Nah, Cara yang yang benar untuk memahami dan kembali kepada Al-quran dan hadits adalah dengan cara mengikuti atau merujuk kepada para ulama salaf kita. Karena merekalah yang lebih paham tentang ayat Al-quran dan hadits-hadits nabi yang jumlahnya tidak sedikit itu. Jangan dikira ulama kita itu gak pakai dalil dan gak ngerti dalil. Justru mereka itu adalah orang yang paling mengerti tentang dalil-dalil dibanding dengan kita yang sangat awam ini.
Oleh karena itu mari langsung saja kita simak perkataan para ulama dalam masalah isbal.
TAHQIQUL AQWAL TENTANG MASALAH ISBAL
Jadi begini, setelah saya cek langsung ke kitab masing-masing para ulama, ternyata para ulama’ kita telah sepakat mengatakan HARAM jika isbal itu disertai dengan sifat sombong.
Nanti khilafiyahnya adalah ketika orang yang melakukan isbal tapi tidak disertai dengan sifat sombong. Nah, dalam masalah ini para ulama terbagi menjadi 3 kelompok.
Kelompok pertama mengatakan isbal hukumnya adalah haram mutlaq. Baik dia sombong ataupun tidak sombong. Ini adalah pendapat Al-Imam Ibnu Hajar Al- Asqolani, ibnul Arobiy, Syaikh Bin Bazz dan Syaikh Al-Utsaimin.
Kelompok yang kedua mengatakan bahwa isbal hukumnya makruh. Dan ini adalah pendapat Al-imam Asy-Syafi’iy, Al-imam An-Nawawi, Al-imam Ibnu Qudamah dan Al-Imam Ibnu Abdil Barr.
Kelompok yang ketiga mengatakan bahwa isbal hukumnya mubah atau boleh. Ini adalah pendapat Al-imam Abu Hanifah, Al-Imam Ahmad Bin Hanbal, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan Al-Imam Asy-Syaukani.
Kita mulai dari kelompok pertama yaitu ulama ulama yang mengatakan isbal itu Haram secara Mutlaq :
Al-Imam Ibnu Hajar Al-Asqolaniy berkata dalam kitab fathul bari juz 10 halaman 264 sebagai berikut :
وحاصله أن الإسبال يستلزم جر الثوب وجر الثوب يستلزم الخيلاء ولو لم يقصد اللابس الخيلاء
terjemah : dan hasilnya adalah bahwa isbal itu menyebabkan terseretnya pakaian. dan menyeret pakaian itu menyebabkan sombong. walaupun orang yang berpakaian itu tidak bermaksud demikian.
Ibnul Arobi berkata dalam kitab fathul bari yang dinukil oleh Al-Imam Ibnu Hajar Al-Asqolaniy pada juz 10 halaman 264 :
قال بن العربي لا يجوز للرجل أن يجاوز بثوبه كعبه ويقول لا أجره خيلاء لأن النهي قد تناوله لفظا ولا يجوز لمن تناوله اللفظ حكما أن يقول لا أمتثله لأن تلك العلة ليست في فإنها دعوى غير مسلمة بل إطالته ذيله دالة على تكبره اه ملخصا وحاصله أن الإسبال يستلزم جر الثوب وجر الثوب يستلزم الخيلاء ولو لم يقصد اللابس الخيلاء
terjemah : berkata ibnul arobi ” tidak boleh bagi seorang laki-laki memanjangkan pakaiannya sampai mata-kaki sambil mengatakan saya tidak memanjangkannya karena sombong. karena larangan itu mencakup lafadz yang diucapkan. dan hasilnya adalah bahwa isbal itu menyebabkan terseretnya pakaian. dan menyeret pakaian itu menyebabkan sombong. walaupun orang yang berpakaian itu tidak bermaksud demikian.
Syaikh Bin Bazz berpendapat di dalam majalatul buhuts al-islamiyah juz 33 halaman 113 :
والأحاديث في هذا المعنى كثيرة ، وهي تدل على تحريم الإسبال مطلقا ، ولو زعم صاحبه أنه لم يرد التكبر والخيلاء ؛ لأن ذلك وسيلة للتكبر ، ولما في ذلك من الإسراف وتعريض الملابس للنجاسات والأوساخ ، أما إن قصد بذلك التكبر فالأمر أشد والإثم أكبر
terjemah : hadits-hadits dalam hal ini sangat banyak sekali. dan semuanya menunjukkan haramnya isbal secara mutlaq. walaupun yang bersangkutan tidak berniat sombong atau takabbur. karena hal itu bisa menyebabkan sebagai wasilah takabbur. dan adanya sifat berlebih lebihan dan bisa kena najis atau kotoran. adapun bagi yang benar-benar berniat sombong maka sudah jelas lebih berat dosanya.
Syaikh Al-Utsaimin berpendapat dalam kitab Syarhul Mumti’ juz 2 halaman 154 :
وأما المحرَّم لوصفه: فكالثوب الذي فيه إسبال، فهذا رَجُل عليه ثوب مباح من قُطْنٍ، ولكنَّه أنزله إلى أسفلَ من الكعبين، فنقول: إن هذا محرَّم لوَصْفه؛ فلا تصحُّ الصَّلاة فيه؛ لأنه غير مأذونٍ فيه، وهو عاصٍ بِلُبْسه، فيبطل حُكمه شرعاً، ومن عَمِلَ عملاً ليس عليه أمرُنا فهو رَدٌّ
terjemah : adapun sesuatu yang haram karena sifatnya adalah seperti pakaian isbal. seorang laki-laki yang menurunkan pakaiannya sampai kedua mata-kaki maka hal ini termasuk perbuatan yang haram dilakukan. barang siapa yang mengamalkan suatu amalan yang bukan dari agama maka itu tertolak.
Kemudian kelompok yang kedua yang mengatakan isbal itu makruh diantaranya :
Al-imam Asy-Syafi’iy berkata dalam kitab Fathul baari yang dinukil oleh Al-imam Ibnu Hajar Al-Asqolani juz 10 halaman 263 :
وقال النووي الإسبال تحت الكعبين للخيلاء فإن كان لغيرها فهو مكروه وهكذا نص الشافعي على الفرق بين الجر للخيلاء ولغير الخيلاء قال والمستحب أن يكون الإزار إلى نصف الساق والجائز بلا كراهة ما تحته إلى الكعبين وما نزل عن الكعبين ممنوع منع تحريم إن كان للخيلاء وإلا فمنع تنزيه لأن الأحاديث الواردة في الزجر عن الإسبال مطلقة فيجب تقييدها بالإسبال للخيلاء انتهى والنص الذي أشار إليه ذكره البويطي في مختصره عن الشافعي
terjemah : imam nawawi berkata ” isbal dibawah mata-kaki bagi yang sombong, namun jika tidak sombong maka hukumnya makruh. ini juga nash dari imam syafi’iy. dan dianjurkan pakaian itu sampai batas betis. dan diperbolehkan menurunkannya sampai kedua mata-kaki. dan apa yang ada dibawah mata-kaki maka itu dilarang jika karena sombong. jika tidak sombong maka makruh. karena hadist yang melarang isbal sifatnya mutlaq. maka harus ditaqyid dengan hadits muqoyyad.
Al-Imam An-Nawawi berkata dalam kitab Al-Minhaj Syarah Shohih Muslim juz 14 halaman 62 :
أن الإسبال يكون في الإزار والقميص والعمامة وأنه لايجوز إسباله تحت الكعبين إن كان للخيلاء فإن كان لغيرها فهومكروه وظواهر الأحاديث في تقييدها بالجر خيلاء تدل على أن التحريم مخصوص بالخيلاء وهكذا نص الشافعى على الفرق كماذكرنا وأجمع العلماء على جواز الإسبال للنساء وقد صح عن النبي صلى الله عليه وسلم الإذن لهن في إرخاء ذيولهن ذراعا والله أعلم وأما القدر المستحب فيما ينزل إليه طرف القميص والإزار فنصف الساقين كما فى حديث بن عمر المذكور وفي حديث أبي سعيد إزارة المؤمن إلى أنصاف ساقيه لاجناح عليه فيما بينه وبين الكعبين ما أسفل من ذلك فهو في النار فالمستحب نصف الساقين. والجائز بلا كراهة ماتحته إلى الكعبين فما نزل عن الكعبين فهو ممنوع فإن كان للخيلاء فهو ممنوع منع تحريم والافمنع تنزيه وأما الأحاديث المطلقة بأن ماتحت الكعبين في النار فالمراد بها ما كان للخيلاء لأنه مطلق فوجب حمله على المقيد والله أعلم
terjemah : sesungguhnya isbal ada pada sarung,baju dan imamah. dan tidak boleh isbal sampai dibawah kedua mata-kaki jika karena sombong. namun jika bukan karena sombong maka hukumnya makruh. dan dzohir hadits mutlaq itu harus dikhususkan maknanya dengan hadits muqoyyad. inilah nash dari imam syafi’iy. para ulama sepakat bolehnya isbal bagi seorang wanita karena nabi telah mengizinkan bagi wanita. dan dianjurkan pakaian itu sampai batas betis. dan diperbolehkan menurunkannya sampai kedua mata-kaki. dan apa yang ada dibawah mata-kaki maka itu dilarang jika karena sombong. jika tidak sombong maka makruh. karena hadits ancaman neraka adalah khusus bagi yang sombong dan haditsnya mutlaq. maka wajib dipahami maknanya dengan hadits yang muqoyyad.
Al-Imam Ibnu Qudamah berkata dalam kitab Al-Mughni juz 1 halaman 418 :
ويكره إسبال القميص والإزار والسراويل؛ لأن النبي – صلى الله عليه وسلم – أمر برفع الإزار. فإن فعل ذلك على وجه الخيلاء حرم، لأن النبي – صلى الله عليه وسلم – قال: «من جر ثوبه خيلاء لم ينظر الله إليه» . متفق عليه
terjemah : dan dimakruhkan isbal pakaian, sarung dan celana. karena nabi memerintahkan untuk menaikkan pakaian. jika dilakukan karena sombong maka haram. karena nabi mengatakan barang siapa yang memanjangkan pakaian karena sombong maka Allah tidak akan melihatnya.
Al-imam Ibnu Abdil Barr berkata dalam kitab fathul bari yang dinukil oleh Al-imam Ibnu Hajar AL-Asqolani juz 10 halaman 263 :
قال ابن عبد البر : مفهومه أن الجر لغير الخيلاء لا يلحقه الوعيد إلا أن جر القميص وغيره من الثياب مذموم على كل حال.
terjemah : ibnu abdil barr berkata ” maksudnya adalah bahwa isbal tanpa sombong tidak termasuk didalamnya ancaman neraka. akan tetapi hal itu termasuk perbuatan tercela.
Selanjutnya kelompok yang ketiga yang mengatakan isbal itu boleh atau mubah :
Al-imam Abu Hanifah berkata dalam kitab Al-Adab Asy-Syar’iyah yang dinukil oleh ibnu Muflih juz 3 halaman 521 :
قال صاحب المحيط من الحنفية وروي أن أبا حنيفة – رحمه الله – ارتدى برداء ثمين قيمته أربعمائة دينار وكان يجره على الأرض فقيل له أولسنا نهينا عن هذا؟ فقال إنما ذلك لذوي الخيلاء ولسنا منهم، واختار الشيخ تقي الدين – رحمه الله – عدم تحريمه ولم يتعرض لكراهة ولا عدمها
terjemah : berkata shohibul muhit dari kalangan hanafiyah dan diriwaatkan bahwa abu hanifah memanjangkan selendangnya. dan menyeretnya sampai mengenai tanah. kemudian ditanya bukankah kita dilarang? beliau jawab ” larangan itu bagi orang yang sombong dan kita bukan orang yang sombong. begitu juga ibnu taimiyah memilih pendapat tidak adanya keharaman dan tidak menganggapnya makruh.
Al-imam Ahmad Bin Hanbal berkata dalam kitab Al-Adab Asy-Syar’iyah yang dinukil oleh ibnu Muflih juz 3 halaman 521 :
وقال في رواية حنبل: جر الإزار إذا لم يرد الخيلاء فلا بأس به وهذا ظاهر كلام غير واحد من الأصحاب – رحمهم الله
terjemah : berkata imam ahmad “menyeret pakaian jika tidak sombong maka tidak apa-apa. dan ini pendapat beberapa ashab hanabilah.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata dalam kitab Syarh Umdah Al-Fiqh juz 1 halaman 361 :
ويكره إسبال القميص ونحوه إسبال الرداء وإسبال السراويل والإزار ونحوهما إذا كان على وجه الخيلاء وأطلق جماعة من أصحابنا لفظ الكراهة وصرح غير واحد منهم بان ذلك حرام وهذا هو المذهب بلا تردد. قال أبو عبد الله ( أحمد بن حنبل )لم احدث عن فلان كان سراويله شراك نعله وقال ما أسفل من الكعبين في النار والسراويل بمنزلة الإزار لا يجر شيئا من ثيابه. فأما أن كان على غير وجه الخيلاء بل كان على علة أو حاجة أو لم يقصد الخيلاء والتزين بطول الثوب ولا غير ذلك فعنه أنه لا بأس به وهو اختيار القاضي وغيره وقال في رواية حنبل جر الإزار وإرسال الرداء في الصلاة إذا لم يرد الخيلاء لا بأس به
terjemah : dimakruhkan isbal pakaian, selendang, celana dan sarung jika karena sombong. ada juga yang mengatakan makruh. dan ada juga yang mengatakan haram. dan ini adalah madzhab hanbali. berkata imam ahmad ” seorang yang memnjangkan kainya sampai dibawah mata-kaki adalah dineraka. namun jika tidak karena sombong maka tidak apa-apa. dan ini juga pendapat al-qodhi.
Dan juga Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam kitab Al-Adab Asy-Syar’iyah yang dinukil oleh ibnu Muflih juz 3 halaman 521 :
واختار الشيخ تقي الدين – رحمه الله – عدم تحريمه ولم يتعرض لكراهة ولا عدمها
terjemah : dan syaikhul islam ibnu taimiyah memilih pendapat tidak adanya keharaman dan tidak menganggapnya makruh.
Al-Imam Asy-Syaukani berkata dalam kitab Nailul Author juz 2 halaman 132-133 :
وقد عرفت ما في حديث الباب من قوله – صلى الله عليه وسلم – لأبي بكر: ” إنك لست ممن يفعل ذلك خيلاء ” وهو تصريح بأن مناط التحريم الخيلاء، وأن الإسبال قد يكون للخيلاء، وقد يكون لغيره فلا بد من حمل قوله ” فإنها المخيلة ” في حديث جابر بن علي أنه خرج مخرج الغالب، فيكون الوعيد المذكور في حديث الباب متوجها إلى من فعل ذلك اختيالا، والقول بأن كل إسبال من المخيلة أخذا بظاهر حديث جابر ترده الضرورة، فإن كل أحد يعلم أن من الناس من يسبل إزاره مع عدم خطور الخيلاء بباله، ويرده ما تقدم من قوله – صلى الله عليه وسلم – لأبي بكر لما عرفت
terjemah : aku telah tahu tentang hadits tersebut ( sesungguhnya kamu bukan termasuk orang yang berbuat sombong) menunjukkan bahwa illat keharaman adalah sifat sombong. karena juga isbal kadang karena sombong dan kadang juga bukan karena sombong. maka ancaman neraka itu adalah bagi yang sombong. adapun yang mengatakan isbal itu semuanya karena sombong maka pendapat ini ditentang oleh hadits abu bakr.
Dalil – dalil tentang isbal :
Hadits yang umum atau mutlaq diantaranya :
َعنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا أَسْفَلَ مِنْ الْكَعْبَيْنِ مِنْ الْإِزَارِ فَفِي النَّارِ
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, Beliau bersabda: “Apa saja yang melebihi dua mata kaki dari kain sarung, maka tempatnya di neraka.
Hadits yang muqoyyad diantaranya :
عَنْ سَالِمٍ عَنْ أَبِيهِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ جَرَّ ثَوْبَهُ مِنْ الْخُيَلَاءِ لَا يَنْظُرُ اللَّهُ إِلَيْهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ قَالَ أَبُو بَكْرٍ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أَحَدَ شِقَّيْ إِزَارِي يَسْتَرْخِي إِلَّا أَنْ أَتَعَاهَدَ ذَلِكَ مِنْهُ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّكَ لَسْتَ مِمَّنْ يَصْنَعُ ذَلِكَ خُيَلَاءَ
Dari Salim, dari Ayahnya, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Barangsiapa yang menjulurkan pakaiannya dengan sombong maka Allah tidak akan melihatnya pada hari kiamat nanti.” Abu Bakar berkata: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku salah seorang yang celaka, kainku turun, sehingga aku selalu memeganginya.” Maka Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Sesungguhnya kamu bukan termasuk orang yang melakukannya karena kesombongan.
Dan sebenarnya masih banyak lagi dalil dalilnya. Intinya para ulama kita berselisih pendapat tentang cara memahami hadits dan cara metode yang digunakan dalam mengambil kesimpulan hukum. Ada yang menggunakan kaidah ushul “ Al-Mutlaq mahmul ‘Alaa AL-Muqoyyad “ dan ada juga yang lebih mengutamakan pakai hadits yang mutlaq dari pada muqoyyad. Lebih jelasnya baca saja langsung di kitab aslinya. Maka akan kita temukan hujjah-hujjah atau dalil-dalil serta alasan-alasan yang digunakan oleh masing-masing ulama.
Intinya memang masalah isbal ini adalah masalah khilafiyah yang didalamnya terdapat ijtihad-ijtihad para ulama dalam memahami nash hadits dan pengambilan hukum (istinbat) . kalo ada ungkapan “ ternyata isbal haram “ kata siapa?? Ya jawabannya adalah kata ulama’ kelompok pertama tadi. Dan jika ada ungkapan “ ternyata isbal boleh “ kata siapa?? Ya kata ulama kelompok ketiga tadi. Silahkan kita menjalankan apa yang menjadi keyakinan yang menurut kita adalah benar dengan merujuk pada aqwal para ulama kita, tanpa ada sikap pengingkaran terhadap yang lain. Semoga Allah Ta’ala memberikan pahala dan dinilai sebagai upaya taqarrub bagi siapa saja yang menaikkan pakaiannya di atas mata kaki atau setengah betis, tanpa harus diiringi sikap merasa paling benar, keras, dan justru sombong karena merasa sudah menjalankan sunah.
Wallahu a’lam.