Pengalaman Dan Dukungan Penegakan Syariat Islam
Pengalaman Dan Dukungan Penegakan Syariat Islam
Mustanir.com – Ada yg menarik ketika saya ngisi Kultum Subuh tadi pagi di Masjid An-Nur Tambakboyo Concat Sleman. Pertama-tama saya sampaikan keutamaan 10 hari terakhir Ramadhan, lalu pentingnya meningkatkan intensitas ibadah, serta meramaikan Masjid, bukan Mall. Memperbaharui iman dan taqwa (aspek ruhiyah), bukan penampilan lahiriyah, serta lebih giat mengejar diskon dosa, bukan diskon harga.
Kemudian saya sampaikan takwa itu harus melaksanakan semua perintah Allah. Tidak hanya Surat Al-Baqarah 183 yg mewajibkan puasa, tapi juga Al-Baqarah 176 yg mewajibkan Qishâsh. Qur’an nya sama, suratnya juga sama, bahkan sebagian besar lafadznya juga sama: yaa ayyuhal ladzina amanu, kutiba, alaikum, bedanya ayat 183: as-shiyam, sedangkan ayat 176: al-qishash (hukuman mati pagi pembunuh). Lantas mengapa puasa kita amalkan, sedangkan qishâsh boro-boro mengamalkan, membaca, mendiskusikan dan mendalaminya saja ogah-ogahan.
Padahal hukumnya sama-sama wajib bukan? Yang namanya wajib kalo ditinggalkan dosa bukan? Memang wajibnya wajib kifayah. Tapi jangan lupa wajib kifayah bisa menjadi wajib ‘ain jika belum tertunaikan sempurna. Seperti halnya mengurusi jenazah hukumnya wajib kifayah. Seandainya jika ada tetangga kita meninggal, lalu tidak ada atau belum cukup orang yg mengurusi sampai sempurna, maka hukumnya jadi wajib ‘ain bagi kita untuk mengurusi jenazah tersebut. Tentu dalam hal qishâsh kewajiban kita bukan membunuh langsung si pembunuh, tapi melakukan dakwah penyadaran kepada umat dan nasihat kepada penguasa agar mau menerapkan syariat Islam secara kaffah, termasuk qishâsh.
Lalu saya jelaskan Qishâsh adalah hukuman bagi pembunuhan yg disengaja. Bagi pembunuhan yg tidak disengaja, pelakunya bisa dituntut membayar diyât (denda) 100 ekor unta. Atau sekitar 2 milyar rupiah (asumsi 1 ekor onta 20 juta rupiah). Diyât juga berlaku jika anggota tubuh cacat atau hilang. Jika membutakan sebelah mata, diyât-nya separuh diyât pembunuhan atau 100 ekor unta (1 milyar). Hitungan yg sama berlaku bagi anggota tubuh lainnya yg genap seperti tangan, kaki, telinga, dll. Jika satu jari kita dihilangkan, maka diyât-nya sepersepuluh diyât pembunuhan atau 10 ekor unta (200 juta rupiah). Saya sampaikan semuanya ini sudah ada lengkap dalam hadits-hadits Rasulullah saw bab uqubat dan jinayat. Lalu mengapa kita masih getol pakai hukum jahiliyah buatan manusia seperti KUHP? Padahal KUHP kita menjiplak hukum Belanda. Sedangkan Belanda menjiplak hukum Perancis abad 19an yg sekarang mungkin sudah usang tidak dipakai lagi. Koq kita lebih taat sama Belanda dan Perancis, ketimbang sama Allah Rabb semesta alam?
Bagi pembunuhan disengaja qishâsh insya-Allah mampu menimbulkan efek jera dan efek takut. Bagi si pembunuh pasti jera, lha wong dia dihukum mati pasti jera tidak akan mau membunuh lagi. Ketika konsisten ditegakkan insya-Allah akan menimbulkan efek takut bagi yg lain. Lalu saya ceritakan kejadian pembunuhan tragis tahun 2013 lalu (kebetulan TKP tidak jauh dari situ sekitar Maguwoharjo). Seorang siswi SMK YPKK diperkosa dan dibunuh ramai-ramai, dengan cara dibakar, oleh tujuh orang. Dan setelah diadili ternyata otak pelaku bebas dari vonis mati. Sedangkan yg lain hanya dipenjara sekian tahun saja. Mendengar vonis tersebut, orang tua korban hanya bisa jatuh tersimpuh sambil menangis-nangis memohon keadilan hakim yang memutuskan berdasarkan hukum Belanda dan Perancis tadi. Bagaimana jika hal ini terjadi pada kita?
“Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (QS Al-Maidah 50)
Setelah saya turun mimbar, seorang bapak-bapak tua berkacamata menyalami saya sembari berkata, “Teruskan perjuangammu nak.. Sampaikan hal tadi kepada semua orang, agar mereka tidak hanya paham tata cara sholat, tapi juga paham tata cara kehidupan ini diatur berdasarkan syariat-Nya..” Saya hanya bisa tersenyum, dan berkata dalam hati, hampir saja saya tidak jadi menyampaikan materi ini karena khawatir dicap negatif oleh jamaah. Ampuni hamba ya Rabb…
Tambakboyo Sleman, 23 Ramadhan 1436 H
Saudaramu, Pedyanto (Penulis Buku “Buanglah Demokrasi Pada tempatnya” dan Dosen UII)