Perubahan Negara dengan Cara Islam
Bahaya Jalan Demokrasi dan People Power
Baik jalan demokrasi maupun revolusi massa (people power) bukanlah jalan Islam. Kedua jalan ini tidak pernah dicontohkan Rasulullah saw. Selain itu, ada beberapa “bahaya” jika menggunakan jalan yang tidak dicontohkan Rasulullah saw. Sebagai contoh, jalan demokrasi. Bahayanya antara lain:
Pertama, bahaya ideologis. Sistem demokrasi adalah sistem kufur, karena menjadikan rakyat sebagai pemilik kedaulatan. Konsokuensinya, rakyat yang direpresentasikan oleh “wakil rakyat” berpeluang dan memiliki hak membuat undang-undang. Padahal dalam Islam, hak membuat hukum dan perundangan hanyalah Allah SWT. Orang yang terlibat dalam sistem demokrasi, walaupun secara i’tiqadi masih meyakini Islam sebagai solusi, ketika mereka melakukan legislasi, yakni membuat perundang-undangan, apalagi UU yang dibuat tidak sejalan dengan Islam, maka jelas telah melakukan keharaman.
Kedua, bahaya pragmatisme. Masuk ke dalam sistem demokrasi yang tidak menjadikan Islam sebagai standar berpikir dan bertindak akan membuat siapapun bebas mengeluarkan ide yang bahkan jauh bertentangan dengan Islam. Di sisi lain ada pihak yang masih menginginkan nilai-nilai Islam. Lalu agar tercapai titik temu masing-masing pihak harus melakukan kompromi politik. Dengan adanya kompromi politik, alih-alih bicara idealisme, yang sering terjadi malah aktivis Muslim terjebak pragmatisme.
Ketiga, menjauhkan umat dari perjuangan menegakkan Khilafah. Tujuan awalnya ingin agar Islam diterapkan melalui jalan demokrasi dan hanya menjadikan demokrasi sebagai jalan bukan tujuan. Namun, ketika menghadapi situasi dan kondisi politik sekular yang “kejam” sekaligus melenakan, akhirnya syariah Islam disembunyikan. Gagasan tentang syariah dan Khilafah Islam pun dibuang. Kini teriakannya tak jauh berbeda dengan politisi sekular: “demokratisasi”, bukan “islamisasi”. Alasan-nya, kalau bicara Islam, takut dituduh sektarian. Kalau memperjuangkan syariah Islam takut tak mendapatkan dukungan. Akhirnya, alih-alih berjuang untuk Islam, yang terjadi malah menjauhkan gagasan syariah dan Khilafah Islam dari benak umat Islam. Alih-alih berjuang untuk tegaknya Khilafah, yang terjadi malah terseret sistem korup, menjadi pesakitan karena kasus korupsi atau risywah.
Adapun bahaya menggunakan jalan people power di antaranya:
Pertama, rawan pembajakan. Jalan ini sangat rawan dengan pembajakan, apalagi jika tanpa visi yang jelas. Mengapa? Karena gerakan massa biasanya sangat cair, siapapun bisa ikut dan terlibat. Hanya dengan isu umum, siapapun bisa bergabung. Sebagai contoh, ketika yang menjadi common enemy-nya adalah penguasa diktator, maka siapapun dari anggota masyarakat atau kelompok politik dengan beragam ideologinya, yang salama ini menjadi korban pengusa diktator, akan bergabung menumbangkan sang diktator. Jika kelompok Islam tidak mampu mengendalikan, maka kelompok sekularlah yang akan mengambil-alih pemerintahan berikutnya.
Kedua, salah strategi. Pasalnya, tujuan dari proses perubahan melalui people power tersebut sebenarnya untuk mewujudkan rezim baru guna mewujudkan kehidupan yang lebih baik. Namun nyatanya, people power atau revolusi rakyat justru sering menimbulkan kekacauan yang luar biasa, termasuk mengorbankan hak milik umum, negara dan kepentingan rakyat. Jika kondisi ini terjadi, tujuan untuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik jauh api dari panggang. Selain itu, cara seperti ini juga bisa memicu terjadinya konflik horisontal, yang mengakibatkan perpecahan di tengah-tengah umat. Pertanyaannya, mungkinkah membangun negara dan pemerintahan yang solid, sehingga seluruh sistemnya bisa dijalankan, jika umat dan rakyatnya terpecah-belah? Jelas tidak mungkin.
Tuntunan Islam dalam Meraih dan Mengelola Kekuasaan
Cara Meraih Kekuasaan
Agar kekuasaan untuk menerapkan syariah Islam secara sempurna dapat diraih, paling tidak ada 4 syarat.
1. Adanya kelompok politik yang ideologis.
Keberadaan kelompok dakwah mutlak diperlukan. Bahkan menjadi prasyarat pertama dan utama. Menegakkan Khilafah tidak bisa “single-fighter”. Sehebat apapun seseorang, pasti tidak akan mampu berjuang sendiri. Hanya saja, kelompok dakwah yang akan mampu menegakkan Khilafah paling tidak memiliki dua ciri: bersifat politis dan ideologis.
Mengapa harus kelompok/partai politik? Pasalnya, Khilafah Islam itu merupakan institusi politik. Karena itu mewujudkan Khilafah harus oleh kelompok/partai politik yang aktivitasnya pun politik. Khilafah Islam tidak akan tegak jika hanya dengan aktivitas spiritual semata. Metode menegakkan Khilafah juga tidak bisa dengan aktivitas sosial. Keduanya merupakan aktivitas yang baik tetapi bukan metode untuk menegakkan Khilafah.
Partai politik yang dimaksud bukanlah partai politik praktis dalam sistem demokrasi yang sekadar berorientasi kekuasaan. Politik yang dimaksud di sini adalah “high politic”, politik adiluhung. Di antaranya melakukan pembinaan terhadap masyarakat, membangun opini publik dengan opini Islam, membangun opini publik bahwa Khilafah itu wajib dan perlu, membongkar makar negara kafir imperialis terhadap umat Islam, mengajak tokoh simpul umat untuk mendukung perjuangan penegakkan khilafah. Ini yang disebut dengan politik tingkat tinggi (high politic).
Mengapa harus ideologis? Pasalnya, sebuah partai politik harus memiliki cara pandang bahwa Islam itu mengatur seluruh aspek kehidupan, tidak hanya mengatur tatacara ibadah dan muamalah dalam arti sempit, tetapi juga politik, ekonomi, hukum, budaya dan yang lainnya. Dengan demikian partai politik ini hanya akan menjadikan syariah Islam sebagai tawaran solusi untuk memecahkan berbagai macam persoalan masyarakat.
Karena itu, parpol tersebut harus mampu menyusun “masterplan” atau fikrah, yakni rincian kumpulan dari berbagai macam ide, konsep dan gagasan yang akan ditawarkan sebagai solusi dari berbagai permasalahan kehidupan. Dengan begitu, ketika kelompok dakwah/partai politik tersebut berhasil meraih kekuasaan, maka konsep tersebut langsung bisa dilaksakan (applicable), tidak sibuk lagi membuat konsep pelaksanaan sistem Islam.
2. Adanya kejelasan ideologi.
Gerakan perubahan mengharuskan adanya kejelasan ideologi. Tentu yang dimaksud adalah ideologi Islam. Metode (thariqah)-nya pun harus benar-benar mencontoh teladan terbaik, yakni Rasulullah saw. Gerakan perubahan tidak boleh mengambil jalan yang jelas bertentangan dengan Islam, seperti halnya jalan demokrasi. Gerakan perubahan juga harus jelas musuh bersama (common enemy)-nya. Saat ini, yang memiliki “syarat” sebagai common enemy adalah Ideologi Kapitalisme. Mengapa Kapitalisme? Karena ideologi inilah yang saat ini menguasai dan menjajah dunia. Kapitalisme pula yang menyebabkan berbagai masalah muncul. Kapitalismelah yang menjadi akar masalah dunia saat ini.
Selain itu, gerakan perubahan juga harus memiliki tujuan bersama (common goal). Common goal gerakan perubahan sejatinya adalah berlanjutnya kehidupan Islam dengan tegaknya Khilafah Islam, karena dengan Khilafah seluruh syariah Islam dapat ditegakkan. Syariah Islam inilah yang menjadi solusi berbagai macam permasalahan dunia saat ini.
3. Adanya dukungan dari umat/masyarakat.
Dukungan dari umat akan tegaknya Khilafah Islam merupakan perkara yang penting. Pasalnya, syariah Islam akan diterapkan oleh Khilafah di tengah-tengah umat. Umat yang dimaksud adalah yang memiliki kesadaran ideologis. Mereka adalah umat yang mau bergerak, berjuang dan menuntut perubahan bukan karena emosionalitas apalagi karena tuntutan perut. Mereka adalah umat yang bergerak dan menuntut perubahan karena dorongan ideologi dan akidah Islam; karena menyadari bahwa bahwa tegaknya Khilafah merupakan perintah Allah SWT.
4. Adanya dukungan dari tokoh kunci (ahlul-quwwah).
Tokoh kunci yang dimaksud adalah ahlul-quwwah, yakni institusi yang secara politis memiliki kemampuan untuk menolong dakwah, baik berbentuk negara, institusi militer ataupun sebuah jamaah/kelompok. Adanya dukungan ahlul-quwwah ini sangatlah penting. Pasalnya, untuk menegakkan negara yang kuat dan mandiri—sehingga yariah Islam bisa diterapkan secara sempurna—tanpa ada intervensi dari negara yang lain membutuhkan dukungan politik dan militer yang juga kuat.
Fakta saat ini menunjukkan kondisi yang sama seperti halnya pada zaman Rasulullah saw., yakni bahwa ahlul quwwah, termasuk di dalamnya militer, memiliki pengaruh yang sangat kuat dan dominan dalam melindungi sebuah negara. Dukungan dari masyarakat terhadap gerakan/partai tidaklah cukup jika belum mendapatkan dukungan dari militer. Sebagai contoh, kemenangan FIS di Aljazair, Partai Refah pimpinan Erbakan di Turki, dan terakhir Ikhwanul Muslimin di Mesir yang kemudian dianulir dan dikudeta militer, merupakan fakta tak terbantahkan bahwa dukungan ahlul quwwah menjadi syarat penting tegaknya negara yang kuat.
Cara Menjalankan Kekuasaan
Adapun bagaimana kekuasaan itu dijalankan agar syariah Islam dapat diterapkan secara kaffahdengan tegaknya Khilafah Islam, paling tidak harus memenuhi tiga kriteria.
1. Kekuasaan dan keamanan negara ada dalam kontrol penuh umat Islam.
Agar syariah Islam dapat diterapkan secara sempurna, kekuasan dan keamanan negara Khilafah harus ada dalam kontrol penuh umat Islam. Bahkan tidak bisa disebut sebagai negara Khilafah jika negara kufur atau orang kafir masih melakukan intervensi, baik sebagian apalagi melakukan intervensi penuh, terhadap negara.
2. Adanya kesiapan konsep (masterplan) yang rinci dan komprehensif.
Konsep yang rinci dan komprehensif mutlak harus ada dan disiapkan sejak sekarang/ Dengan begitu, ketika Khilafah tegak, konsep tersebut harus sudah dapat dijalankan dengan baik (applicable) dan segera. Partai Politik Islam adalah elemen yang paling berkepentingan untuk menyusun berbagai konsep pengelolaan negara. Konsep tersebut mencakup sistem politik dan pemerintahan, sistem ekonomi, sistem hukum, sistem sosial dan berbagai konsep lainnya yang sudah diturunkan dalam bentuk peraturan perundangan yang praktis dan aplikatif. Dengan begitu siapapun yang menjadi khalifah dan pegawai Negara dapat menjalankan pemerintahan dengan baik.
3. Adanya SDM yang siap mengelola negara.
Negara Khilafah akan dapat berjalan dengan baik jika dikelola oleh orang-orang yang memiliki kapabilitas dan kepribadian unggul. Mereka bisa berasal dari berbagai kalangan dan latar belakang, baik dari kalangan ulama, politisi, intelektual, pakar hukum, pakar sains dan teknologi dan yang lainnya. Mereka juga harus merupakan orang-orang yang memahami bagaimana Islam mengelola sebuah negara. Karena faktor pentingnya adalah dengan sistem dan hukum apa sebuah negara dikelola. Karena itu mutlak bahwa siapapun yang kelak mengelola negara Khilafah harus memahami syariah Islam secara mendalam. [Luthfi Afandi; Humas HTI Jabar]
Luthfi Afandi