Presiden Jokowi Akan Bertemu Bos Chevron di Amerika
Presiden Jokowi Akan Bertemu Bos Chevron di Amerika
Mustanir.com – Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerima Executive Vice President Upstream Chevron James Johnson di Washington DC, Senin (26/10) waktu setempat.
Menurut Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said, dalam pertemuan dengan Chevron Presiden Jokowi menjelaskan percepatan penerapan paket-paket kebijakan ekonomi, dimana 60 persen perizinan di bidang ESDM sudah dipangkas. “Mereka mengapreasiasi itu,” kata Sudirman.
Sementera itu, Presiden Jokowi sendiri mengapresiasi keberadaan Chevron yang sudah 90 tahun di Indonesia, terutama karena 97 persen dari 40 ribu karyawannya adalah putra putri Indonesia. Disamping juga komitmen Chevron untuk terus membangun kemampuan sumber daya manusia Indonesia.
Sudirman mengatakan, ada beberapa proyek yang disiapkan, termasuk proyek besar Indonesia Deep Water Development (IDD), yang merupakan proyek terpenting yang dimiliki Indonesia. “Namun karena harga minyak saat ini kurang baik, maka mereka akan melakukan penyesuaian penghitungan,” ujarnya.
Lebih lanjut Sudirman menuturkan, pemerintah akan segera merespon revisi rencana pengembangan atau plant of development (POD) yang diajukan oleh Chevron. “SKK Migas sudah punya mekanisme yang lebih cepat untuk memberikan kepastian,” ucapnya. (rol/adj)
Komentar Mustanir.com
Bukan lagi hal yang tabu, jika kepergian Presiden Jokowi ke Amerika adalah dalam rangka kepentingan ekonomi. Meskipun di dalam negeri, Indonesia sedang menghadapi bencana asap yang parah. Tapi bukanlah dalam artian dalam memperbaiki ekonomi, tetapi lebih kepada mengukuhkan Liberalisasi Ekonomi di Indonesia, yang menurut Presiden adalah solusi pasti problem ekonomi saat ini.
Namun, pada akhirnya kita bisa menilai, bahwa setiap kebijakan Liberal di dalam sistem pemerintahan ini, tidak menambah apapun kecuali utang dan kemiskinan. Inilah wajah buruk sistem ekonomi Liberal. Tidak dapat menjunjung harkat dan martabat ekonomi Indonesia di mata dunia, yang ada, Indonesia malah menjadi budak bagi negara-negara Kapitalis lainnya.