Puasa Dalam Al Quran
Puasa Dalam Al Quran [1]
Mustanir.com – Allah –Subhanahu wa Ta’aalaa- mewajibkan puasa kepada umat ini sebagaimana diwajibkan kepada umat-umat sebelumnya, sebagai sebuah bentuk ketaatan kepada Rabb mereka dan menjaga diri dari dosa dan maksiat. Allah –Subhanahu wa Ta’aalaa- berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasasebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa (QS. Al Baqoroh : 183).
Ibadah puasa baik yang wajib maupun yang sunnah memiliki keutamaan yang besar disisi Allah –Azza wa Jallaa-, sebagaimana dijelaskan dalam sunah shahihah dari Sahl bin Sa’ad as-Saa’adiy -Rodhiyallahu ‘anhu- bahwa Nabi -Sholallahu ‘alaihi wa Salam- bersabda :
إِنَّ فِي الجَنَّةِ بَابًا يُقَالُ لَهُ الرَّيَّانُ، يَدْخُلُ مِنْهُ الصَّائِمُونَ يَوْمَ القِيَامَةِ، لاَ يَدْخُلُ مِنْهُ أَحَدٌ غَيْرُهُمْ، يُقَالُ: أَيْنَ الصَّائِمُونَ؟ فَيَقُومُونَ لاَ يَدْخُلُ مِنْهُ أَحَدٌ غَيْرُهُمْ، فَإِذَا دَخَلُوا أُغْلِقَ فَلَمْ يَدْخُلْ مِنْهُ أَحَدٌ
Sesungguhnya di surga ada sebuah pintu yang disebut dengan ar-Royyaan, yang akan dimasuki oleh orang-orang yang berpuasa pada hari kiamat, tidak ada yang memasukinya, kecuali orang yang berpuasa. Ada yang berkata : “dimana orang-orang yang berpuasa?”, maka mereka berdiri, tidak ada seorang pun yang memasukinya, selain mereka, jika mereka sudah masuk, maka pintu itu tertutup, dan tidak ada seorang pun yang bias masuk kedalamnya” (Muttafaqun ‘alaih).
Masih dalam riwayat Shahihain dari Abu Huroiroh -Rodhiyallahu ‘anhu- bahwa Rasulullah -Sholallahu ‘alaihi wa Salam- bersabda :
قَالَ اللَّهُ: كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ، إِلَّا الصِّيَامَ، فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ
Semua amalan anak Adam untuknya, kecuali puasa, maka itu untuk-Ku, dan Aku yang akan membalasnya.
Puasa secara bahasa adalah “الكف والِإمساك عن الكلام” (menahandiridariberbicara), sebagaimana Firman Allah -SubhanahuwaTa’aalaa- :
فَقُولِي إِنِّي نَذَرْتُ لِلرَّحْمَنِ صَوْمًا فَلَنْ أُكَلِّمَ الْيَوْمَ إِنْسِيًّا
Maka katakanlah : “Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusia pun pada hari ini” (QS. Maryam (19) : 26).
Adapun secara istilah yaitu :
فهو التعبد لله سبحانه وتعالى بالإمساك عن الأكل والشرب، وسائر المفطرات، من طلوع الفجر إلى غروب الشمس.
Beribadah kepada Allah –Subhanahu wa Ta’aalaa- dengan menahan diri dari makan dan minum serta hal-hal yang membatalkannya, mulai dari terbitnya Fajar sampai tenggelamnya Matahari[2].
Hal tersebut sesuai dengan Firman Allah –Subhanahu wa Ta’aalaa- :
وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ
Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam (QS. Al Baqoroh : 187).
Petunjuk Al Qur’an terkait puasa adalah sebagai berikut :
- Puasa diwajibkan juga atas umat-umat sebelum kita.
- Puasa juga diwajibkan atas umat ini.
Kedua hal tersebut, sebagaimana dijelaskan oleh Allah –Subhanahu wa Ta’aalaa- dalam surat Al Baqoroh ayat 183 datas.
- Bahkan puasa tetap diwajibkan atas orang yang sakit dan musafir, sekalipun nantinya mereka diberikan keringanan ketika terdapat keberatan atau kesulitan ketika tetap berpuasa, dan nanti diwajibkan menggantinya pada hari yang lain. Allah –Subhanahu wa Ta’aalaa- berfirman :
فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ
Maka barang siapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain (QS. Al Baqoroh : 184).
Jenis-jenis puasa yang disebutkan dalam Al Qur’an adalah :
- Puasa wajib pada bulan Romadhon, berdasarkan Firman Allah –Subhanahu wa Ta’aalaa- :
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ
(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa diantara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) pada bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu (QS. Al Baqoroh : 185).
- Puasa Fidyah, dalam Al Qur’an ada 2 macam :
A. Puasa yang dilakukan sebanyak 10 hari ketika tidak mampu menyembelih Hadyu, dilaksanakan dalam 2 session, yakni session 1 puasa selama 3 hari di tanah suci dan 7 hari sekembalinya dari tanah air. Allah –Subhanahu wa Ta’aalaa- berfirman :
فَمَنْ تَمَتَّعَ بِالْعُمْرَةِ إِلَى الْحَجِّ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ فِي الْحَجِّ وَسَبْعَةٍ إِذَا رَجَعْتُمْ تِلْكَ عَشَرَةٌ كَامِلَةٌ
Maka bagi siapa yang ingin mengerjakan ‘umrah sebelum haji (di dalam bulan haji), (wajiblah ia menyembelih) korban yang mudah didapat. Tetapi jika ia tidak menemukan (binatang korban atau tidak mampu), maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah pulang kembali. Itulah sepuluh (hari) yang sempurna (QS. Al Baqoroh : 196).
B. Puasa selama 3 hari, sebagaimana Firman Allah –Subhanahu wa Ta’aalaa- :
فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ بِهِ أَذًى مِنْ رَأْسِهِ فَفِدْيَةٌ مِنْ صِيَامٍ
Jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), maka wajiblah atasnya berfid-yah, yaitu: berpuasa (QS. Al Baqoroh : 196).
Dalam hadits riwayat Bukhori dari Abdullah bin Ma’qil dijelaskan berapa hari puasa fidyah tersebut, ibnu Ma’qil berkata :
قَعَدْتُ إِلَى كَعْبِ بْنِ عُجْرَةَ فِي هَذَا المَسْجِدِ يَعْنِي مَسْجِدَ الكُوفَةِ، فَسَأَلْتُهُ عَنْ فِدْيَةٌ مِنْ صِيَامٍ، فَقَالَ: حُمِلْتُ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالقَمْلُ يَتَنَاثَرُ عَلَى وَجْهِي، فَقَالَ: «مَا كُنْتُ أُرَى أَنَّ الْجَهْدَ قَدْ بَلَغَ بِكَ هَذَا، أَمَا تَجِدُ شَاةً». قُلْتُ: لاَ، قَالَ: «صُمْ ثَلاَثَةَ أَيَّامٍ، أَوْ أَطْعِمْ سِتَّةَ مَسَاكِينَ لِكُلِّ مِسْكِينٍ نِصْفُ صَاعٍ مِنْ طَعَامٍ، وَاحْلِقْ رَأْسَكَ» فَنَزَلَتْ فِيَّ خَاصَّةً وَهْيَ لَكُمْ عَامَّةً
Aku duduk-duduk bersama Ka’ab bin ‘Ujroh -Rodhiyallahu ‘anhu- di masjid ini, yakni masjid Kufah, aku bertanya kepadanya tentang fidyahnya puasa, maka beliau menjawab : “aku menemui Nabi -Sholallahu ‘alaihiwa Salam- sedankan kutu-kutu bertebaran di mukaku, maka Nabi -Sholallahu ‘alaihiwa Salam- berkata : “aku tidak menyangka kondisimu bias seperti ini, apakah engkau punya kambing?”, akumenjawab : “tidak”, lanjut Beliau : “kalau begitu berpuasalah selama 3 hari, atau member makan 6 orang miskin untuk setiap orang sebanyak setengah sho’ makanan, lalu engkau bercukur”.
Maka ayat tersebut turun secara khusus, namun ia berlaku secara umum.
- Puasa Kafarah, ada beberapa bentuk yaitu :
A. Puasa kafarah membunuh tanpa sengaja, dilaksanakan selama 2 bulan berturut-turut. Sebagaimana Firman-Nya :
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ أَنْ يَقْتُلَ مُؤْمِنًا إِلَّا خَطَأً وَمَنْ قَتَلَ مُؤْمِنًا خَطَأً فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ وَدِيَةٌ مُسَلَّمَةٌ إِلَى أَهْلِهِ إِلَّا أَنْ يَصَّدَّقُوا فَإِنْ كَانَ مِنْ قَوْمٍ عَدُوٍّ لَكُمْ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ وَإِنْ كَانَ مِنْ قَوْمٍ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُمْ مِيثَاقٌ فَدِيَةٌ مُسَلَّمَةٌ إِلَى أَهْلِهِ وَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ تَوْبَةً مِنَ اللَّهِ وَكَانَ اللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا
Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja), dan barangsiapa membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (siterbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah. Jika ia (siterbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, maka (hendaklah sipembunuh) membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (siterbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang beriman. Barangsiapa yang tidak memperolehnya, maka hendaklah ia (sipembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut untuk penerimaan taubat daripada Allah. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana (QS. An Nisaa’ : 92).
B. Puasa kafarah Dhihar, kadarnya sebanyak 2 bulan berturut-turut, sebagaimana Firman-Nya :
وَالَّذِينَ يُظَاهِرُونَ مِنْ نِسَائِهِمْ ثُمَّ يَعُودُونَ لِمَا قَالُوا فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَتَمَاسَّا ذَلِكُمْ تُوعَظُونَ بِهِ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ (3) فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَتَمَاسَّا فَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَإِطْعَامُ سِتِّينَ مِسْكِينًا ذَلِكَ لِتُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَتِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ وَلِلْكَافِرِينَ عَذَابٌ أَلِيمٌ (4)
Orang-orang yang menzhihar isteri mereka, kemudian mereka hendak menarik kembali apa yang mereka ucapkan, maka (wajib atasnya) memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami isteri itu bercampur. Demikianlah yang diajarkan kepada kamu, dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
( 4 ) Barangsiapa yang tidak mendapatkan (budak), maka (wajib atasnya) berpuasa dua bulan berturut-turut sebelum keduanya bercampur. Maka siapa yang tidak kuasa (wajiblah atasnya) memberi makan enam puluh orang miskin. Demikianlah supaya kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan itulah hukum-hukum Allah, dan bagi orang kafir ada siksaan yang sangat pedih (QS. Al Mujaadilah : 3-4).
C. Puasa kafarah sumpah, dikerjakan sebanyak 3 hari, berdasarkan Firman Allah :
لَا يُؤَاخِذُكُمُ اللَّهُ بِاللَّغْوِ فِي أَيْمَانِكُمْ وَلَكِنْ يُؤَاخِذُكُمْ بِمَا عَقَّدْتُمُ الْأَيْمَانَ فَكَفَّارَتُهُ إِطْعَامُ عَشَرَةِ مَسَاكِينَ مِنْ أَوْسَطِ مَا تُطْعِمُونَ أَهْلِيكُمْ أَوْ كِسْوَتُهُمْ أَوْ تَحْرِيرُ رَقَبَةٍ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ ذَلِكَ كَفَّارَةُ أَيْمَانِكُمْ إِذَا حَلَفْتُمْ وَاحْفَظُوا أَيْمَانَكُمْ كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja, maka kaffarat (melanggar) sumpah itu, ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak. Barang siapa tidak sanggup melakukan yang demikian, maka kaffaratnya puasa selama tiga hari. Yang demikian itu adalah kaffarat sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah (dan kamu langgar). Dan jagalah sumpahmu. Demikianlah Allah menerangkan kepadamu hukum-hukum-Nya agar kamu bersyukur (kepada-Nya) (QS. Al Maidah : 89).
D. Puasa Kafarah membunuh binatang buruan dalam keadaan sedang ihram, sebagaimana Firman-Nya :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَقْتُلُوا الصَّيْدَ وَأَنْتُمْ حُرُمٌ وَمَنْ قَتَلَهُ مِنْكُمْ مُتَعَمِّدًا فَجَزَاءٌ مِثْلُ مَا قَتَلَ مِنَ النَّعَمِ يَحْكُمُ بِهِ ذَوَا عَدْلٍ مِنْكُمْ هَدْيًا بَالِغَ الْكَعْبَةِ أَوْ كَفَّارَةٌ طَعَامُ مَسَاكِينَ أَوْ عَدْلُ ذَلِكَ صِيَامًا لِيَذُوقَ وَبَالَ أَمْرِهِ عَفَا اللَّهُ عَمَّا سَلَفَ وَمَنْ عَادَ فَيَنْتَقِمُ اللَّهُ مِنْهُ وَاللَّهُ عَزِيزٌ ذُو انْتِقَامٍ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu membunuh binatang buruan, ketika kamu sedang ihram. Barangsiapa di antara kamu membunuhnya dengan sengaja, maka dendanya ialah mengganti dengan binatang ternak seimbang dengan buruan yang dibunuhnya, menurut putusan dua orang yang adil di antara kamu sebagai had-yad yang dibawa sampai ke Ka’bah atau (dendanya) membayar kaffarat dengan memberi makan orang-orang miskin atau berpuasa seimbang dengan makanan yang dikeluarkan itu, supaya dia merasakan akibat buruk dari perbuatannya. Allah telah memaafkan apa yang telah lalu. Dan barangsiapa yang kembali mengerjakannya, niscaya Allah akan menyiksanya. Allah Maha Kuasa lagi mempunyai (kekuasaan untuk) menyiksa (QS. Al Maidah : 95).
Dalam ayat ini tidak disebutkan berapa jumlah hari berpuasanya, dan tidak terdapat juga penjelasan dari sunah Nabawiyyah. Dhohirnya puasa tersebut dilaksanakan sesuai dengan kadar memberi makan.
Demikian hal-hal yang terkait puasa yang disebutkan dalam Al Qur’anul Kariim, dan puasa ini memiliki kedudukan yang istimewa dalam agama Allah, karena merupakan bukti kesungguhan seorang hamba dalam beribadah kepada Allah, rabbnya.
———————————————————
[1]Disadur dari kitab at-Tafsiir al-Maudhu’iy lil Qur’anil Kariim, karya asy-Syaikh Ahmad bin Abdullah az-Zahrooniy.
[2]Syarah al-Mumti’ karya Imam Ibnu Utsaimin (6/298).