Reshuffle Menteri Jokowi ‘Memaksa’ Para Menteri Bekerja
Reshuffle Menteri Jokowi ‘Memaksa’ Para Menteri Bekerja
Issue Reshuffle yang semakin santer didengar membuat para menteri yang di gadang gadang akan di berhentikan, tiba tiba menjadi over action alias salah tingkah dengan memaksa kerja di menit menit akhir.
Dari pengamatan Fahreenheat, ada beberapa Menteri yang tiba tiba ‘bekerja’ setelah namanya masuk rencana Reshuffle.
Menteri ESDM Sudirman Said tiba tiba menjadi galak terkait pembubaran PETRAL dan memancing reaktif pendapat pemerintahan sebelumnya, agar nama dirinya menjadi headline media dan dianggap bekerja oleh publik
Menteri Susi Pudjiastuti pada saat Hari kebangkitan Nasional, memperingatinya dengan menghancurkan 40 kapal pelaku illegal fishing yang tertangkap memasuki wilayah NKRI.
Ditambah kegiatan yang dilakukan oleh Kepala Bappenas, Menteri Pertanian dan Kementerian Perekonomian yang disaat issu Reshuffle santer terdengar, tiba tiba masuk headline beberapa media dengan berita ‘bekerjanya’
Ada sebuah pertanyaan yang menarik, Mereka para Menteri yang terlecut untuk bekerja, apakah benar benar bekerja karena berdasarkan rasa tanggungjwabnya sebagai Menteri ataukah karena rasa takut akan di Reshuffle.
Harusnya Mereka (para Menteri;red) menyadari, reshuffle adalah hasil akhir evaluasi dengan hitungan dari hari pertama bekerja sampai dengan keputusan adanya reshuffle akan dilakukan, jadi bukan sebuah keputusan atas tindakan yang ada tiba tiba.
Selama 6 Bulan Bekerja, sudah berapa banyak Program dan keputusan yang sudah dikerjakan oleh seorang menteri? bukan dalam hitungan 2 minggu atau bahkan hanya 1 minggu bekerja tiba tiba, yang harusnya masuk pertimbangan rencana Reshuffle. (fahreen/adj)
5 Menteri Dengan Pemberitaan Buruk Di Media
Political Communication (Polcomm) Institute mengungkapkan lima menteri dengan kinerja negatif dalam bingkai media massa. Direktur Polcomm Institute, Heri Budianto, mengungkapkan komunikasi kinerja menteri dalam media massa dapat memengaruhi kepercayaan dan persepsi publik terhadap kinerja pemerintahan.
Untuk itu, Polcomm Institute menggelar riset dan kajian dengan teknik pengumpulan data berupa 32.047 berita dari 15 media massa nasional. Pengumpulan berita berlangsung pada periode kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, yakni Oktober 2014-April 2015.
Dalam bingkai media massa, lanjut Heri Budianto, beberapa menteri mendapatkan penilaian kinerja negatif selama enam bulan kabinet Jokowi-JK. Lima menteri yang mendapatkan nilai negatif, yakni Menkum HAM Yasonna Laoly, Menko Polhukam Tedjo Edhi Purdijatno, Menteri ESDM Sudirman Said, Sekretaris Kabinet (Seskab) Andy Widjajanto, dan Menteri BUMN Rini Soemarno.
“Pemberitaan negatif kepada Menteri Hukum dan HAM sebesar 6,7%,” tuturnya, Senin (11/5/2015). Heri Budianto memaparkan Menkum HAM Yasonna Laoly dianggap memberikan kontribusi atas konflik PPP dan Golkar. Selain itu, Yasonna dinilai menimbulkan kontroversi soal pemberian remisi pada koruptor.
Pada posisi berikutnya, riset Polcomm Institute mengungkap Menko Polhukam Tedjo Edhi Purdijatno memiliki kinerja negatif sebesar 6,3%. Mayoritas pemberitaan negatif menyangkut soal pernyataan mengenai kisruh KPK-Polri.
Adapun menteri yang dianggap kinerjanya kurang memuaskan adalah Menteri ESDM Sudirman Said dengan persentase 4,1%. Menteri ESDM dianggap gagal dalam melakukan pengendalian soal BBM dan mafia migas. “Seskab Andy Widjajanto ini menarik karena dianggap sebagai pihak yang memutuskan komunikasi Presiden Jokowi dengan partai pengusungnya. Persentase pemberitaan negatif Andy Widjajanto mencapai 3,1%,” lanjut Heri.
Posisi terakhir adalah Menteri BUMN Rini Soemarno yang mendapat penilaian negatif sebesar 1,4%. Utamanya terkait pergantian direksi BUMN dan rencana penjualan gedung BUMN.
Pengamat Politik Universitas Indonesia Agung Suprio menilai lima menteri yang tersebut punya peran strategis dalam pemerintahan Jokowi-JK. Namun, mereka mengeluarkan kebijakan dan pernyataan yang diberitakan negatif oleh media massa.
“Soal data data utang IMF yang salah, ini kinerja Andi [Widjajanto] yang saya kira sangat fatal. Fatal karena tidak dikomunikasikan dulu. Seskab itu katakanlah Ring 1, yang justru membuat Jokowi ringsek,” katanya.
Menurut Agung, pemberitaan negatif terhadap Sudirman Said terkait dengan desain perekonomian yang diusung Jokowi-JK yang dinilai mengarah pada liberalisasi sumber energi, seperti BBM, listrik, dan gas elpiji. Komoditas energi tersebut mengalami lonjakan harga di pasar lantaran pemerintah tidak lagi mengalokasikan anggaran subsidi.
“Harga-harga naik karena BBM, elpiji, dan listrik naik. Saving masyarakat turun, ini bukti tingkat kesejahateraan turun,” pungkasnya. (madiunpos/adj)