Sebelum Jadi Dokter Kampus Ini, Calon Mahasiswa Setor ‘1 Toyota Yaris’
Sebelum Jadi Dokter Kampus Ini, Calon Mahasiswa Setor ‘1 Toyota Yaris’
Calon mahasiswa baru yang ingin masuk Universitas Brawijaya (UB) lewat jalur mandiri atau Seleksi Penerimaan Minat dan Kemampuan (SPMK), harus menyiapkan uang dalam jumlah banyak.
Sumbangan Pengembangan Fasilitas Pendidikan (SPFP) melalui jalur SPMK yang diajukan Universitas Brawijaya (UB) sudah disetujui Kementrian Keuangan Republik Indonesia 26 Maret 2015.
Dalam Peraturan Menteri Keuangan RI nomor 63 tahun 2015 itu, disetujui besaran nominal terendah untuk SPFP adalah untuk program studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), yaitu sebesar Rp. 9.375.000.
Sedangkan nilai sumbangan terbesar pada pendidikan kedokteran, yakni mencapai Rp 232.500.000. Jumlah uang sebesar itu bisa untuk membeli satu buah unit mobil Toyota Yaris.
Rektor UB, Prof. DR. Ir. Mohammad Bisri, MS. menjelaskan, meskipun belum dipublikasikan secara resmi oleh UB. Namun, biasanya besaran yang diresmikan tidak berbeda jauh dengan peraturan Menkeu.
“Yang pasti tidak akan lebih tinggi nominalnya dari peraturan Menkeu. Hal ini akan diserahkan kembali kepada dekan tiap fakultas untuk dikaji kebutuhan disetiap jurusan,” terangnya.
Bisri sendiri mengaku, besaran SPFP yang diajukan UB masih sama dengan besaran SPFP 2014.
“Kami belum membuat anggaran baru, anggaran yang disetujui Menkeu itu sama dengan anggaran tahun lalu saat saya belum menjabat,” jelasnya.
Besaran SPFP itu belum termasuk uang kuliah yang harus dibayarkan setiap semester. Dan umumnya uang kuliah untuk jalur mandiri atau SMPMK ini lebih tinggi dibandingkan jalur seleksi nasional masuk perguruan tinggi negeri (SNMPTN) atau seleksi bersama masuk perguruan tinggi negeri (SBMPTN).
Sebelumnya, pihak Rektorat UB berjanji akan menurunan Uang Kuliah Tunggal (UKT) kategori III di Jurusan Pendidikan Dokter dan Pendidikan Dokter Gigi untuk mahasiswa baru yang masuk lewat jalur SNMPTN dan SBMPTN (bukan jalur mandiri).
Wakil Rektor II Bidang Administrasi dan Keuangan UB Prof Dr Shihabudin SH MH, menjelaskan, penurunan UKT kategori III tersebut sekitar Rp 4 juta.
“Pengurangan ini dikarenakan keluhan tahun lalu oleh sejumlah orangtua yang merasa biaya UKT sebesar Rp 12 juta persemester terlalu memberatkan,” jelasnya, 6 Mei 2015.
Pemilihan kategori III untuk diturunkan dikarenakan kemampuan orangtua mahasiswa paling banyak ada dalam katergori tersebut.
Penurunan tersebut, untuk jurusan Pendidikan Dokter dari Rp 12 juta (pada 2014), tahun ini menjadi Rp 8.870.000, sementara untuk Pendidikan Dokter Gigi dari Rp 11 juta (pada 2014) menjadi Rp 7.020 juta.
“Namun, saat mahasiswa mencapai tahap profesi (dokter). Mahasiswa yang membayar UKT katergori III harus naik ke UKT kategori IV. Hal ini ditujukan untuk menutupi biaya pendidikan yang belum bisa mengcover biaya profesi,” tuturnya. (tribun/adj)
Komentar
Betapa mahalnya biaya pendidikan saat ini. Bisa dipastikan kebijakan setiap universitas hampir sama. Dan ini artinya, hanya mahasiswa yang kebetulan kaya saja yang bisa menikmati pendidikan sarjana. Dan mahasiswa pintar yang beruntung mendapat beasiswa.
Inilah potret pendidikan yang sudah jatuh dalam kubangan sistem liberalisme yang Kapitalistik. Sungguh miris dan sangat disayangkan.
Dalam Islam pendidikan menjadi tanggung jawab negara, dan ini bisa berarti pendidikan dapat di gratiskan. Dan semoga kehadiran kembalinya sistem Islam bisa cepat kita nikmati.