Serangan Terhadap Turis Sebabkan 80 Masjid di Tunisia Ditutup
Serangan Terhadap Turis Sebabkan 80 Masjid di Tunisia Ditutup
Mustanir.com – Usai serangan terhadap sebuah resor di tepi pantai yang menewaskan 38 turis asing, Presiden Tunisia Beji Caid Essebsi pada hari Sabtu kemarin (04/07) menyatakan negara dalam keadaan darurat.
Dengan deklarasi tersebut, presiden memberi wewenang lebih besar kepada pemerintahannya untuk mengambil langkah-langkah di bidang keamanan.
Kantor kepresidenan menyatakan bahwa Presiden Essebsi akan menyampaikan pidatonya terkait dengan insiden ‘serangan 26 Juni’ secara lebih detail melalui siaran televisi nasional pada pukul 16.00 waktu GMT.
Dalam rangka menyikapi para perekrut dari kelompok bersenjata, pemerintah mengatakan akan menutup 80 masjid yang dituding terkait dengan kelompok-kelompok ‘ekstrimis’. Terkait dengan insiden terbaru, pihak aparat keamanan menuduh Ansharus Syariah berada di belakangnya.
Pada bulan Juli tahun 2014 yang lalu, pemerintah Tunisia mengambil tindakan keras terhadap masjid-masjid dan stasiun radio yang diduga terkait dengan kelompok-kelompok ‘konservatif’. Tindakan keras tersebut diambil menyusul sebuah serangan mematikan yang menargetkan tentara pemerintah di dekat perbatasan dengan Aljazair.
Pada bulan Juli itu juga, kantor perdana menteri Mehdi Jomaa mengatakan melalui sebuah pernyataan bahwa perdana menteri telah memutuskan akan segera menutup seluruh masjid-masjid yang tidak berada di bawah pengawasan pemerintah. Dalam hal ini, pemerintah menyasar masjid-masjid yang dikelola oleh kelompok salafi jihadi.
Pengumunan Keadaan Darurat
Presiden Tunisia Beji Caid Essebsi telah menyatakan bahwa negaranya sedang dalam keadaan darurat menyusul serangan yang diklaim oleh kelompok Daulah (ISIS) sebagai pihak yang mengaku bertanggung jawab.
Sebagaimana dilansir AFP, pada hari Ahad (05/07) pemerintah Tunisia mengakui bahwa pihak keamanan mereka tidak siap saat terjadi serangan di pantai wilayah Port El Kantaoui itu. Demikian juga diakui bahwa kepolisian negara terlalu lambat bereaksi.
Keadaan darurat itu akan diperbaharui setelah 30 hari kemudian. Keadaan ini memberikan wewenang yang lebih besar kepada kepolisian dan militer. Kondisi semacam ini pernah terjadi sebelumnya di era Presiden Zine El Abidine Ben Ali saat terjadi Arab Spring atau revolusi 2011.
Dengan status keadaan darurat, aparat keamanan merasa memiliki wewenang untuk melancarkan serangan ke rumah-rumah warga kapan saja, termasuk mengawasi media.
Analis politik independen Selim Kharrat mempertanyakan momentum pengumuman Essebsi, yakni delapan hari setelah serangan di pantai itu. Dia memperingatkan keadaan darurat bisa menjadi alat yang tepat untuk menerapkan kebijakan represif.
Serangan di pantai itu sendiri terjadi pada 26 Juni yang lalu. Itu adalah kali kedua peristiwa serangan setelah National Bardo Museum di ibukota Tunis juga diserang pada tanggal 18 Maret yang lalu, menewaskan 21 turis dan seorang polisi. (kiblatnet/adj)