Sisi Buram Realitas Pendidikan Indonesia Pasca UN

Sisi Buram Realitas Pendidikan Indonesia Pasca UN

Oleh : H. Luthfi H. 
Belum lulus sudah mabok alkohol, konvoi di jalanan lalu beradu mulut dengan polisi, bahkan juga ada yag berzina. Naudzubillah. Demikian serba serbi kelakuan siswa di negeri ini selepas selesai melakukan Ujian Nasional.
Entah apa maksud siswa siswi tersebut melakukan ragam perilaku buruk tersebut. Jika dikatakan merayakan tanda kelulusan, lulus juga belum dan perayaan yang dilakukan juga jauh rasa bersyukur. Jika dikatakan merayakan prestasi, prestasi macam apa yang telah mereka raih.
Semua tindakan tersebut sangat tidak jelas apa maksudnya, jika dilihat dari sudut pandang menusia yang terdidik. Yang jelas, tindakan itu tidak lebih dari pelampiasan eskpresi. Betapa pendidikan yang mereka tempuh selama ini adalah beban, sehingga setelah ujian, beban berat pendidikan itu pun usai. Hidup seolah merdeka, lalu dilampiaskan lah dengan berbagai tindakan maksiat. Urusan masa depan, masa bodoh.
Demikian lah salah satu sisi gelap realitas potret buram dunia pendidikan kita. Seperti yang telah diberitakan Republika.co.id tentang perilaku siswa di Jakarta Selatan. Polisi telah mengamankan 33 siswa dalam keadaan mabuk dan pakaian corat-coret. “Kita amankan dari tiga lokasi yakni di jalan Pertanian 3 Kelurahan Ps Minggu, Under Pas jalan Raya Pasar Minggu dan jalan Raya Rawa Bambu Ps Minggu,” kata Kasubag Humas Polres Jakarta Selatan Kompol Purwanta di Jakarta Jumat, (8/4).
Purwanta mengatakan polisi lantas memeriksa puluhan siswa yang sudah tertangkap itu. Saat diamankan para pelajar ini masih menggunakan seragam sekolah yang dicorat-coret dan dalam keadaan mabuk.
Lain di Jakarta lain lagi di Medan, siswa-siswi setelah selesai Ujian Nasional, mereka konvoi di jalan kota Medan, lantas diberhentikan polisi, kemudian terjadi adu mulut antara Polwan dengan siswi yang mengaku anak Jenderal.
Sebagaimana yang diwartakan Merdeka com., aksi konvoi para pelajar usai mengikuti ujian nasional (UN) di Medan, Rabu (6/4) sore, diwarnai tindakan arogan dari seorang siswi. Selain melanggar aturan lalu lintas bersama temannya, dia mengancam perwira Polantas.
Saat itu, mobil Honda Brio hitam bernomor polisi BK 1428 IG melintas dengan pintu belakang terbuka ke atas. Mobil yang ditumpangi 7 siswi dengan seragam berlogo SMA Methodist I itu dihentikan seorang Polwan, Ipda Perida Panjaitan. Namun, para siswi yang turun dari mobil itu protes. Mereka tidak senang karena banyak mobil lain yang melanggar aturan namun hanya mereka yang dihentikan. “Itu ada mobil merah di depan, kenapa cuma kami yang dihentikan,” protes mereka.
Polwan dan dua Polantas lain menyatakan akan menindak dan membawa mobil itu ke kantor Satlantas Polresta Medan. Seorang siswi berambut panjang langsung emosi. “Oh oke, mau dibawa? Siap-siap kena sanksi turun jabatan ya. Aku juga punya beking,” ucap siswi itu dengan nada tinggi.
Dia pun terus marah-marah dan menunjuk-tunjuk Polantas yang menghentikannya. “Oke Bu ya, aku nggak main-main ya Bu. Kutandai Ibu ya. Aku anak Arman Depari,” ucapnya.
Bisanya siswa atau siswi yang ngaku-ngaku anak pejabat, bapaknya orang gedongan, kalau ngomong dibumbui dengan “pembantu akyu” acapkali kita lihat di sinetron murahan TV negeri ini. Namun rupanya kali ini langsung diperankan oleh siswi di Medan tersebut. Naas, orang tua asli –siswi tukang ngibul ini– dikabarkan meninggal karena malu dan shok berat mendengar kabar perilaku anaknya.
Lebih miris lagi, siswa-siswi di Kendal Jawa Tengah malah melakukan hubungan seksual selang beberapa saat setelah selesai melakukan Ujian Nasional. Sepasang siswa SMU melakukan hubungan seksual selepas melaksanakan ujian nasional di sebuah hotel yang berlokasi di Obyek Wisata Pantai Muara Kencan, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, Kamis (16/4/2015). Pelajar kelas 3 jurusan perawat ini ditangkap oleh Satpol PP Kabupaten Kendal bersama kekasihnya yang merupakan siswa kelas 2 SMA swasta di Kendal di kamar nomor 2 di penginapan tersebut.(Kompas.com). Kepala Satpol PP Kabupaten Kendal, Toni Ari Wibowo mengatakan, dalam razia ini, terjaring sekitar 20 orang dan mayoritas adalah pelajar.
Serba serbi perilaku siswa selepas Ujian Nasional di atas menjadi gambaran ambigu dan tidak jalasnya

produk pendidikan Nasional kita. Jika tidak dikatakan gagal secara sistemik.

Pada kenyataannya, yang mendidik perilaku dan sikap siswa kita ternyata adalah sinetron di TV. Kita sering saksikan, bahwa sinetron di TV tidak jarang memang mengisahkan keadaan anak sekolahan. Namun jarang sekali yang ditampilkan tentang perilaku layaknya seorang pelajar.
Yang ada tentang hidup hidonis, permisif, pacaran, berebut pasangan, geng perempuan memperebutkan cowo ganteng, gaya-gaya-an kekayaan, gambaran enaknya terlahir dari bonyok (bokap dan nyokap) kaya raya, dan tayangan-tayangan lain yang sangat tidak mendidik. Tapi nyatanya itulah yang “mendidik” dan menjadi patokan pola sikap siswa-siswi kita. Lantas apa yang akan diharapkan dari generasi suka mabok? Suka hura-hura dan ingin enaknya saja?
Jika ditelisik dengan cermat, bahwa siswa-siswa dengan perilaku demikian adalah hasil dari sistem pendidikan kita yang semakin sekuler. Selain pendidikan yang kian mahal, sistem pendidikan kita selama ini terkesan hanya sibuk dengan gonta-ganti kurikulum.
Dari aspek kurikulum, sistem pendidikan sekuler telah menceraikan nilai nilai aqidah agama –Islam– dari perilaku peserta didik. Pelajaran agama Islam yang dalam seminggu cuma 2 jam jauh dari memberikan pengaruh perilaku positif pada siswa didik. Pengajaran agama sangat kering.
Tidak heran hasil Didik dari siswa pun memiliki Kepribadian yang pecah. Akhlak, keilmuan dan keterampilan pun serba tanggung. Ilmu seringkali juga tidak diraih, sementara perilaku yang terwujud juga tidak karuan.
Pendikan sejatinya berfokus pada memberikan pondasi aqidah untuk perilaku dan kepribadian. Kemudian diraihnya Ilmu, keterampilan, dan keahlian untuk bisa eksis dalam kehidupan. Karena kedua persoalan inilah yang menjadikan manusia lebih bermanusia.
Islam sebagai sebuah sistem kehidupan betapa memberikan pola pendidikan yang sangat komprehensip kepada manusia.
Politik pendidikan Islam bertujuan untuk membentuk keperibadian Islam (Syakhshiyyah Islamiyyah) dan memberikan keterampilan atau keahlian –sesuai dengan level—pendidikan yang ditempuh seorang peserta didik.
Keperibadian Islam dibentuk dengan menanamkan aqidah Islam dan tsaqafah Islamiyyah. Serangkaian pengetahuan ini diberikan di setiap level pendidikan.
Segala pelajaran –umum– tidak akan pernah dikosongkan dari pemahaman dasar tentang aqidah Islamiyyah, untuk menancapkan pembentukan pola pikir yang khas. Pelajaran umum seperti Biologi, Fisika, Kimia, dan lain sebagainya sarat akan nilai-nilai ruh. Bahwa siswa diajak berpikir tentang fenomena dibalik segala pengetahuan yang didapatkannya. Firman Allah;
(إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآيَاتٍ لِأُولِي الْأَلْبَابِ)
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal (Ali Imran 190).
Sementara pola sikap dalam sistem pendidikan Islam secara praktis dengan memberikan pelajaran fiqih yang bersifat praktis. Termasuk dalam pelaksanaannya, hukum-hukum Islam tentang pergaulan laki-laki dan perempuan langsung diintegrasikan dan diterapkan dalam sistem pendidikan.
Ilmu seni dalam Islam tidak bebas nilai, dan dijauhkan dari eksploitasi nilai nilai jinsiyyah (semata nilai-nilai kelaki-lakian dan keperempuanan) seperti paradigma Barat.
Sementara tsaqafah asing, diperbolehkan diajarkan (untuk mengkritisi dan membongkar kebusukan nya), setelah peserta Didik memiliki kepribadian yang kuat.
Berikutnya, sistem evaluasi. Pendidikan Islam memiliki filosofi dan bertumpu pada pembentukan keperibadian. Sehingga keberhasilan pendidikan yang pertama adalah terbentuknya Kepribadian Islamiyyah, pola pikir dan pola sikap yang sesuai dengan syari’ah Islam. Evaluasi pendidikan tidak mengandalkan pada secarik kertas nilai ujian.
Sementara sisi keilmuan dan keterampilan, ijazah akan langsung diberikan oleh utadz yang mengajarkan di setiap level pendidikan. Kesempurnaan penguasaan ilmu dan keterampilan adalah menjadi titik tumpu pemberian ijazah. Sehingga, seorang peserta Didik tidak dibatasi dengan ukuran waktu untuk menguasai sebuah keterampilan atau ilmu.
Semua biaya pendidikan dalam Islam ditanggung oleh negara, karena hal ini merupakan bentuk pelayanan dasar Khalifah atas umat. Peserta didik pun akan “menikmati” proses penjatidirian manusia ini dengan sempurna. Semua dilakukan atas dasar semua ini adalah kewajiban. (adj)
http://www.visimuslim.net/2016/04/serba-serbi-perilaku-siswa-selepas.html

About Author

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Categories